-->

Rame Ormas Kelola Tambang, Apakah Politik Balas Budi?

Oleh: Anastasia S.Pd.

Di masa akhir pemerintahan Jokowi, rupanya pemerintah sedang melakukan gebrakan dan program kerja, yang saat ini sudah semakin sulit diterima oleh akal sehat manusia. Setelah mega proyek IKN, yang mana negara telah jor-joran mengeluarkan dana yang fantastis, kini muncul UU terkait tambang, di mana Jokowi telah  menekan  aturan baru soal ormas keagamaan bisa dapat prioritas izin tambang. 

Aturan Nomor 25/2024 ini, merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96/2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara (minerba) ini resmi berlaku sejak ditandatangani Jokowi 30 Mei lalu.

 Alasan pemerintah mengambil UU ini adalah  jalur khusus ormas,  guna peningkatan kesejahteraan masyarakat.  Dengan  Jangka waktu penawaran selama lima tahun sejak peraturan itu berlaku. Untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan di Pasal 83A. Bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran prioritas kepada badan usaha milik Ormas Keagamaan.

Tentu keputusan ini mendapat berbagai kritikan, salah satunya dari seorang peneliti  Ruth diah Rahayu, peneliti Indoprogres Institute for Social Research and Education (IISRE) yang menyatakan, kalau UU terkait pengelolaan tambang yang bekerja sama dengan ormas, hanya akan menambah permasalahan tambang semata. Padahal saat ini pengelolaan tambang sangatlah sensitif, banyak pertimbangan tersendiri, sebelum akhirnya melakukan eksplorasi tambang. Apalagi pengelolaan tambang oleh ormas yang memang bukan kapasitasnya. Terlebih-lebih alasan tambang dikelola oleh ormas sangat kuat adanya kepentingan politik dan bisnis. 

Tambang apabila terjun menjadi industri bisnis,  bukan perawatan, penyelamatan alam maupun masyarakat. Hampir semua tambang berada di hutan dan gunung yang menjadi sumber penghidupan masyarakat. Ketika ada tambang di areal produksi, maka konsekuensinya masyarakat pun akan terusir. Mereka pun kehilangan pekerjaan, lahan tani tergusur untuk pertambangan.

Mengingatkan saat ini, alasan pemerintah, memilih jalur khusus ormas diklaim sebagai usaha guna peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun fakta di lapangan begitu kontraproduktif. 

Tentu hal tersebut mendapat tanggapan yang berbeda dari Eko Cahyono, sosiolog dari IPB University juga peneliti Sajogyo Institute menduga,  peraturan ini untuk menepati janji politik Jokowi, terutama saat mendukung pasangan Prabowo Subianto- Gibran Raka Buming Raka, pada pemilu lalu. Ormas keagamaan merupakan mitra strategis politik jadi apabila dapat merangkul mereka, pemerintah bisa mengontrol atau menaklukkan masyarakat sipil. Monggabay.co.id (04/06/2024).

Di sisi lain, lahir UU terkait pengelolaan tambang pun mendapat penolakan yang serupa dari ormas keagamaan contohnya, dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menolak untuk ikut dalam pengelolaan tambang. Hal yang berbeda dengan, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang sangat berminat bahkan sudah mengajukan izin. CNN Indonesia (08/06/2024). 

Tentu alasan adanya UU tersebut sangat erat dengan adanya dugaan politik balas Budi kaum oligarki.

Pengelolaan Tambang Bukan Untuk Komersialisasi Golongan 

Jelas, apabila kita melihat fakta saat ini industri pertambangan hanya dikelola untuk kepentingan tertentu saja. Apalagi di tahun politik kemarin memang berbagai kepentingan di balik pengelolaan tambang sangat erat hubungannya dengan penguasa yang akan berkuasa.

 Kepemimpinan dalam sistem kapitalis hanya menciptakan dinasti oligarki. Termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam, tak terkecuali tambang yang akhirnya menjadi bagi-bagi kue kekuasaan. Komersialisasi dan politik kepentingan sangat kental terhadap lahirnya UU pengelolaan izin tambang, apalagi di masa berakhirnya rezim Jokowi, yang akhirnya diteruskan oleh generasi oligarki. Maka dari itu, sistem ekonomi yang dibangun dalam sistem kapitalis sekarang, tidak akan ada istilah tambang dapat mensejahterakan rakyatnya. 

Karena sistem kapitalis menjadikan tambang sebagai monopoli yang menopang kekuasaan  golongan tertentu. 

Tambang Untuk Kepentingan Umat 

Dalam pandangan Islam, pengelolaan tambang haruslah dikelola oleh negara, bukan melibatkan pihak ketiga, apalagi dengan alasan komersialisasi golongan tertentu. Tentu ini sangat bertentangan dengan Islam, karena Islam memandang hasil  pengelolaan sumber daya alam adalah milik umat. Di mana negara sebagai pemangku kekuasaan mengambil alih pengelolaan tersebut, yang mana hasil dari pengelolaan tersebut menjadi pemasukan negara untuk melayani kepentingan umat. 

Kita memahami, apa yang ada di dalam perut bumi tidak ternilai harganya serta jumlahnya. Sehingga apabila dimonopoli oleh suatu golongan bertentangan dengan ketentuan syariat Allah. 

Tambang adalah kekayaan yang ada di dalam perut bumi, dengan nilai ekonomi yang besar, sehingga tidak boleh dimiliki/dikelola oleh individu dengan kepentingan tertentu, karena merupakan kepemilikan umum. Hal tersebut merujuk pada sabda Rasulullah saw, 

“Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal, yakni air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah). 

Rasulullah saw. juga bersabda, 

“Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli, yaitu air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah).

Maka dari hadis tersebut sudah jelas, bahwa tambang kepemilikan umum yang harus dikelola negara, untuk kepentingan umat. Wallahu' Alam.