Ulama Dan Penguasa
Oleh: Yuliana ( Ibu Rumah Tangga )
Ulama adalah Warasatul Anbiyaa “pewaris para nabi dan rasul Allah", mengapa ulama dijuluki sebagai Warasatul Anbiyaa? Hal ini dikarenakan tugas dari ulama tidak berbeda jauh dengan tugas para Nabi dan Rasul yaitu menyampaikan risalah kebenaran Islam ke berbagai penjuru dunia. Tugas ulama tidaklah mudah, namun inilah konsekuensi menjadi seorang ulama. Jika saat ini kita menemui banyak para ulama yang justru takut menyampaikan kebenaran Islam terutama di hadapan para penguasa, maka perlu dipertanyakan perannya sebagai ulama di tengah kondisi umat yang tidak baik-baik saja, di mana korupsi semakin merajalela, kemaksiatan terpampang nyata dan meningkatnya dekadensi moral remaja.
Kedudukan ulama menjadi penyambung umat dengan Rabb, agama dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini tentunya menjadi renungan bagi para ulama untuk kembali kepada tugas utamanya yakni mengajak umat agar mau diatur dengan aturan Islam Kaffah, termasuk para penguasa. Namun saat ini faktanya ulama yang tergabung dalam sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan malah disibukkan dengan urusan yang bukan menjadi bidangnya. Semisal muncul wacana dari Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang berencana untuk memberikan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan dari PBNU. Alasan Pemerintah memberikan konsesi pertambangan pada ormas tersebut karena dinilai oleh penguasa mereka berjasa pada bangsa dan negara. Padahal peran ulama dalam ormas tersebut tidak seharusnya mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan secara langsung, tugas ulama hanya mengontrol dan menjadi penasihat bagi penguasa agar tetap pada aturan Alloh Ta'ala dalam menentukan kebijakan agar tidak merugikan rakyat.
Jika hal ini terjadi tentunya sangat berbahaya, karena dikhawatirkan keputusan tersebut hanyalah menjadi alat untuk mengambil hati ormas Islam dan tokoh-tokohnya. Akibatnya, para ulama akan berada di barisan kekuasaan dan lupa akan tugas utamanya. Jika hal itu terjadi, maka penguasa mendapatkan legitimasi atas berbagai kebijakannya yang bisa merugikan rakyat dan bertentangan dengan syariah Islam. Bisa juga fatwa ulama dipakai untuk menutupi berbagai borok penguasa. Sehingga peran utama seorang ulama tidak lagi sesuai dengan fitrahnya. Dalam kondisi demikian, bencana bagi umat jika para ulama malah menjadi stempel kebijakan zalim penguasa dan menjadi bemper penguasa untuk menghadapi umat.
Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan bahwa golongan yang menjadi penyebab terbesar
kerusakan umat adalah para ulama yang menjadi fasik. Sebagaimana sabda beliau :
"Kerusakan umatku adalah oleh ulama yang jahat dan orang bodoh yang beribadah (tanpa ilmu). Seburuk-buruknya kejahatan adalah kejahatan ulama". (HR Ahmad).
Sebab itulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan para ulama agar berhati-hati dalam berinteraksi dengan penguasa. Bahkan sekadar mendekati penguasa saja dapat mendatangkan fitnah. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Siapa saja yang mendatangi pintu-pintu penguasa niscaya terkena fitnah. Tidaklah seorang hamba makin dekat dengan penguasa kecuali makin jauh dari Allah". (HR Ahmad, Abu Dawud, al-Baihaqi, Ibnu ‘Adi dan al-Bukhari dalam Târîkh al-Kabîr).
Bahaya yang terjadi dari peringatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai kedekatan ulama dengan penguasa sampai bisa membuat para ulama semakin jauh dari Allah, na'dzubillahimindzalik. Dikatakan dalam riwayat lain ada perintah untuk menjauhi pintu-pintu penguasa, sebagaimana Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Waspadalah kalian terhadap pintu-pintu penguasa karena sesungguhnya hal itu akan menyebabkan kesulitan dan kehinaan". (HR ath-Thabarani dan ad-Dailami).
Adapun ulama boleh mendekati pintu penguasa sekedar untuk menjalankan tugasnya amar ma'ruf nahi munkar serta mengoreksi sikap keliru dan zalim para penguasa, dan yang tidak kalah pentingnya tugas utama ulama yakni menyerukan Islam sebagai satu-satunya solusi terbaik untuk negeri. Para ulama harus mengingatkan para penguasa bahwa penyebab krisis multidimensi yang melanda negeri adalah karena syariah Islam tidak diterapkan untuk mengatur negeri ini.
Bahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan para ulama agar kedudukan mereka di hari akhir sejajar dengan para syuhada yakni :
"Pemimpin para syuhada pada Hari Kiamat adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang jahat, lalu dia melarang penguasa jahat tersebut dari kemungkaran dan menyuruh dia berbuat kemakrufan, namun kemudian penguasa itu membunuh dirinya". (HR ath-Thabarani).
Saatnya ulama menjalankan peran penting dalam negeri ini untuk memastikan bahwa hanya aturan Alloh Ta'ala yang diterapkan di negeri ini. Semoga para ulama tidak terjebak fitnah penguasa, lalu berpaling membenarkan kedustaan dan kezaliman mereka. Sungguh betapa keras ancaman Allah SWT terhadap para ulama yang bersekutu dengan para penguasa yang zalim.
Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.
Posting Komentar