Kebijakan Kapitalistik, Mendatangkan Bencana bagi Rakyat
Oleh : Ummu Farras
Tambang emas ilegal membawa bencana. Hujan yang sangat deras mengakibatkan tanah longsor di area pertambangan emas ilegal di Desa Tulabolo Timur, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Ratusan orang menjadi korban, sebagian selamat, puluhan tewas, dan puluhan lagi masih dalam pencarian. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 7 Juli 2024, sekitar pukul 09.00. Dari data Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP) per 9 Juli 2024, sekitar 148 orang menjadi korban longsor, di antaranya 90 orang selamat, 30 orang dalam pencarian dan 23 orang dinyatakan meninggal dunia. Data tersebut masih ada kemungkinan bertambah karena ada keluarga dari korban yang berdatangan untuk memberikan laporan terkait keluarga mereka.
Untuk menangani bencana tersebut, diturunkan sekitar seribu personel gabungan dari BPBD, TNI, Basarnas, PMI, Pelindo, dan relawan untuk melakukan upaya pencarian dan pertolongan terhadap para penambang. Namun, upaya tersebut cukup menemui kesulitan karena selain hujan lebat dan cuaca buruk, juga kondisi tanah yang labil, sehingga sulit diakses kendaraan dan dikhawatirkan akan terjadinya longsor susulan sehingga harus waspada. (Mongabay.co.id, 10/7/2024)
Ketua Umum Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli mengungkapkan kekhawatirannya perihal maraknya tambang ilegal atau PETI (Pertambangan Tanpa Izin) di Indonesia. Menurutnya, operasi tambang ilegal pasti tidak mengikuti prinsip-prinsip Good Mining Practice (GMP) yang seharusnya menjadi standar industri pertambangan. Mulai dari izin, keselamatan kerja, faktor kesehatan dan lingkungan, serta kewajiban kepada negara tidak menjadi pertimbangan dalam operasionalnya. Jika pun ada perizinan, sifatnya hanya koordinasi dengan aparat setempat berikut setoran ilegal. (Bloomberg Technoz.com, 9/7/2024)
Selain itu, maraknya tambang ilegal, menurut Muhammad Jamil, Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional, merupakan puncak dari pembiaran. Karena selama ini tidak ada tindakan dari aparat penegak hukum maupun pemerintah daerah untuk menghentikan atau menutupnya meski sudah berjalan puluhan tahun.
(Mongabay.co.id, 10/7/2024)
Kebijakan Kapitalistik, Bencana bagi Rakyat
Pertambangan ilegal yang semakin marak, serta bencana yang ditimbulkannya tidak lepas dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berhubungan dengan faktor ekonomi. Sulitnya lapangan kerja hingga meningkatnya kemiskinan, membuat banyak rakyat yang akhirnya menggantungkan mata pencaharian dari aktivitas ilegal tanpa memikirkan resikonya.
Oleh karena itu, masih banyak hal yang harus ditelaah dari bencana banjir dan longsor kali ini. Karena pertambangan ilegal berada di area pertambangan legal milik salah satu perusahaan swasta. Namun, perusahaan tersebut tampak membiarkan terjadinya pertambangan di sana. Tanah yang terus dikeruk untuk tambang semakin lama semakin dalam. Akibatnya tanah akan mudah longsor, dan membahayakan para pekerja. Sementara pihak yang diuntungkan tentu saja para cukong atau pengusaha pemilik tambang. Para pekerja hanya mendapatkan upah sekadarnya, meskipun sudah bertaruh nyawa. Mereka terpaksa menambang secara ilegal, karena begitu sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak, sementara kebutuhan hidup semakin meningkat. Sedangkan untuk menambang secara legal, mereka tidak diberi akses mengelola tambang sebagaimana kemudahan yang diberikan kepada swasta asing.
Selain membahayakan pekerja, PETI juga merusak lingkungan karena menggunakan bahan yang berbahaya, yakni sianida dan merkuri untuk memproses emas. Belum lagi konflik sosial di antara mereka, seperti persaingan antar penambang dan konflik penambang dengan warga masyarakat.
Hal ini diperparah dengan nihilnya peran negara dalam pengawasan terkait teknologi pengelolaan tambang. Padahal pengendalian usaha pertambangan berbasis mitigasi bencana merupakan tanggung jawab negara. Negaralah yang seharusnya bertanggung jawab atas operasional suatu perusahaan dan juga keselamatan warga. Namun, regulasi kapitalistik melarang negara untuk ikut campur dalam hal pengelolaan lahan tambang. Di sisi lain, pihak swasta justru diberikan kebebasan dalam mengelola lahan tambang. Karena negara yang menerapkan sistem kapitalisme sekuler lebih berpihak kepada para pemilik modal dan abai terhadap kepentingan dan keselamatan rakyat.
Hal ini amat berbeda dengan sistem Islam, dimana dalam sistem Islam pengelolaan tambang dilakukan secara mandiri oleh negara.
Dengan pengelolaan tambang secara mandiri dan negara bertanggung jawab penuh terhadap produksi dan distribusi, maka secara otomatis akan membuka lapangan pekerjaan yang besar bagi masyarakat, terlebih sektor-sektor tambang di negeri ini cukup melimpah seperti emas, tembaga, nikel, batu bara, gas, minyak, dan sebagainya.
Sungguh, kebijakan kapitalistik hanya membawa bencana dan kesengsaraan bagi rakyat. Padahal negeri ini begitu kaya, hanya karena pengelolaan yang salah maka rakyatpun tidak dapat menikmatinya.
Pengelolaan Tambang dalam Islam
Islam sebagai agama yang sempurna mempunyai solusi yang komprehensif dalam menyelesaikan setiap permasalahan termasuk masalah pertambangan. Sebab, pemimpin dalam negara Islam berfungsi sebagai raa’in (pengurus rakyat), bukan pelayan para kapital sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Negara akan memprioritaskan keselamatan rakyat sehingga tidak akan membiarkan pengelolaan tambang dikuasai individu atau kelompok secara serampangan.
Islam memandang tambang apapun yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak terkategori harta milik umum (milkiyyah ‘ammah). Dalilnya adalah hadis Nabi saw. yang artinya: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, yakni padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud)
Berdasarkan hadis di atas, maka tambang termasuk harta milik umum karena jumlahnya berlimpah. Oleh karenanya, haram dimiliki oleh individu atau swasta baik swasta lokal maupun asing. Negara juga dilarang memberi izin kepada pihak swasta untuk mengelola tambang karena hal itu merupakan pelanggaran terhadap syariat Islam. SDA bukan untuk dimiliki satu individu atau korporasi demi menguntungkan mereka. Negara juga dilarang memberlakukan mekanisme tender atau lelang untuk mencari para pengelola tambang. Negara hanya memiliki kewajiban dalam pengelolaannya, lalu hasilnya dikembalikan kepada rakyat berupa fasilitas umum seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lain sebagainya. Negara juga akan membuka lapangan pekerjaan yang luas sehingga tidak ada persaingan antar pekerja tambang apalagi terlibat konflik.
Selain itu, sistem Islam juga akan mendorong negara untuk mengembangkan teknologi tinggi yang aman bagi rakyat dan efektif dalam pengelolaan tambang dengan hasil yang optimal. Negara akan membuat kebijakan yang memperhatikan aspek Analisis dan Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam mengelola tambang, yakni dilakukan dengan cara aman sehingga tidak membahayakan nyawa manusia, mulai dari kegiatan eksplorasi, eksploitasi, pengelolaan hingga distribusi tanpa mengambil keuntungan sedikitpun.
Demikianlah mekanisme pengelolaan tambang di bawah sistem ekonomi Islam, yang sangat memperhatikan keselamatan dan kesejahteraan rakyat juga hasil yang didistribusikan secara merata ke seluruh rakyat. Hanya dengan sistem Islamlah hal tersebut dapat terwujud. Sistem yang diterapkan secara menyeluruh (kafah) yang akan menebar rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam bi ashshawab.
Posting Komentar