Kelaparan Terus Terjadi, Imbas Buruknya Sistem Kapitalisme
Oleh: Endang Setyowati
Beberapa tahun terakhir, jumlah orang yang mengalami kerawanan pangan sangatlah tinggi, bahkan anak-anak dan perempuan justru berada pada garda terdepan mengalami krisis kelaparan dengan jumlah lebih dari 36 juta anak dibawah usia lima tahun kekurangan gizi akut yang tersebar di 32 negara.
Terutama di lingkungan orang-orang yang mengungsi karena konflik ataupun bencana.
Seperti yang dikutip dari Antara,(25/04/2024) Jumlah penduduk dunia yang menghadapi kerawanan pangan akut melonjak menjadi sekitar 282 juta orang pada 2023, kata Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) pada Rabu (24/4). Angka ini menunjukkan peningkatan 24 juta orang sejak 2022, sebut FAO dalam Laporan Krisis Pangan Global terbarunya.
Jumlah penduduk dunia yang berada di ambang kelaparan juga meningkat menjadi lebih dari 700.000 orang pada tahun lalu, hampir dua kali lipat dari angka yang tercatat pada 2022.
"Jalur Gaza saat ini memiliki jumlah orang yang menghadapi bencana kelaparan tertinggi yang pernah tercatat dalam Laporan Krisis Pangan Global, bahkan di saat truk-truk bantuan yang diblokir mengantre di perbatasan," tekan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam kata pengantar laporan tersebut.
Meski demikian, laporan tersebut memperingatkan bahwa prospek tahun 2024 masih terbilang suram, tanpa perkiraan perbaikan yang substansial dan berlanjutnya konflik, cuaca ekstrem, lemahnya daya beli di negara-negara berpenghasilan rendah, serta penurunan dana kemanusiaan yang diperkirakan akan terus memengaruhi populasi yang sudah menderita kerawanan pangan.
Selain itu, sebenarnya justru ada yang lebih berperan dengan adanya kelaparan akut yang terjadi hari ini, yaitu ketika kita menerapkan sistem ekonomi kapitalis, yang mana disitu tidak ada istilah makan siang gratis. Maka disetiap negara hanya berperan sebagai regulator saja, menyebabkan negara-negara tersebut jauh panggang dari api ketika berstatment untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya.
Karena rakyatnya hanya disediakan semua kebutuhannya, namun dengan harga yang tinggi sehingga rakyat banyak yang tidak mampu untuk menjangkaunya. Disatu sisi rakyat harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, belum lagi dengan minimnya lapangan kerja serta upah yang masih rendah menjadi fenomena ditengah masyarakat. Sehingga mengakibatkan terjadi kesenjangan kesejahteraan.
Kemudian dalam sistem kapitalisme ini, menganut penjajahan baru yaitu neoliberalisme yang mana penguasaan diberbagai negara miskin dan berkembang atas Sumber Daya Alam (SDA) yang justru dikuasai oleh asing dan aseng yang menyebabkan rapuhnya ketahanan pangan negeri tersebut.
Berbeda tatkala kita menerapkan sistem Islam secara kaffah, maka bencana kelaparan akan segera ditangani, sehingga tidak akan terjadi kelaparan akut.
Islam memiliki sistem ekonomi yang menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu. Konsep kepemilikan dalam Islam menjadi sumber pemasukan untuk memberikan layanan publik berkualitas dan gratis.
Penguasaan SDA juga dijamin akan membuka lapangan kerja yang sangat luas dan beragam dengan gaji yang besar sehingga terpenuhi kebutuhan pokoknya yaitu, pangan, sandang dan papan.
Rasulullah SAW bersabda:
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Sehingga negara akan mengelola SDA tersebut demi kemaslahatan seluruh rakyatnya. Sehingga tidak akan ada lagi kelaparan yang menyerang rakyat.
Selain kebutuhan pokok, negara juga menjamin pendidikan, kesehatan, dan keamanan seluruh rakyatnya.
Kelaparan akan terus dialami oleh dunia, selama sistem ekonomi kapitalistis tetap diterapkan. Bahkan menjadi masalah sistemis yang tidak akan berujung. Maka sudah seharusnya kita mencampakkan sistem kapitalisme saat ini, dan menerapkan sistem Islam secara kaffah sehingga mampu memberikan kemaslahatan bagi seluruh penghuni bumi.
Wallahu a'lam bi showab
Posting Komentar