-->

Pemerataan Kualitas Pendidikan, Solusi Problematika Pendidikan di Indonesia


Oleh: Dwi Sri Utari, S.Pd
(Mahasiswa Pendidikan Profesi Guru)

Memasuki tahun ajaran baru umumnya sekolah-sekolah diramaikan dengan kegiatan MPLS. Namun tidak sedikit pula sekolah yang tidak mengadakan kegiatan MPLS dikarenakan tidak adanya peserta didik baru yang mendaftar. Sebagaimana yang dialami oleh SDN Cikapundung 1. Sejak hari pertama MPLS, sekolah terlihat biasa saja tanpa ada keramaian berarti seperti di sekolah-sekolah lain. Pada Penerimaan Peserta Didik sekolah ini hanya diminati oleh 15 siswa. Sehingga MPLS yang digelar pun tidak terlalu hingar-bingar seperti sekolah lain. 
Hal serupa juga dialami sekolah dasar negeri yang ada di Ciamis, Jawa Barat. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Ciamis, terdapat 16 Sekolah Dasar Negeri (SDN) dari 741 SDN yang jumlah siswanya sedikit, atau di bawah 40 anak. Kemudian pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2024 kemarin, ada 55 sekolah yang kurang dari 10 siswa. SD yang jumlah siswanya sedikit itu tidak hanya terjadi di daerah pelosok, seperti SDN 3 Panaragan, namun juga ada di wilayah perkotaan. (Detikjabar, 24/6/2024)
Terdapat dua faktor yang menjadi penyebab menurunnya jumlah murid di sekolah-sekolah saat ini yaitu, faktor eksternal dan faktor internal. Adapun faktor internal meliputi : 1) Lahan terbatas, 2) kurangnya fasilitas sarana dan prasarana, 3) kualitas layanan guru semakin menurun, 4) kegiatan promosi yang dilakukan sangat jarang dan kurang agresif dan 5) lokasi tidak strategis dan 6) harga biaya pendidikan mahal. Sedangkan penyebab dari faktor eksternal yaitu : 1) semakin banyaknya pesaing dalam dunia pendidikan yang memberikan penawaran yang lebih menarik dengan harga yang lebih rendah, dan 2) adanya kehadiran sekolah dengan label internasional.
Akses pendidikan di Indonesia memang masih menghadapi banyak tantangan dan ketidakmerataan. Daerah pedesaan dan terpencil seringkali memiliki fasilitas pendidikan yang kurang memadai dibandingkan dengan kota-kota besar. Hal ini mencakup kurangnya sekolah, kekurangan guru, dan minimnya sumber daya pendidikan. Selain itu kualitas pendidikan di daerah terpencil sering kali lebih rendah karena kekurangan guru berkualitas, fasilitas yang tidak memadai, dan kurangnya bahan ajar yang memadai. Terlebih di era digital, akses terhadap teknologi pendidikan seperti komputer dan internet masih terbatas di banyak daerah. Ini memperparah ketimpangan antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Banyak keluarga di daerah pedesaan yang memiliki keterbatasan ekonomi sehingga anak-anak mereka tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka sering kali harus membantu pekerjaan keluarga. Infrastruktur yang kurang memadai, seperti jalan yang rusak dan transportasi yang sulit, membuat akses ke sekolah menjadi tantangan besar bagi banyak anak di daerah terpencil. Meskipun pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan berbagai program bantuan, seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan beasiswa lainnya, tetapi masih ada tantangan dalam distribusi dan implementasi yang merata. Sebagaimana diketahui tidak sedikit berita mengenai dana BOS yang dikorupsi oleh oknum-oknum tertentu masih sering kita dengar.
Kondisi seperti ini masih akan terus ditemui jika sistem pendidikan yang diterapkan berasaskan sistem kapitalisme. Sistem buatan manusia yang rakus dan tamak akan kekuasaan. Sistem pendidikan ala kapitalisme ini menjadikan peran negara dalam mengurusi urusan rakyatnya “setengah hati” karena yang dipikirkan adalah keuntungan materi yang akan diperoleh penguasa dan pendukungnya. Sistem politik dan sistem ekonomi ini menjadikan fungsi negara hanya sebagai regulator, yaitu pelayan korporasi, desentralisasi kekuasaan, anggaran berbasis kinerja, dan paradigma tentang pendidikan sebagai komoditas untuk diindustrialisasi. Sehingga wajar saja apabila muncul berbagai problematika dalam pendidilan.
Berbeda dengan sistem Islam yang berpandangan bahwa pendidikan adalah kebutuhan pokok publik, sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw. melalui lisannya yang mulia, yang artinya, ”Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah Swt. mengutusku karenanya seperti air hujan yang menyirami bumi.” Dalam hal ini negara wajib menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas bagi rakyatnya. Bahkan diselenggarakan secara gratis karena negara memiliki sumber pemasukan yang beragam dan besar jumlahnya. Selain itu, semua individu rakyat mendapatkan kesempatan yang sama untuk bisa menikmati pendidikan pada berbagai jenjang, mulai dari prasekolah, dasar, menengah hingga pendidikan tinggi.
Upaya untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia harus dilakukan, memerlukan perhatian dan tindakan yang lebih intensif. Hanya dengan sisitem pendidikan berasaskan syariat Islam yang akan menjamin keberlangsungan sistem pendidikan tersebut. Hal ini terealisasi dalam bentuk jaminan dan pembangunan infrastruktur pendidikan, sarana dan prasarana, anggaran yang menyejahterakan untuk gaji pegawai dan tenaga pengajar, serta asrama dan kebutuhan hidup para pelajar, termasuk uang saku mereka. Dengan pengaturan yang demikian maka problematika dalam pendidikan akan terhindarkan. Pendidikan akan terselenggara dengan berkualitas secara merata. Rakyat akan mendapatkan akses pendidikan berkualitas dengan mudah. Sehingga tidak akan ada kasus sekolah yang kekurangan peserta didik atau kasus anak yang putus sekolah karena kekurangan biaya.
Wallahu'alam bissawab.