Junnah untuk Perempuan Gaza
Oleh: Erin Azzahroh
Dilansir dari republika.com (8/3/2024), Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan ada sebanyak 60.000 perempuan hamil di jalur Gaza menderita kekurangan gizi dan dehidrasi akibat penjajahan zionis. Bahkan yang lebih menyedihkan lagi, 9.000 perempuan Palestina meninggal di Jalur Gaza sejak agresi penjajah Zionis 7 Oktober 2023. Selain itu, pada tribunnews.com (8/3/24), Kementerian juga mengungkapkan ada sekitar 49% populasi di jalur Gaza sebagian besar dalam usia subur. Sekitar 5000 perempuan melahirkan setiap bulan dalam kondisi yang sulit, tidak aman, dan tidak sehat akibat penembakan dan pengungsian.
Pernyataan tersebut disampaikan pada hari perempuan internasional yang jatuh pada 8 Maret lalu. Dari fakta di atas, setidaknya ada empat hal yang dapat disimpulkan.
Pertama, para perempuan Gaza-Palestina sungguh mengalami penderitaan yang amat mengerikan akibat penjajahan zionis. Parahnya, penderitaan ini telah mereka alami lebih dari 70 tahun.
Kedua, penderitaan tersebut dimulai ketika kaum muslimin dikuasai sistem sekulerisme kapitalisme. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian Balfour yang dikeluarkan oleh Inggris dan menjadi cikal bakal invasi Zionis ke Palestina. Perjanjian Balfour dipandang sebagai salah satu peristiwa yang mempercepat terjadinya peristiwa Nakba. Yakni pembersihan kaum muslimin Palestina (1948) yang dilakukan oleh zionis. Kala itu muncul kelompok bersenjata Zionis yang dilatih oleh Inggris. Mereka secara paksa mengusir lebih dari 750.000 warga Palestina dari tanah airnya. Tentu dari warga yang diusir pasti ada perempuan yang menjadi korban.
Saat ini entitas Zionis dipelihara sebagai anak emasnya Amerika, negara pemegang utama ideologi kapitalisme saat ini. Maka tak heran jika saat warga sipil dari berbagai negara menyerukan penghentian genosida di Palestina, ujungnya PBB hanya mengeluarkan resolusi dan rasa empati omong kosong belaka. Bahkan meski terjadi penyeretan Zionis ke Mahkamah Internasional sekalipun, tidak akan memberi arti sama sekali. Apalagi saat ini negeri-negeri muslim disekat dengan ikatan nasionalisme. Nasionalisme inilah yang membuat Mesir menutup jalur Rafah dengan membangun tembok tinggi menjulang di jalur Rafah. Konferensi CEDAW yang diklaim melindungi perempuan pun tidak berarti.
Beginilah hasilnya jika kehidupan diatur oleh sistem kapitalisme. Sistem ini hanya membawa keburukan, bahkan merendahkan serta menyebabkan kedukaan mendalam bagi kaum muslimin. Maka benarlah Apa yang dinyatakan oleh Imam Ahmad r.a. dalam riwayat Muhammad bin Auf bin Sufyan Al Hamsi, "akan terjadi fitnah atau kekacauan jika tidak ada seorang Imam atau khalifah yang mengurusi urusan manusia."
Ketiga, Al Qadhi Abu Ya'la Al-Farra', dalam kitab Al Ahkamus Sulthaniyah halaman 23 menyatakan suatu fakta. Bahwa sejarah telah membuktikan, hanya Khilafah saja yang mampu memberikan sebenar-benarnya perlindungan kepada perempuan. Bahkan dalam kondisi genting sekalipun. Jaminan demikian terkait erat dengan pandangan Islam terhadap perempuan. Islam memandang perempuan sebagai makhluk yang mulia yang wajib dipenuhi hak-haknya. Disamping juga wajib dijaga dan dilindungi kehormatannya.
Allah telah menganugerahkan kepada perempuan peran yang besar, yakni sebagai penyokong peradaban. Peran mulia tersebut adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (ummu warabbatul bait). Sebagai ibu, perempuan wajib mengasuh, merawat, mendidik, dan memelihara anak-anaknya agar kelak menjadi generasi mulia. Sementara sebagai pengatur rumah tangga, perempuan berperan mengatur, membina, dan menyelesaikan urusan rumah tangganya agar memberikan ketentraman dan kenyamanan bagi anggota keluarga lainnya.
Selain tugas tersebut, perempuan juga merupakan mitra utama laki-laki sebagai pemimpin rumah tangga. Peran ini berlangsung dengan hubungan yang bersifat persahabatan dan kasih sayang. Maka sudah sewajarnya bila dengan peran-peran khususnya ini, perempuan dipandang memberikan sumbangan besar kepada umat, masyarakat, serta peradaban.
Karena itulah Islam begitu memuliakan, menjaga, dan melindungi perempuan. Sebagaimana kisah Khalifah Al Muktasim Billah yang menolong warga perempuannya. Perempuan ini dilecehkan oleh orang Romawi. Pembelaan Khalifah Al Muktasim Billah ini bahkan hingga berujung pada pembebasan atau futuhat wilayah Amuriyah. Peristiwa ini menjadi bukti bagaimana penjagaan Khilafah terhadap perempuan.
Dalam kondisi genting seperti perang, Islam melarang membunuh wanita-wanita yang tidak terlibat dalam peperangan. Islam juga melarang pemerkosaan. Hal ini dijelaskan oleh Muhammad Iqbal dalam fiqih siyasah kontekstualisasi doktrin politik Islam. Seperti inilah perempuan dalam perlindungan syariat yang diterapkan secara praktis oleh Khilafah sebagai perisai (Junnah) kaum muslimin.
Dari jalur Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "sesungguhnya seorang Imam itu adalah perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah 'Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya dia akan mendapatkan pahala. Tetapi jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa atau azab karenanya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Keempat, telah terbukti bahwa duka lara serta kenestapaan yang dialami oleh perempuan Gaza adalah akibat ketiadaan Daulah Khilafah. Jika ada, khalifah akan menurunkan pasukan kaum muslimin untuk mengusir Zionis Yahudi sejak awal invasi ke tanah suci Alquds, Palestina. Sehingga 60.000 wanita hamil di Gaza tidak akan menderita kekurangan gizi dan dehidrasi. Dengan demikian kaum muslimin seharusnya menyadari pentingnya bersatu. Sementara hakikat persatuan umat Islam hanya akan terwujud di bawah naungan Khilafah.
Allah SWT berfirman, "dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali agama Allah dan janganlah kamu bercerai-berai. Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu masa jahiliyah bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunianya kamu menjadi bersaudara. Sedangkan ketika itu kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk" (TQS. Ali Imron: 103).
Posting Komentar