Minyak Kita, Milik Kita?
Oleh : Ambu Rasyid
Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng Minyakita atau harga minyakita naik dari Rp 14.000 menjadi Rp 15.700 per liter. Kenaikan ini diumumkan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan dalam Surat Edaran Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat.
Kenaikan HET MinyaKita merupakan usulan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas. Alasannya, kata dia, harga minyak goreng rakyat itu harus menyesuaikan nilai Rupiah yang sudah merosot hingga Rp 16.344.
"Dulu kan Rupiah 14.500 (per Dolar AS), sekarang sudah Rp16.000. Nanti khawatir kalau enggak disesuaikan, ekspornya jauh beda angkanya, nanti kita kewalahan,” ujar dia saat ditemui Tempo di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Rabu, 18 Juni 2024.
Selain nilai Rupiah, Zulhas mengatakan harga minyak goreng menyesuaikan harga bahan pokok lainnya, seperti beras. Dia menyebut harga beras di pasar sudah menyentuh angka Rp12.500, atau naik sebesar Rp1.609. “Memang sudah saatnya MinyaKita,” kata dia.
Kebijakan tidak masuk Akal
Pakar Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat bingung atas alasan Kemendag, harga eceran minyak goreng harus disesuaikan dengan biaya produksi yang terus naik dan fluktuasi nilai tukar rupiah.
"Dua alasan ini sebenarnya aneh, karena minyak goreng dihasilkan dari minyak sawit di mana Indonesia adalah penghasil sawit terbesar di muka bumi," ujar Achmad, Sabtu (20/7/2024).
Menurut catatannya, produksi minyak sawit mentah (CPO) Indonesia pada 2023 mencapai 50,07 juta ton. Naik 7,15 persen dibandingkan produksi 2022 yang mencapai 46,73 juta ton.
"Ini menunjukkan bahwa untuk menghasilkan minyak goreng, Indonesia tidak perlu impor, jadi alasannya biaya produksi dan nilai tukar rupiah menjadi sumir," kata Achmad.
"Dengan produksi CPO yang melimpah, alasan kenaikan biaya produksi yang dikaitkan dengan harga internasional dan nilai tukar rupiah tampaknya kurang tepat, karena sebagian besar bahan baku utama berasal dari dalam negeri," ia menambahkan.
Lemahnya Sistem Kapitalisme
Betapa menyulitkannya sistem kapitalisme sekarang. Berdalih ingin mensejahterakan rakyat,justru menyulitkan. Nyatanya minyak goreng rakyat itu justru banyak diedarkan oleh swasta, dengan alih-alih BUMN pangan.
Beginilah akibat dari penerapan sistem ekonomi Kapitalisme,pengaturan yang harusnya jadi kebutuhan rakyat,justru tidak pro rakyat. Apalagi negara tidak berperan dalam distribusi, malah dikuasai oleh Perusahaan
Menujukan pula bahwa pemerintah tidak mampu dalam mengelola dan mendistribusikan sumber daya alam negara. Seharusnya dengan sumber daya alam yang melimpah,rakyat sejahtera,tidak ada kesulitan dari ketersedian dan harga bahan pokok pangan.
“Jika kita bedah, penyebab kenaikan HET minyak kita ini lebih banyak disebabkan karena distribusi, bukan di produksi,” ujar Eliza saat dihubungi Tempo, Selasa, 18 Juni 2024.
Ia menjelaskan kenaikan harga itu diasumsikan agar penjual eceran mendapatkan keuntungan memadai. Pasalnya, harga modal MinyaKita di tingkat pedagang besar sudah lebih dari Rp15.000.
Hal ini menunjukkan adanya salah kelola yang memperpanjang rantai distribusi dan mengakibatkan harga makin mahal.
Pengelolaan SDA dalam Islam
Sedangkan dalam sistem islam,sumber daya alam dikelola dan didistribusikan langsung oleh negara.Islam menjamin kebutuhan pokok masyarakat. Khalifah akan senantiasa memastikan setiap rakyat bisa mengakses bahan pokok seperti minyak goreng, gula, beras, telur, serta ayam potong, dengan harga yang terjangkau.
Khilafah memastikan pasokan cukup dan distribusi berjalan dengan baik sehingga tidak ada gangguan terhadap pasar. Khilafah akan memberantas praktik monopoli, oligopoli, maupun penimbunan yang bisa merusak keseimbangan pasar. Dengan begitu, harga akan terbentuk secara alami. Maka dengan menerapkan sistem Islam secara keseluruhan akan mewujudkan kesejahteraan rakyat, karena negara menjadi pihak pengendali distribusi kebutuhan rakyat termasuk minyak.
Wallahu'alam bishawab
Posting Komentar