-->

Lebaran Berbeda, Mahkota Kewajiban Solusinya


Oleh: Zahra K.R (Aliansi Penulis Rindu Islam)

Tak jarang umat Islam menyaksikan perbedaan dalam penentuan hari lebarannya baik ketika hari raya Idul Fitri maupun hari raya Idul Adha. Karena seringnya terjadi perbedaan ini, muncullah berbagai anggapan di kalangan masyarakat yang meresahkan. Mereka seolah menganggap wajar perbedaan ini terjadi. 

Sebagaimana yang dikabarkan oleh beberapa media baru-baru ini yang memberitahukan jika lebaran kali ini kembali terjadi perbedaan. Ada sebagian masyarakat yang menganggap remeh perbedaan ini namun juga ada yang menganggap serius. Namun tentunya, bagi umat Islam tidak boleh meremehkan setiap permasalahan yang menyangkut agamanya.

Sementara itu hasil sidang isbad Jumat, 7 Juni 2024 yang diadakan Kementerian Agama (Kemenag) RI telah memutuskan jadwal Hari Raya Idul Adha 2024. Dalam laman resmi Kemenag RI, pemerintah menetapkan 1 Zulhijah 1445 Hijriyah jatuh pada Sabtu, 8 Juni 2024, maka Hari Raya Idul Adha 1445 Hijriah jatuh pada Senin, 17 Juni 2024. NU yang memakai metode rukyatul hila juga merilis hal yang sama dalam laman resminya. (detik.com 10 Juni 2024). Senada dengan pemerintah dan NU, ormas Muhammdiyah juga telah menentukan hari raya idul adha 10 Dzulhijjah tahun ini dengan metode Hisab jatuh pada hari Senin tanggal 17 Juni 2024 (Kompas.com 6/6/2024)..

Di sisi lain Mahkamah Agung Arab Saudi telah mengumumkan jika hari Arafah jatuh pada Sabtu 15 Juni 2024 sedangkan 16 Juni 2024 akan menjadi hari raya pertama Idul Adha. Dilansir dari _Gulf News,_ pengumuman Mahkamah Agung menyusul hilal atau bulan sabit penanda awal bulan hijriyah yang terlihat pada Kamis, 06 Juni 2024. (kompas.com 07/06/2024)

kabar media dari khazanah.republika.co.id juga menerbitkan berita bahwa Idhul Adha Arab Saudi dan Indonesia berbeda. Disana disebutkan bahwa pelaksanaan Idhul Adha tahun 2024/1445 H akan terjadi perbedaan antara Arab Saudi dengan Indonesia. Arab Saudi melaksanakan Idhul Adha pada Ahad 16 Juni 2024, sedangkan Indonesia pada Senin 17 Juni 2024. (Dilansir dari khazanah.republika.co.id 08/06/2024).

Perbedaan penentuan ini terjadi berawal dari perbedaan metode dalam penentuan hari raya. Akibatnya, umat Islam memiliki kemungkinan terjadinya perbedaan dalam lebaran. Padahal, di masa Rosulullah Saw dulu umat Islam seluruh dunia serempak dalam merayakan hari raya tidak ada perbedaan di antara mereka walaupun mereka dipisahkan oleh jarak dan waktu. Namun, perbedaan waktu di Bumi ini dari ujung ke ujung jika di hitung tidak mencapai 24 jam sehingga tidak wajar jika ada perbedaan hari raya bagi umat Islam.

Kaum Muslimin harus menyadari bahwa tak ada kewajaran terjadinya perbedaan dalam hal masalah pokok seperti lebaran ini. Karena penentuan lebaran berbeda dengan masalah cabang seperti penentuan hukum fiqih yang dibolehkan terjadi perbedaan. Penentuan hukum fiqih itu masalah furu' (cabang) bukan masalah pokok. Masalah pokok berkaitan dengan wajib dan haram atau baik dan buruk sehingga jika salah dalam menentukan hukumnya maka akan berdosa, sedangkan masalah cabang itu berkaitan mubah atau sunnah, mana yang baik dan mana yang lebih baik dari suatu hukum sehingga tidak ada dosa dalam menentukan masalah cabang. Sehingga, para Mujtahid tidak dihukumi salah atau benar karena salah atau benarnya dalam menentukan hukum masalah cabang tidak ada dosa didalamnya, jika salah dalam menentukan maka mendapat pahala satu namun jika benar maka mendapat pahala dua.

Lalu bagaimana kaum muslimin tahu mana hal yang termasuk ke dalam masalah cabang atau masalah pokok? Yaitu adanya dalil yang menunjukkan atas wajib atau haramnya dalam hal itu. Seperti dalam masalah lebaran, mengapa masalah lebaran tidak boleh terjadi perbedaan karena ada sebuah dalil terkait keharaman puasa di hari lebaran sehingga salah dalam menentukan lebaran akan menjerumuskan seseorang dalam perbuatan yang haram seperti puasa tadi.

Sebagaimana Hadits dari Abu Hurairah RA Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum bahwa _Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari puasa pada dua hari: Idul Fithri dan Idul ‘Adha._ (HR. Muslim no. 1138).

Dari sini telah membuktikan bahwa jika terjadi kesalahan dalam menentukan hari lebaran maka seseorang bisa terjerumus dalam perbuatan haram yaitu dosa. Sehingga dalam penentuan lebaran ini harus benar menurut Syara'. Sehingga kaum Muslimin harus memakai metode yang sama di seluruh dunia, dan metode ini tentunya motode yang syar'i sesuai apa yang Nabi ajarkan pada kita semua.

Namun, mirisnya saat ini kaum Muslimin tampak sulit untuk memakai motede yang sama ini apalagi perbedaan ini bukan lagi karena dalil syar'i melainkan karena faktor racun fanatisme yaitu nasionalisme yang sedang menggerogoti tubuh kaum Muslim di seluruh dunia termasuk negeri ini. Penentuan yang mereka lakukan saat ini pun tidak sesuai dengan dalil penentuan Idul Adha yang menyatakan mengikuti Amir Makkah. Padahal, Rosulullah sudah jelas memerintahkan hal itu. 

Hadits Husain Ibn Al-Harits Al-Jadali RA, dia berkata: _“Sesungguhnya Amir (Wali) Makkah pernah berkhutbah dan berkata : “Rasulullah SAW mengamanatkan kepada kami untuk melaksanakan manasik haji berdasarkan ru’yat. Jika kami tidak berhasil meru’yat tetapi ada dua saksi adil yang berhasil meru’yat, maka kami melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.”_ (HR Abu Dawud [hadits no 2338] dan Ad-Daruquthni [Juz II/167]). 

Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa pada saat Daulah Islamiyyah berdiri, penentuan hari Arafah dan hari-hari pelaksanaan manasik haji, telah dilaksanakan oleh pihak Wali Makkah. Hal ini tentunya berlandaskan atas perintah dari Nabi Muhammad Saw kepada Amir (Wali) Makkah pada masa itu untuk menetapkan hari dimulainya manasik haji berdasarkan ru'yat. Sehingga kaum Muslimin di seluruh dunia pada saat itu serempak mengikuti keputusan dari Amir Makkah atas perintah Nabi Saw.

Berbeda dengan kondisi saat ini. Kaum Muslimin sudah terlanjur terserang racun nasionalisme yang telah digembor-gemborkan oleh musuh Islam yaitu penjajah. Jauh di balik sana para musuh Islam sedang tertawa gembira menyaksikan peristiwa ini. Ya, para musuh Islam telah berhasil memecahbelah kaum Muslimin sehingga mereka tak lagi bersatu.

Tak ada solusi lain untuk menghilangkan segala bentuk racun-racun ini selain kaum Muslimin kembali lagi pada satu kepemimpinan yaitu Khilafah Islamiyyah ala Manhaj Annubuwwah. Karena hanya kepemimpinan dalam Islam lah racun-racun seperti itu akan dihapuskan. Racun bersifat bahaya, sedangkan kepemimpinan dalam Islam selalu melindungi umat dari segala bentuk mara bahaya. Sehingga, umat Islam tak akan lagi mengalami perbedaan dalam penentuan hari raya baik Idul Adha maupun Idul Fitri.

Wallahu a'lam bish shawwab.