Rajab, Perjuangan Mewujudkan Persatuan Umat
Oleh: Ida Nurchayati
Rajab merupakan salah satu dari empat bulan yang dimuliakan, Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Banyak peristiwa penting terjadi pada Bulan Rajab, diantaranya pertama kali Kaum Muslim hijrah ke Habasyah, Isra' Mi'raj Baginda Nabi sekaligus pengukuhan beliau menjadi pemimpin seluruh manusia dengan didaulat sebagai imam para nabi, Perang Badar, Perang Tabuk, Perang Yarmuk, Pembebasan Damaskus, dan Pembebasan Al Quds oleh Shalahuddin al Ayyubi. Selain peristiwa tersebut, ada satu musibah di Bulan Rajab yakni runtuhnya perisai Umat Islam, Khilafah Utsmaniyah, 3 Maret 1924. Tahun 2024, tepat 100 tahun Umat Islam tanpa pelindung, nasib umat seperti anak ayam kehilangan induknya, menjadi rebutan dan santapan musuh-musuh Islam.
Nestapa Umat tanpa Khilafah
Kaum muslim seharusnya hidup dalam habitat yang menjaga fitrahnya yakni Sistem Islam. Sistem yang mampu mewujudkan kebaikan dan menghilangkan kefasadan hingga terwujud rahmat bagi seluruh alam. Wajar karena Islam datang dari Sang Khalik Pencipta manusia dan alam semesta, Dzat Yang Mengetahui segala kelebihan dan kekurangan manusia.
Sejak runtuhnya Khilafah Utsmani 1924, otomatis Umat Islam diatur dengan produk akal manusia yang lemah dan terbatas, yakni sosialis komunis dan sekuler kapitalisme. Sistem yang menjadikan materi dan kesenangan jasmani sebagai tolak ukur kebahagiaan. Nilai tertinggi adalah aturan yang dibuat manusia.
Syekh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitabnya Nizam Islam menggambarkan dua sistem tersebut tidak sesuai fitrah manusia, tidak memuaskan akal dan tidak menentramkan jiwa. Selama kedua sistem ini diterapkan akan melahirkan penderitaan dan kesengsaraan umat. Sosialisme yang diemban Uni Soviet sudah runtuh pada 1991. Dunia saat ini dipimpin idiologi kapitalisme dibawah komando Amerika Serikat.
Apa yang digambarkan Syekh Taqiyuddin bisa terindra faktanya saat ini. Nasib Umat Islam sangat memprihatinkan. Umat mengalami krisis multidimensi akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme. Muslim Palestina hampir 76 tahun menderita dijajah zionis laknatullah. Muslim Rohingya terlunta-lunta menjadi pengungsi karena kekejaman rezim Myanmar. Muslim India menderita berada dibawah tekanan rezim India. Muslim Uighur tidak kalah memilukan nasibnya dibawah penindasan komunis China. Sementara simbol dan kehormatan Islam seringkali dilecehkan dan dinistakan, umat tidak mampu berbuat banyak, tidak lebih sekedar mengecam, demo , dan maksimal memboikot produk mereka. Misal, penghinaan Baginda Nabi yang dikakukan Charlie Hebdo, pembakaran Al-Qur'an yang berulang di Swedia dan Denmark atas nama kebebasan berekspresi.
Nasib Umat Islam di Indonesia tidak kalah memilukan, mengalami krisis multi dimensi. Kekayaan alam yang melimpah menjadi bancakan oligarki, sementara rakyat hanya mendapatkan remah-remahnya. Kesenjangan dan angka kemiskinan sulit diturunkan. Stunting masih menjadi masalah pokok negara.
Tekanan ekonomi yang semakin berat membuat rakyat mencari solusi praktis, terjerat pinjol bahkan judi online. Tidak sedikit rakyat yang terjerat pinjol berakhir depresi dan bunuh diri
Kehidupan sosial tidak kalah memprihatinkan. Lg6T, kekerasan seksual, pergaulan bebas, aborsi makin tak terkendali. Kesehatan mental masyarakat kian mengkhawatirkan. Angka bunuh diri kian tinggi, kekerasan terhadap pasangan dan anak kian marak, bahkan tidak sedikit orang tua yang menghabisi nyawa buah hatinya. Solusi yang ditawarkan tidak menyentuh akar sehingga tidak menyelesaikan masalah.
Khalifah Perisai Umat
Rasulullah SAW bersabda yang artinya,
"Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Ia akan dijadikan perisai saat orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng..." (HR Bukhari dan Muslim).
Ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah akan terwujud maqasid syariah, yakni terjaganya harta, darah, nasab, agama, keamanan, akal dan nyawa kaum muslim. Kewajiban yang harus dilaksanakan seorang penguasa, mengantarkan pada terwujudnya rahmat bagi muslim, non muslim dan alam semesta.
Tinta sejarah mencatat bagaimana seorang Khalifah Mu'tasim billah melindungi kehormatan seorang muslimah di daerah Amuriyah dengan mengerahkan pasukan yang panjangnya, kepala pasukan sudah berada di Amuriyah, sementara ekornya masih di Baghdad. Berakhir dengan terbunuhnya 30 ribu tentara Romawi, 30 ribu lainnya tertawan.
Sejarah juga mencatat bagaimana ketegasan Sultan Abdul Hamid II mempertahankan setiap jengkal tanah Palestina, tanah kharajiyah milik kaum muslim dari rongrongan Yahudi, membuat nyali Herzl menciut dan pulang dengan tangan hampa. Perjuangan heroiknya Shalahuddin al Ayyubi merebut dan membebaskan kembali tanah Palestina yang sebelumnya selama 88 tahun dalam cengkeraman Romawi.
Hanya Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan. Khalifah Umar bin Abdul Aziz, selama masa pemerintahannya kurang dari tiga tahun mampu mewujudkan kesejahteraan. Sulit mencari rakyatnya yang berhak menerima zakat karena begitu makmurnya, hingga kas di baitul mal melimpah.
Hanya Islam yang mampu mewujudkan keadilan bagi semua. Sejarah mencatat bagaimana Islam mampu mewujudkan keadilan bagi seorang yahudi yang diatas tanahnya dipaksa didirikan masjid pada masa Gubernur Amr bin Ash di Mesir. Khalifah Umar bin Khattab menegur Sang Gubernur dengan mengirimkan sekerat tulang yang diberi garis lurus. Sang Wali segera memerintahkan prajuritnya untuk segera membongkar masjid. Keadilan yang mengantarkan yahudi masuk Islam.
Sekekumit penggalan sejarah bagaimana Islam mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan dalam rentang kegemilangan peradaban Islam selama kurang lebih 13 abad. Puncak peradaban yang belum pernah dicapai bangsa manapun selain Islam.
Khilafah Fardhu Kifayah
Empat imam sepakat khilafah merupakan fardhu kifayah kecuali al A'sham yang tuli terhadap syariat. Bahkan khilafah merupakan tajul furudh, yakni mahkota kewajiban. Tegaknya khilafah akan mengantarkan tegaknya seluruh kewajiban dari Allah. Kaidah syar'iyahnya adalah tidak sempurna suatu kewajiban tanpa sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya wajib.
Serarus tahun umat Islam hidup tanpa kepemimpinan Islam. Padahal ijmak sahabat memperbolehkan umat tanpa imam maksimal tiga hari. Maka kewajiban menegakkan kembali kekhilafahan fardhu kifayah, fardhu yang akan gugur ketika sudah terlaksana dengan sempurna. Ketika belum terwujud, maka kewajiban tersebut masih melekat disetiap pundak kaum muslim hingga tegak dengan sempurna sesuai tuntunan syariat.
Wallahu a'lam
Posting Komentar