-->

Bunuh Diri Marak, Ada Apa Dengan Mental Health Generasi

Oleh: Mutia Syarif 

Blitar, Jawa Timur 

Kehidupan yang sempit, kemiskinan menghimpit, utang membuat semakin pailit, rejeki yang dirasa sedikit. Faktor-faktor itu merupakan sedikit contoh penyebab bunuh diri. Suicide, atau bunuh diri seolah menjadi jalan untuk ‘kabur’ dari berbagai persoalan dunia. Namun apakah itu merupakan solusi tuntas? Nyatanya, tidak. Tipisnya keimanan membuat sebagian masyarakat yakin bahwa bunuh diri merupakan salah satu jalan keluar untuk terlepas dari segala belenggu duniawi. Sayangnya, mereka tidak berpikir panjang, pertanggung jawaban yang harus mereka hadapi di akhirat kelak. Ini merupakan indikasi bahwa krisis akidah sudah menjalari masyarakat negeri. Sebagai negeri mayoritas muslim, tentu hal ini sangat kontras. Karena dalam Islam, perbuatan bunuh diri merupakan dosa besar.

Fakta menunjukkan bahwa angka tingkat bunuh diri di Bali menjadi yang paling tinggi di Indonesia. Data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri menyebutkan laporan kasus bunuh diri di Bali sepanjang 2023 angkanya mencapai 3,07. Suicide rate atau tingkat bunuh diri tersebut dihitung berdasarkan jumlah kasus bunuh diri dibandingkan dengan jumlah penduduk. (cnnindonesia.com 02/07/2024)

Setelah diteliti, ternyata ada dua penyebabnya, yakni meliputi faktor biologis dan psikososial.

"Penyebab secara biologis karena memang ada kelainan mental pada seseorang seperti depresi, skizofrenia, atau gangguan bipolar. Kemudian, psikososial seperti terbelit utang, terutama saat ini adalah pinjol (pinjaman online)," ungkap dokter spesialis kejiwaan atau psikiater RSUP Prof Ngoerah, Anak Ayu Sri Wahyuni. (cnnindonesia.com 02/07/2024)

Kedua faktor yang diungkapkan tersebut merupakan output dari penerapan sistem kapitalisme. Karena kini, beban hidup masyarakat memang semakin berat, hal itu dapat mengganggu mental health masyarakat. Ditambah lagi sekulerisme yang sudah mengakar di benak masyarakat. Pemisahan agama dan kehidupan jelas turut andil dalam bobroknya akidah umat sehingga mereka menjadi individu yang lemah secara mental dan juga iman. Maka wajar saja jika mereka merasa bunuh diri merupakan ‘jalan ninja’ untuk keluar dari berbagai persoalan hidup.

Pendidikan sejatinya menjadi sebuah sarana dalam membentuk kepribadian yang kuat dan kokoh akidahnya. Namun pada kenyataannya, sistem pendidikan sekuler malah memperparah keadaan. Kegagalan dalam mencetak generasi yang tangguh, merupakan bukti nyata bahwa pendidikan saat ini tidak berorientasi pada pembentukan karakter dan kepribadian islami. Sedangkan biaya pendidikan semakin mahal, dan selalu naik hampir tiap tahunnya. Ini juga menjadi bukti gagalnya negara dalam meriayah dan menjaga kesehatan mental rakyat.

Padahal Indonesia dikabarkan akan mendapatkan bonus demografi pada beberapa tahun mendatang. Akan tetapi jika kondisi kesehatan mental para generasinya rusak, mau dibawa kemana nasib bangsa ini. Kelemahan mental ini dipengaruhi beberapa hal salah satunya adalah pandangan hidup berdasarkan sekulerisme kapitalisme.

Islam mendudukan seorang pemimpin sebagai rain dan junnah. Seorang pemimpin harus bisa meriayah rakyatnya secara keseluruhan termasuk kondisi mentalnya. Jika telah diketahui akar permasalahan yang menyebabkan lemahnya mental umat, maka hal tersebut akan diperbaiki dan diperhatikan. Kesejahteraan rakyat merupakan faktor utama agar mental health masyarakat bisa stabil. Tentunya dengan diberikan pembinaan nafsiyah agar dapat lebih bersabar dalam mengahadapi segala cobaan kehidupan dan bersyukur menerima segala ketetapan Allah Swt. Sehingga masyarakat tidak kering jiwanya dan dapat senantiasa menjaga kesehatan jiwa dan raganya.

Semua hanya dapat terwujud melalui sistem paripurna yakni dengan menerapkan Islam kaffah dalam setiap lini kehidupan, baik kehidupan individu, kehidupan masyarakat dan juga kehidupan bernegara. Wallahu'alam.