Proyek Multi Sinergi, Petani Masih Merugi
Oleh: Sumiyah Umi Hanifah
Pendidik Generasi dan Member AMK
"Lesu", kata ini cocok digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan di sektor pertanian, khususnya di Indonesia. Padahal, sektor pertanian merupakan sektor yang paling "krusial" dalam membangun ketahanan pangan nasional. Pemerintah pun tampak sibuk melakukan berbagai program andalan untuk mengatasi persoalan pelik ini.
Salah satu program yang dilakukan adalah dengan mengadakan kerjasama atau sinergitas dengan lembaga-lembaga pemerintah yang lain. Beberapa waktu yang lalu, diadakan pertemuan antara Dinas Pertanian kabupaten Bandung, yang dipimpin oleh Ningning Handasah, dengan perwakilan Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Soreang, pada tanggal 15 Januari 2023. Isi kerjasama tersebut membahas tentang intensifikasi pengembangan pertanian lokal. Selain itu juga bertujuan agar menjadi tonggak awal dalam membangun kemitraan yang kokoh, antara DMI dengan Dinas Pertanian kabupaten Bandung.
Beberapa kalangan menilai, langkah ini dianggap masih belum dapat menyentuh ke sumber permasalahan yang sebenarnya. Sebab, problem yang dihadapi oleh lembaga Pertanian di negeri ini adalah terkait dengan problem sistemik. Sehingga untuk mengatasinya harus dengan cara yang intensif dan komprehensif.
Permasalahan pelik yang dialami para petani dan pengelola lahan di Indonesia diantaranya adalah terkait dengan kelangkaan pupuk, ketiadaan modal, termasuk adanya alih fungsi lahan pertanian yang disulap menjadi daerah pemukiman penduduk. Kita juga menyaksikan ribuan bahkan jutaan hektar tanah pertanian di negeri ini yang telah diubah menjadi daerah kawasan industri, tempat wisata, dan bangunan-bangunan megah lainnya. Sehingga membuat lahan pertanian menjadi makin sempit. Akibatnya produktivitas hasil pertanian menjadi menurun.
Dari segi sosial, persoalan besar yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia adalah krisis regenerasi petani muda. Hal ini disebabkan karena cara pandang yang keliru terhadap aktivitas bercocok tanam. Sektor pertanian kurang diminati oleh generasi penerus bangsa, karena dianggap pekerjaan yang kotor, rendah, serta tidak bisa menjanjikan kesuksesan. Inilah PR besar bagi pemerintah kita untuk menyadarkan masyarakat bahwa pertanian, perkebunan merupakan aktivitas mulia, sebagaimana aktivitas atau pekerjaan lainnya.
Permasalahan lainnya adalah terjadinya rantai niaga yang merugikan petani, akibatnya ada kesenjangan antara jumlah pendapatan petani dan pendapatan distributor. Faktanya para petani seringkali rugi besar, namun distributor mengalami keuntungan yang berlipat ganda. Belum lagi adanya masalah teknis di lapangan yaitu terjadi budidaya pertanian tidak dilengkapi dengan teknik yang benar dan tepat guna.
Segala permasalahan di atas, jelas tidak mungkin bisa diatasi oleh individu atau kelompok petani. Sebab ini merupakan tugas seorang pemimpin negara, yaitu mengurusi urusan rakyat, menyejahterakan dan melindungi rakyatnya.
Namun, sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan di negeri ini justru telah melahirkan kebijakan pro kapitalis. Sistem kapitalisme terbukti telah mengancam kedaulatan pangan, konvensi lahan dan liberalisasi pertanian dalam sistem batil ini tidak mempedulikan kerusakan ekosistem hutan maupun terkikisnya lahan pertanian penduduk. Jaringan konglomerasi tidak mampu membedakan sumber daya dalam negeri maupun impor, karena mereka seringkali memutar modal untuk kepentingan oligarki dan kelompoknya. Dalam sistem demokrasi kapitalisme ini, semua akan dikapitalisasi demi keuntungan oligarki.
Hanya dengan sistem Islam, yang menerapkan syari'at Islam secara menyeluruh akan menjamin persediaan pangan dalam kondisi apapun, akan mengupayakan secara serius dan optimal sebagai bentuk tanggung jawab negara kepada rakyatnya. Dalam Islam, fungsi utama pemerintah adalah sebagai pelayan dan pelindung rakyat.
Sabda Rasulullah saw.,
"Imam (kepala negara) adalah pengurus (pelayan) rakyat. Ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia pimpin." (HR. Bukhari)
Oleh karena itu meskipun sektor pertanian termasuk bagian dari kepemilikan dan pengelolaan individu, namun untuk komoditi tertentu yang merupakan hajat hidup masyarakat, maka negaralah yang harus mengendalikan sektor tersebut. Seharusnya Sinergi pembinaan usaha pertanian dan keagamaan tidak sebatas sinergi antar lembaga tetapi sebuah keharusan bahwa sebuah urusan kehidupan diatur dengan aturan agama. Hanya Islam yang mampu mengatur seluruh urusan umat manusia, termasuk dalam sektor pertanian. Islam mengatur sektor pertanian dengan konsep yang jelas dalam politik pertanian.
Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab ketika mengurus dan mengelola lahan. Salah satunya dengan kebijakan yang tepat, yaitu menghidupkan tanah mati, pemberian lahan pertanian kepada masyarakat untuk kepentingan umum, dan pembangunan infrastruktur pertanian.
Wallahu a'lam bissawab
Posting Komentar