-->

Investasi Asing, Solusi atau Masalah Baru?

Oleh : Dinda Kusuma WT

Persoalan pengangguran masih menjadi persoalan yang terus dibahas tanpa ada solusi tuntas. Minimnya lapangan kerja, menyebabkan masalah-masalah lain bagaikan efek domino. Mulai dari kemiskinan, rendahnya gaji buruh, kriminalitas, perjudian, perdagangan orang, masalah rumah tangga dan lain sebagainya berakar dari ketidakmampuan masyarakat mendapat pekerjaan layak.

Melihat begitu besarnya kerusakan yang ditimbulkan, seharusnya masalah pengangguran ini menjadi perhatian utama pemerintah. Namun faktanya, pengangguran masih merajalela bahkan yang memiliki pekerjaan pun harus bergelut dengan kekhawatiran terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Sebagaimana diketahui, gelombang PHK massal telah terjadi di Indonesia bahkan sebelum pandemi covid -19. Ditengah pernyataan pemerintah bahwa ekonomi Indonesia meroket, kondisi riil masyarakat sangat memprihatikan.

Dilansir dari cnbc Indonesia, gulung tikarnya sejumlah industri tekstil dan produk tekstil (TPT), hingga menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), sudah terjadi sejak 2019 atau saat sebelum merebaknya Pandemi COVID-19 di tanah air. Ristadi, presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mengatakan "Sebetulnya kami ada data 36 perusahaan tekstil menengah besar yang tutup dan 31 pabrik lainnya melakukan PHK karena efisiensi. Ini data kami kumpulkan sejak tahun 2019. Dan ini baru hanya pabrik yang tempat anggota kami bekerja. Belum termasuk data pemerintah dan Apindo," (cnbcindonesia.com, 30/06/2024).

Ironisnya, kondisi ini justru dipandang secara kapitalistik oleh pemerintah. Alih-alih mensolusi hingga ke akarnya, pemerintah mengambil jalan pintas membuat kebijakan kerjasama investasi dengan asing, terutama China. Jelas, kebijakan ini justru menimbulkan masalah dan kesengsaraan lainnya bagi masyarakat Indonesia.

Investasi asing sejatinya adalah penjajahan gaya baru. Investor yang merasa jumawa sebagai pemilik modal besar, memaksa negara membuat kebijakan yang menguntungkan diri mereka pribadi. Undang-Undang Cipta Kerja adalah contoh nyata ketidakberdayaan pemerintah dalam cengkraman tangan investor. UU cipta kerja tetap disahkan dan diberlakukan meskipun banyak pasal yang merugikan buruh. Diantaranya sistem kontrak tanpa batas waktu tertentu, jam kerja yang eksploitatif dan masih banyak pasal merugikan lainnya. 

Yang lebih menyakitkan, investasi asing malah membawa pesaing bagi tenaga kerja dalam negeri. Pasalnya, investasi mensyaratkan diterimanya Tenaga Kerja Asing (TKA), terutama dari negara China. Padahal para TKA tersebut bukan tergolong tenaga ahli, artinya banyak pekerja dari Indonesia yang mampu melakukan pekerjaaan yang diberikan pada mereka. Gaji yang diperoleh TKA pun jauh lebih besar berkali-kali lipat daripada buruh dalam negeri. Praktis ini adalah pengkhianatan terhadap rakyat. Investasi asing yang digadang-gadang bisa menjadi solusi pengangguran, sebenarnya adalah jebakan dan penyebab semakin banyaknya pengangguran.

Tidak sampai disitu, Investasi asing pada akhirnya bisa menghancurkan kedaulatan negara. Ketika perekonomian telah dikuasai oleh asing, maka negara tidak bisa menolak apapun permintaan investor, bukan hanya dalam hal ekonomi tapi juga merambah ke sektor sosial politik. Pertanyaannya, apakah paradoks Investasi asing ini tidak disadari oleh pemerintah? Tentu saja pemerintah tidak mungkin tidak mengetahui dampak lanjutan investasi asing yang membabi buta ini. Namun inilah keniscayaan ketika sebuah negara menganut sistem sekuler kapitalis.

Sekulerisme, adalah sistem kehidupan yang memisahkan aturan agama, khususnya agama Islam, dari kehidupan sehari-hari baik masyarakat maupun negara. Indonesia, meskipun mayoritas penduduknya muslim, telah menerapkan sekulerisme dan meninggalkan nilai-nilai agama Islam. Aturan agama hanya bisa dilaksanakan skala individu atau di tempat peribadatan saja.

Ketika sekulerisme diterapkan maka otomatis sistem ekonomi yang akan berlaku adalah kapitalisme. Yaitu sistem yang memandang segala sesuatu berdasarkan azas manfaat atau materi. Sesuatu dianggap baik bila ia mendatangkan keuntungan tanpa memandang lagi akibatnya dan halal haramnya. Itulah sebab kerusakan kian nyata. Kemaksiatan merajalela, seperti riba dan perzinahan, karena tidak ada larangan selama perbuatan itu menguntungkan dan tidak mengganggu orang lain.

Investasi asing dinilai mendatangkan cuan besar dan instan bagi negara. Tanpa memandang lagi dampak negatif yang akan ditanggung oleh rakyat di masa depan. Bayangkan betapa hancurnya negeri ini jika sistem kapitalisme dan sekularisme terus diterapkan.

Satu-satunya cara menyudahi kesengsaraan rakyat adalah dengan mengganti sistem kehidupan sekuler kapitalis dengan sistem Islam. Semua solusi permasalahan yang dibutuhkan oleh umat manusia telah lengkap diatur dalam Islam. Islam sebagai agama ideologis bukan hanya mengatur peribadatan individu, namun mengatur pula cara pengelolaan negara di segala sektor. Seluruh aturan tersebut berasal dari Allah SWT sebagai Sang Pencipta sehingga tidak bisa dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk kepentingan pribadi.

Islam melarang Sumber Daya Alam (SDA) dikuasai oleh swasta atau asing. Semua SDA harus dikelola sendiri dan hasilnya semata-mata untuk kemakmuran seluruh rakyat. Pengelolaan SDA disertai pemaksimalan industri-industri berat tentu akan membuka lapangan pekerjaan yang luas. Kerjasama dengan asing dilarang dalam bentuk apapun. Maka negara bersistem Islam menekankan kedaulatan disegala lini agar tidak bergantung kepada asing. Demikianlah jika Islam diterapkan sungguh akan menjadi kebaikan dan keberkahan bagi umat manusia. 

Wallahu a'lam bishsawab