-->

Islam Menjaga Fitroh Ibu


Oleh: Hamnah B. Lin


Dilansir oleh detiknews tanggal 9/06/2024 bahwa telah terjadi dua kasus ibu mencabuli anaknya dan direkam karena iming-iming uang. Beberapa hal pun menjadi sorotan dari Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Awalnya, seorang ibu muda berinisial R (22) di Tangerang Selatan, Banten, dilaporkan melecehkan anak kandungnya sendiri yang berusia 4 tahun. Kejadian serupa kembali terjadi. Kali ini, polisi menangkap ibu inisial AK (26), yang tega mencabuli putra kandungnya yang masih berusia 10 tahun di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan mengaku prihatin atas banyaknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan orang tua terhadap anak kandungnya.

"Seorang ibu berinisial AK berusia 26 melakukan pelecehan seksual terhadap anak kandungnya yang masih kategori anak. Seperti yang terjadi di Tangerang Selatan, kasus ini bermotif ekonomi atas permintaan seorang pemilik akun Facebook berinisial IS," ujar Kawiyan dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/6/2024).

"IS ini juga yang menyuruh pelaku di Tangerang Selatan melakukan pelecehan seksual dan merekamnya dalam bentuk video. Ia mengiming-imingi (pelaku) akan diberikan uang Rp 15 juta," sambungnya.

Kawiyan berharap Bareskrim Polri dan Direktorat Jenderal Aplikasi dan Informatika Kominfo bergandengan tangan mencari dan menangkap IS. Ia menyebut tak tertutup kemungkinan kejahatan yang dilakukan IS merupakan sebuah sindikat yang melibatkan banyak pihak.

Sungguh miris, kejahatan dunia maya makin merajalela. Para korban terjerat karena iming - iming materi atau uang. Lagi - lagi muara nya adalah ekonomi, karena uang segalanya bisa dilakukan. Bahkan anak sendiri menjadi mangsa kejam dan menjijikkan demi sebuah konten berbalas uang. Dimana hati nurani para penjahat dunia maya, dimana hati nurani ibu yang apakah tidak berfikir 1 juta kali sebelum melakukan kesalahan fatal ini. Dimana fikiran waras seorang ibu yang oleh Allah fitrohkan kepada wanita - wanita tangguh sebagai bekal menjaga dan mendidik anak - anak.

Tentu para korban dan pelaku ini tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena mereka juga korban dari penerapan sistem rusak dan merusak yakni kapitalisme sekulerisme yang diterapkan di negeri ini. Yakni sebuah sistem yang bukan dari Islam, bukan dari Sang Pencipta. Sebuah sistem untuk mengatur seluruh kehidupan ini agar memisahkan kehidupan ini dengan aturan Allah Sang Pencipta. Kita dapati orang rajin shalat, tapi juga rajin melakukan korupsi dan melakukan riba. Ada seorang rajin puasa tapi tidak menutup aurat jika keluar rumah. Sistem ini memiliki lemikiran bahwa Sang Pencipta hanya ada dalam ranah ibadah mahdah yakni saat melakukan  shalat, puasa, berzakat, berhaji dan umrah. Diluar itu, aturan manusia lah yang menjadi tuntunan, karena mereka menganggap aturan manusia lah yang lebih dipilih.

Sebagaimana pelaku kejahatan dunia maya dan korban yang melakukan pelecehan seksual, mereka sudah kesulitan ekonomi, kurang paham dengan agama, atau paham tetapi karena himpitan ekonomi yang kuat hingga membuat mereka kalap.

Disinilah tanggung jawab pemerintah yang bukan main - main juga luar biasa besar. Karena mereka telah rela bersedia menjadi penguasa, maka tanggung jawab ini harusnya mereka pikul dengan amanah. Namun karena sistem kapitalis sekuleris yang menjadi aturan negara ini, para penguasa pun, mereka juga menjadi penguasa yang sekuler.

Juga merebaknya kasus asusila terhadap anak sejatinya karena tidak adanya perlindungan berlapis untuk anak. Hal ini disebabkan oleh tereduksinya pemahaman tentang kewajiban negara, masyarakat, dan keluarga, serta tidak diberlakukannya aturan baku di tengah-tengah masyarakat.

Inilah akibat kegagalan sistem menyolusi berbagai persoalan karena kesalahan merumuskan akar masalah. Maraknya kasus asusila pada anak adalah buah penerapan sistem sekuler liberal. Keimanan terkikis, peran agama makin terpinggirkan, dan sanksi hukum yang tidak memberikan efek jera menjadikan kejahatan seksual makin beragam.

Akibat sekularisme, kaum muslim kehilangan gambaran nyata tentang kehidupan Islam yang sesungguhnya. Islam hanya terbatas pada ibadah ritual. Aturan Islam tergantikan dengan hukum sekuler buatan manusia. Aturan inilah yang mendominasi tata pergaulan sosial di masyarakat, padahal Islam sudah memiliki solusi tepat dalam mengatasi maraknya perbuatan asusila dan pelecehan seksual.

Islam memiliki sejumlah perlindungan berlapis dalam mengatasi kejahatan seksual. Di antaranya pertama, lapisan preventif, yaitu pencegahan. Islam mengatur secara terperinci batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, yakni (1) mewajibkan perempuan menutup aurat dengan berhijab syar’i (kewajiban berjilbab dan berkerudung di ruang publik); (2) kewajiban menundukkan pandangan bagi laki-laki dan perempuan; (3) karangan berkhalwat, tabaruj (berhias di hadapan nonmahram), dan berzina; (4) memerintahkan perempuan didampingi mahram saat melakukan safar (perjalanan lebih dari sehari semalam) dalam rangka menjaga kehormatannya; dan (5) memerintahkan untuk memisahkan tempat tidur anak.

Kedua, lapisan kuratif, yaitu penanganan. Dalam hal ini, penegakan sistem sanksi Islam wajib terlaksana. Terdapat dua fungsi hukum Islam, yakni sebagai zawajir (memberikan efek jera) dan jawabir (penebus dosa) bagi pelaku tindak kejahatan. Ketika hukum Allah berjalan, tidak ada istilah tawar-menawar bagi manusia untuk menangguhkan hukuman tersebut. Hukum Islam sangat adil memberi ganjaran dan balasan pada pelaku maksiat.

Ketiga, lapisan edukatif, yaitu pendidikan dan pembinaan melalui sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah Islam. Individu dan masyarakat akan terbina dengan Islam. Syariat Islam sebagai standar perbuatan. Pendidikan Islam juga akan membentuk kepribadian Islam pada generasi. Alhasil, mereka menjadi generasi yang imannya kuat, pemikirannya matang, dan cakap akan ilmu dan amalnya. Laki-laki akan terdidik sebagai pemimpin masa depan dan calon kepala rumah tangga yang bertanggung jawab. Sementara itu, perempuan akan terdidik sebagai calon ibu yang memahami peran domestik dan publik.

Keempat, peran negara. Semua lapisan tersebut tidak akan bisa berjalan tanpa peran negara. Negaralah pihak yang paling bertanggung jawab melaksanakan dan mewujudkan perlindungan dan keamanan bagi rakyat. Sistem pendidikan dan tata pergaulan Islam tidak bisa terlaksana tanpa kehadiran negara sebagai pelaksana dan penerap syariat secara kafah.

Butuh peran kita semua, bergandengan tangan memiliki kewajiban yang sama yakni menegakkan sebuah institusi yang bisa menjalankan solusi Islam secara nyata, yakni dengan tegaknya negara bersistem Islam, khilafah Islamiyah.
Wallahu a'lam.