Generasi Muda dalam Pusaran Game Online
Oleh: Fita Rahmania, S. Keb., Bd.
Era Revolusi Industri 4.0 kian berkembang pesat dalam satu dekade terakhir. Kebutuhan akan teknologi digital telah merambah seluruh lapisan masyarakat. Berbagai sektor dalam negeri, seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial, hingga pelayanan pemerintahan sangat bergantung pada lalu lintas cyber. Survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJI) 2023 menyebutkan bahwa pengguna internet di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya, bahkan kini mencapai 215 juta.
Istilah Revolusi Industri 4.0 seyogyanya merujuk pada tahap evolusi industri yang ditandai oleh adopsi luas teknologi digital, kecerdasan buatan, konektivitas, dan integrasi sistem dalam berbagai aspek produksi dan kehidupan manusia. Era ini merupakan kelanjutan dari perkembangan industri sebelumnya dan mencakup transformasi besar-besaran dalam cara produksi, distribusi, dan interaksi manusia dengan teknologi. (lpkia.ac.id, 19/4/2024)
Setiap individu dituntut beradaptasi cepat dalam menghadapi laju perubahan digitalisasi. Tua dan muda berbondong-bondong menggeluti teknologi digital, seperti gadget, laptop, serta akses internet yang bisa mengajak kita berselancar tanpa batas. Namun, dibalik kemudahan dan kenyamanan menggunakan teknologi tersebut terkadang membuat kita lupa akan segudang dampak buruk yang mengintai, khususnya bagi generasi muda.
Banyak generasi muda hari ini yang tidak tepat dalam memanfaatkan teknologi digital hingga terjebak dalam hal-hal negatif, misal kecanduan film porno, pinjaman online, kejahatan di media sosial, dan yang paling banyak dialami adalah kecanduan game online.
Dilansir dari suara.com, menurut data BPS pada 2023 yakni rentang usia masyarakat Indonesia yang kecanduan game online antara lain untuk anak-anak usia 0 (nol) hingga 18 tahun sebesar 46,2 persen. Sedangkan anak muda usia 18-25 tahun sebesar 38,5 persen dan di atas 25 tahun sebesar 15,3 persen.
Bahaya yang dapat menimpa anak-anak dan remaja ketika sering main game online antara lain kecanduan hingga dapat mengganggu mentalnya, pemborosan waktu, penurunan kesehatan fisik, dan berpengaruh pada prestasi di sekolah.
Seorang ahli Psikolog Retno IG Kusuma menuturkan bahwa kecanduan game online memiliki makna sama ketika mengalami kecanduan narkoba, karena itu kecanduan game online sering disebut sebagai Narkolema (Narkoba lewat mata). Selain itu, terpapar game online dapat mempengaruhi otak secara psikis dan dapat menimbulkan respon yang dapat dikatakan tidak normal.
Melihat beratnya bahaya yang ditimbulkan game online seharusnya membuat perhatian seluruh pihak, baik orang tua maupun negara. Tak dapat dipungkiri peran orang tua dalam pendidikan anak sangat penting. Namun, himpitan ekonomi pada era kapitalisme seperti saat ini terkadang membuat orang tua abai terhadap perilaku anak-anak mereka. Akibatnya anak menjadi hilang arah dan terjerumus pada hal-hal negatif.
Begitu pula dengan negara. Negara wajib mengayomi rakyatnya, memberi keamanan dan kenyamanan, serta menjamin masa depan bangsa. Game online yang jelas-jelas lebih banyak keburukannya dibanding kebaikannya sudah seharusnya dihentikan.
Ironinya di negeri ini pemerintah justru masih ingin terus berjalan mengembangkan bisnis game online tersebut. Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga pernah mengungkapkan bahwa game online dapat menyumbangkan devisa negara apabila dikembangkan dengan serius. Ia pun mencontohkan, kapitalisasi industri gim di Cina sudah mencapai USD15 juta. Tak hanya itu, pemerintah juga mengeluarkan Perpres 19/2024 tentang Percepatan Pengembangan Industri Gim Nasional sebagai upaya memperkuat ekosistem dan industri gim dalam negeri. Alih-alih peduli dengan kualitas generasi pemegang masa depan negeri, penguasa malah fokus pada keuntungan material semata.
Lain halnya dengan pengaturan teknologi digitalisasi dalam Islam. Islam tidak anti teknologi. Islam mendudukkan hukum asal game online adalah mubah. Namun, kemubahan tersebut dapat menjadi suatu keharaman jika aktivitas game online sampai melalaikan kewajiban seorang hamba kepada Allah SWT, mengandung unsur kemaksiatan, kekerasan, hingga kejahatan.
Oleh karena itu, Islam memiliki aturan terkait game online, antara lain negara perlu bertindak tegas untuk mengontrol dan mengatur konten dalam game online hingga tidak ada unsur-unsur kemaksiatan dan dapat melenakan penggunanya dari ketaatan kepada Allah SWT. Negara juga perlu menerapkan sistem pendidikan berbasis Aqidah Islam yang dapat membentengi para siswa dalam bertindak dan berperilaku. Negara wajib memberi sanksi industri game online yang menyalahi visi dan misi pendidikan berbasis Islam. Serta negara yang menerapkan ideologi Islam tentu akan memanfaatkan teknologi digital semata-mata untuk kemaslahatan rakyatnya, bukan sekadar untuk materi apalagi kepentingan pribadi pemangku kebijakan. Dengan penerapan Islam yang utuh niscaya akan dapat menyelamatkan generasi muda dari pusaran game online.
Posting Komentar