-->

Indonesia Darurat Judi Online, Butuh Solusi Sistemis

Oleh : Ummu Farras

Allah SWT telah berfirman dalam QS Al Maidah ayat 90 : “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”.

Namun hukum judi yang jelas-jelas haram, ternyata tidak menghalangi merebaknya judi online saat ini di tengah masyarakat. Bahkan meresahkan sebab sudah menggurita di negeri ini. Pelakunya tidak lagi memandang kaya ataupun miskin, sebab sudah merambah ke berbagai kalangan dari kaum jelata hingga sosialita, rakyat biasa sampai pejabat, usia muda hingga tua, laki-laki dan perempuan.

Belum usai negeri ini perang melawan narkoba, korupsi, dan pinjaman online (pinjol), kini ditambah lagi judi online (judol). Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), nilai transaksi Kejahatan judol di Indonesia mencapai lebih Rp600 triliun. (CNN Indonesia, 14-6-2024).

Kapitalisme, Sumber Masalah Judol

Pelaku judol di Tanah Air tersebar di seluruh pelosok negeri. Menjerat masyarakat dari berbagai lapisan, mulai masyarakat bawah, ASN, pegawai BUMN, wartawan, aparat, hingga pejabat di lingkaran kekuasaan; baik laki-laki maupun perempuan, orang tua, dewasa, remaja, hingga anak-anak.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan dari hasil penelusuran tercatat bahwa jumlah transaksi dari 1.000 orang pemain judol di DPR, DPRD, dan Sekretariat Jenderal telah mencapai 63.000 transaksi. (cnbcindonesia.com/ 26/06/2024)

Menko Polhukam Hadi Tjahjanto mengungkapkan ada 80 ribu pemain judol di Indonesia yang terdeteksi berusia di bawah 10 tahun. Judol telah nyata menyebabkan kesengsaraan dan kerusakan, baik kerugian finansial (ekonomi), gangguan psikis (mental), kecanduan judi, kriminalitas, hingga hilangnya nyawa manusia.

Faktor utama judol adalah ekonomi, sulit mendapatkan pekerjaan atau mencari penghasilan, pada akhirnya mencari jalan pintas untuk menghasilkan uang banyak dengan cepat dan mudah. Hal itu sangat relevan dengan kondisi krisis ekonomi dunia saat ini khususnya setelah pandemi Covid-19.

Ketimpangan ekonomi akibat penerapan sistem kapitalisme menyebabkan kekayaan hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Akibat prinsip kebebasan dalam kepemilikan yang diterapkan sistem ekonomi kapitalisme, dunia makin timpang dari sisi ekonomi.

Gaya hidup materialistis yang ditopang standar kebahagiaan hidup bersifat materi dan sikap hidup yang individualis juga menjadikan kepribadian masyarakat sangat rapuh. Jalan pintas dan instan tanpa berpikir panjang menyebabkan orang menjadi pelaku judol di tengah kesempitan rakyat mengakses ekonomi.

Negara Tidak Berdaya Melawan Judol

Persoalan judol bersifat sistemis terkait bisnis ala kapitalisme yang menghalalkan segala cara. Bahkan, judol menjadi bisnis yang terorganisasi secara internasional. Kadivhubinter Polri Irjen Krishna Murti mengungkapkan bisnis judol di Indonesia sangat terorganisasi dan dioperasikan dari wilayah Mekong Raya, yaitu Vietnam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.

Meski dampak kerusakan akibat kejahatan judol sudah sangat membahayakan, tetapi solusi yang pemerintah lakukan tidak menyentuh akar persoalannya. Pemerintah seolah tidak berdaya dalam berperang melawan judol. Ini bisa terlihat dari pernyataan Budi Arie bahwa pemerintah menganggap para pemain judol sebagai “korban” sehingga langkah yang dilakukan bukan penangkapan, melainkan pemulihan. Jika pelaku judol dianggap korban, niscaya tidak akan ada hukuman bagi pelaku judol. Hal ini jelas tidak akan menimbulkan efek jera, melainkan makin merajalela.

Dari sisi hukum, pemberantasan judol juga sangat lemah. Hukum KUHP yang diberlakukan tidak mampu mengatasi persoalan judol. Berdasarkan pernyataan Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menuturkan alasan pelaku atau pemain judol tidak ditahan adalah lantaran jika hal tersebut dilakukan, penjara akan penuh. “Kalau 2,3 juta pelaku yang masang-masang kita tangkap, terus dia sudah judi enggak pernah menang, kita tangkap, kita masukkan penjara, penjaranya penuh dan enggak akan menghentikan ini (judol),” kata Wahyu dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim, Jumat (21-6-2024).

Islam Kaffah Menyelesaikan Kasus Judol

Judol adalah salah satu akibat dari penerapan sistem kapitalisme, penyebab kemiskinan dan kesengsaraan rakyat. Solusi efektif dan efisien adalah dengan mengganti kapitalisme dengan sistem Islam, yakni syariat Islam kafah dalam naungan Khilafah.

Dalam Islam, judi jelas keharamannya. Segala macam bentuk judi, baik offline maupun online, apa pun bentuk permainannya, adalah haram. Tidak ada istilah “judi legal atau ilegal”. Semua pintu perjudian wajib ditutup oleh masyarakat dan negara. Alhasil, untuk menyelesaikan persoalan judol, langkah yang akan ditempuh Khilafah adalah dengan cara pencegahan (preventif) dan penegakan hukum (kuratif) yang tegas. Adapun langkahnya sebagai berikut.

Pertama, melakukan edukasi pada individu, keluarga, masyarakat, dan negara.
Caranya, menancapkan keimanan yang kukuh pada masyarakat dengan akidah yang lurus, senantiasa mengaitkan agama dengan kehidupan dalam segala bidang, merasa diawasi Allah swt. dan para malaikat-Nya sehingga menjadi kontrol efektif bagi individu masyarakat agar tidak terjerumus pada kejahatan judol. Artinya, negara berperan penting dalam mencegah berbagai pemikiran yang merusak akidah Islam, seperti sekularisme, pluralisme, sinkretisme, dan berbagai bentuk moderasi beragama pada masyarakat.

Kedua, menerapkan sistem ekonomi Islam dengan cara mengembalikan kepemilikan umum (SDA) untuk rakyat, kebijakan zakat bukan pajak, dan pemasukan baitulmal lainnya yang disyariatkan.
Dengan mekanisme ini, negara akan menjadi kesejahteraan rakyat dengan kebijakan penyelenggaraan kebutuhan pokok bersifat publik (pendidikan, kesehatan, dan keamanan) berkualitas dan gratis. Memudahkan rakyat mengakses kebutuhan sandang, pangan, dan papan.

Ketiga, memberdayakan pakar informasi dan teknologi (ITE) dan memberikan fasilitas serta gaji tinggi untuk menghentikan kejahatan cyber crime di dunia digital.

Keempat, penegakan hukum bagi pelaku judi (pelaku maksiat adalah kriminal) dengan hukuman takzir sesuai ijtihad khalifah.

Dalam kitab Tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an oleh Imam Al-Qurthubi dijelaskan bahwa alasan Allah Swt. menurunkan keharaman judi dan meminum khamar secara bersamaan adalah karena keduanya memiliki keserupaan. Tindak pidana perjudian di dalam hukum Islam disertakan dengan sanksi khamar, sanksinya berupa 40 kali cambuk, bahkan ada yang berpendapat sampai 80 kali cambuk.

Demikianlah, Islam menuntaskan persoalan judol dan persoalan lainnya, seperti narkoba, korupsi, pinjol, dll. dengan cara memerangi sistem kapitalisme demokrasi. Selanjutnya mengganti sistem tersebut dengan sistem Islam yakni syariat Islam kafah dalam naungan Khilafah.

Wallahu a'lam bisshawab