-->

Anak Durhaka Salah Siapa?


Oleh: Ilma Kurnia P, S.P (Pemerhati Generasi)

Baru ini berita mencengangkan muncul dari daerah Duren Sawit, Jakarta Timur yaitu ditemukan seorang pedagang yang tewas di toko perabot, polisi mengungkapkan bahwa pelakunya adalah dua anak kandungnya sendiri. Menurut hasil penyelidikan, kedua anak tersebut mengakui bahwa mereka menusuk ayah mereka menggunakan pisau setelah tertangkap mencuri. Motif mereka diduga karena sakit hati akibat dimarahi ayah mereka terkait dengan perbuatan mencuri uang dari dirinya (liputan6.com, 23/06/2024). Tak hanya itu, kejadian serupa terjadi pula di Lampung. Seorang pemuda berusia 20 tahun tega menganiaya ayah kandungnya sendiri hingga meninggal dunia. Tersangka kesal karena ayahnya yang stroke meminta tolong untuk diantar ke kamar mandi. Menurut pengakuan warga, pelaku sering menghisap lem untuk mabuk dan sering terlibat cekcok dengan sang ayah (okezone.com, 14-06-2024). Semakin hari semakin marak penganiayaan anak terhadap orang tua. Bahkan sampai tega menghilangkan nyawa. Fenomena di atas sungguh amat sangat miris, mengingat pelakunya masih remaja. Tindakan tersebut sudah jelas merupakan tindak kejahatan. Pantas jika pelakunya disebut anak durhaka. Banyaknya kasus yang serupa menunjukkan jauhnya generasi saat ini pada nilai-nilai agama. Adab dan sopan santun seakan tidak lagi menjadi sesuatu yang berharga.

Sistem sekularisme-kapitalisme telah mengubah pandangan masyarakat terhadap nilai keluarga. Dalam konteks ini, sekularisme telah menghasilkan individu yang kehilangan kekuatan spiritualnya, kurang mampu mengatur emosi, dan sering kali merasa hampa secara batin. Sementara itu, kapitalisme telah mendorong manusia untuk mengejar tujuan materi dengan mengesampingkan nilai-nilai kewajiban terhadap orang tua. Pendidikan yang diterapkan dalam sistem sekuler tidak memadai dalam mengajarkan nilai-nilai seperti kewajiban bakti kepada orang tua. Akibatnya, generasi muda tidak memiliki karakter yang terdidik dengan baik, dan ini berdampak pada kerusakan hubungan mereka dengan Allah. Mereka sering kali tidak menyadari bahwa setiap tindakan mereka akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat, sehingga mereka cenderung berperilaku tanpa mempertimbangkan akibat baik dan buruk dari tindakan mereka.

Kesimpulannya, dampak dari sekularisme dan kapitalisme dalam pendidikan dan pandangan terhadap nilai keluarga telah menghasilkan generasi yang rapuh dalam nilai-nilai spiritual dan cenderung tidak memahami konsekuensi dari perbuatan mereka di dunia dan di akhirat. Dalam Al-Quran, surah, Allah berfirman:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak keduanya dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (TQS. Al-Israa’ ayat 23)

Ayat ini menyoroti pentingnya memberikan penghormatan dan kewaspadaan yang penuh kepada kedua orang tua, dengan menghindari tindakan yang bisa melukai perasaan mereka. Namun, tantangan saat ini tidak hanya terbatas pada kasus-kasus kekerasan verbal atau emosional terhadap orang tua, tetapi telah mencapai tingkat ekstrem seperti tindakan pembunuhan. Penerapan sistem kapitalisme dalam kehidupan sehari-hari dinilai gagal dalam memenuhi aspirasi manusia untuk hidup sesuai dengan fitrah dan akal budi yang diberikan. Hal ini menyebabkan jarak antara manusia dengan tujuan asal penciptaannya, yaitu sebagai hamba yang bertanggung jawab dan khalifah yang membawa rahmat bagi alam semesta. Akibatnya, terciptalah generasi yang tidak hanya rusak dalam nilai-nilai moralnya tetapi juga berpotensi merusak nilai-nilai masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Dalam Islam, masyarakat dan pemerintah memiliki peran penting dalam menyediakan dukungan sosial dan pendidikan yang memadai untuk mencegah kasus-kasus kekerasan dalam keluarga. Islam mendidik generasi menjadi generasi yang memiliki kepribadian Islam, yang memiliki pola pikir dan pola sikap islami yang akan berbakti dan hormat pada orang tuanya, dan memiliki kemampuan dalam mengendalikan emosi. Pendidikan dalam Islam akan membentuk generasi yang menstandarkan segala perbuatannya pada aturan syariat. Sehingga para anak akan berlomba-lomba berbakti kepada kedua orang tuanya dikarenakan mereka menyadari bahwa orang tua adalah jalan menuju surga-Nya.

Islam memiliki mekanisme dalam menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindak kriminal. Hal ini juga tak terlepas dari peran negara Islam yang Juga akan menegakkan sistem sanksi yang menjerakan sehingga dapat mencegah semua bentuk kejahatan termasuk kekerasan anak pada orang tua. Wallahualam bishawab..