Islam Mempersiapkan Generasi Unggul bukan Generasi Menganggur
Oleh Ratih Fitriandani
Aktivis Muslimah
Fenomena meningkatnya pengangguran di kalangan Gen Z merupakan ancaman serius bagi bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045. Gen Z mencakup individu yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, menyatakan bahwa banyak dari pengangguran muda tersebut adalah lulusan baru dari SMA atau setara dan perguruan tinggi.
Diberitakan dari KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa hampir 10 juta penduduk Indonesia generasi Z berusia 15-24 tahun menganggur atau tanpa kegiatan (not in employment, education, and training/NEET). Bila dirinci lebih lanjut, anak muda yang paling banyak masuk dalam ketegori NEET justru ada di daerah perkotaan yakni sebanyak 5,2 juta orang dan 4,6 juta di pedesaan.
Dalam jurnal ketenagakerjaan berjudul "Analisis Tenaga Kerja Muda Tanpa Kegiatan (Not in Education, Employment, or Training/NEET) Berdasarkan Status Perkawinan," salah satu penyebab utama NEET adalah pertumbuhan ekonomi yang rendah. Hal ini membuat perusahaan menghentikan rekrutmen baru atau bahkan mengurangi jumlah tenaga kerjanya.
Kedua, situasi stagnan di pasar tenaga kerja terjadi karena perusahaan enggan membuka lapangan pekerjaan baru akibat pertumbuhan ekonomi yang lemah. Selain itu, peraturan pemerintah yang sangat protektif terhadap tenaga kerja menyebabkan perusahaan kesulitan untuk mempensiunkan karyawan yang sudah tidak produktif.
Ketiga, terdapat ketidakcocokan antara keterampilan yang dimiliki oleh lulusan sekolah atau perguruan tinggi dengan kebutuhan tenaga kerja di industri.
Keempat, perubahan-perubahan inovatif yang meningkatkan efisiensi dalam proses produksi dan bisnis, sehingga mengakibatkan pengurangan jumlah pekerjaan.
Kelima, dalam konteks globalisasi, negara-negara yang mampu memproduksi barang atau jasa secara efisien akan mengalami peningkatan permintaan produksi, sementara negara-negara yang kurang efisien akan mengalami tingkat pengangguran yang tinggi. Faktor-faktor di atas menggambarkan kurangnya keterlibatan negara dalam menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Sistem ekonomi liberal menjadi akar masalah pengangguran, karena tanggung jawab penyediaan lapangan kerja sering kali dialihkan kepada perusahaan swasta. Lulusan sekolah atau perguruan tinggi sering kali harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan industri.
Dampak dari meningkatnya jumlah generasi muda yang termasuk dalam kategori NEET dapat berdampak negatif bagi suatu negara. Pertama, penerimaan pajak akan menurun karena banyaknya Gen Z yang menganggur, yang berarti mereka tidak dapat menyumbangkan pajak penghasilan (PPh) karena tidak memiliki pendapatan. Ini berarti negara kehilangan sumber pendapatan yang potensial, dengan fokus pada pajak saat ini tanpa mempertimbangkan masa depan generasi. Kedua, pertumbuhan ekonomi terhambat karena Gen Z yang tidak bekerja tidak akan berkontribusi dalam konsumsi, yang pada gilirannya akan menekan produksi dan mengurangi minat perusahaan untuk melakukan ekspansi bisnis atau membuka usaha baru. Ini dapat menghambat mesin ekonomi dari investasi. Ketiga, tabungan masyarakat akan menurun, yang merupakan sumber pembiayaan penting untuk pembangunan. Keempat, meningkatnya jumlah Gen Z yang menganggur akan meningkatkan beban masyarakat dan menyebabkan masalah sosial, seperti peningkatan permintaan bantuan sosial dan layanan kesehatan, serta potensi munculnya penyakit sosial seperti gelandangan atau pengemis. Sistem kapitalis cenderung melihat masyarakat dari sudut pandang untung rugi, sehingga banyaknya Gen Z yang menganggur dianggap sebagai beban bagi negara. Kelima, dampak-dampak ini mengindikasikan bahwa kekhawatiran pemerintah terhadap jumlah besar Gen Z yang menganggur tidak hanya berdampak pada masa depan generasi tersebut, tetapi juga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi negara. Hal ini juga mengancam pencapaian target Indonesia Emas 2045.
Tentunya hal ini hanya dapat diatasi oleh sistem Islam. Kebijakan dalam sistem Islam akan berkomitmen untuk mempersiapkan generasi yang unggul, bukan generasi yang menganggur. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh negara.
Pertama, Departemen Pendidikan akan menyelenggarakan pendidikan yang mampu melahirkan teknokrat dan ilmuwan yang berakhlak Islam, serta mampu mengelola sumber daya alam menjadi teknologi canggih atau pesawat tempur modern. Biaya pendidikan akan ditanggung oleh negara sehingga dapat dinikmati oleh seluruh rakyat tanpa dipungut biaya.
Kedua, negara akan mendirikan sejumlah industri yang terkait dengan harta kekayaan umum. Banyak masyarakat, termasuk generasi muda, akan direkrut untuk bekerja di industri-industri tersebut. Generasi yang memiliki kualitas unggul akan mengelola kekayaan umum sesuai dengan prinsip Islam dan kepentingan umum.
Ketiga, fokus pada pembentukan generasi sebagai pemimpin atau intelektual, bukan sebagai penganggur. Departemen Pendidikan akan menyelenggarakan pendidikan di perguruan tinggi yang mampu melahirkan ulama, mujtahid, pemikir.
Wallahualam bissawab
Posting Komentar