-->

Peringatan Hari Anak Nasional, hanya Sekedar Seremonial?

Oleh : Intan Ayu

Tanggal 23 Juli 2024 merupakan Hari Anak Nasional. HAN diperingati setiap tahun di negeri ini. Dan tahun ini, merupakan peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang ke-40. Setiap tahunnya ada tema yang berbeda-beda. Tema ini dipilih agar peringatan bisa difokuskan ke sejumlah tujuan dan persoalan. Melansir dari situs resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA), tema Hari Anak Nasional 2024 ini sama dengan tahun lalu yakni “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. (Kompas.com, 18-07-2024).

Dengan tema ini, diharapkan mampu menstimulasi dan menggaungkan nilai-nilai dasar tersebut kepada seluruh anak Indonesia. (Kompas, 19-7-2024). Anak Cerdas, Berinternet Sehat; Suara Anak Membangun Bangsa; Pancasila di Hati Anak Indonesia; Dare to Lead and Speak Up: Anak Pelopor dan Pelapor; Pengasuhan Layak untuk Anak: Digital Parenting; Anak Merdeka dari Kekerasan, Perkawinan Anak, Pekerja; menjadi enam sub tema yang diperhatikan.

Tentunya semua harapan ini merupakan cita-cita bangsa terkait masa depan. Dan anak menjadi objek saat ini agar mampu menjadi subjek pelaku peradaban di masa depan. Jika mereka mendapat jaminan untuk bertumbuh kembang dengan baik, memperoleh pendidikan berkualitas baik, dan memperoleh keamanan serta perlindungan sempurna sampai saatnya mampu mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan bangsa, maka cita-cita Indonesia maju bisa terwujud. Sayangnya, permasalahan anak hari ini begitu kompleks namun minim solusi.

Kasus kekerasan terhadap anak, anak kecanduan judol, anak stunting dll., menjadi fakta bagaimana nasib anak di negeri ini masih penuh derita. Dengan tema HAN ke-40 ini mampu kah memberikan perubahan untuk perlindungan pada anak Indonesia sehingga harapan Indonesia Maju bisa dituju, karena realitanya persoalan terkait anak justru semakin bertambah dari waktu ke waktu. 

Sistem yang tak berpihak pada Anak

Saat ini, sistem yang berjalan tak terlihat menunjukkan keberpihakan pada anak. Buktinya negara selalu saja gagal memberikan perlindungan pada anak. Yang dituduh sebagai penyebab hanya sebatas kemiskinan, pola asuh, lingkungan (keluarga, masyarakat, dan sekolah), budaya, lemahnya penegakan hukum, serta kurangnya pengawasan terhadap implementasi kebijakan. Namun membahas bahwa semua persoalan tersebut pada dasarnya adalah kegagalan negara dalam melindungi anak Indonesia belum teranalisiskan.

Upaya untuk menelaah lebih dalam, mengenai peran negara di sistem kapitalisme sebagai penyebab utama munculnya kemiskinan, disfungsi keluarga, merebaknya tayangan merusak atau buruknya implementasi hukum, belum dilakukan. Sistem ini seolah begitu mahir memainkan arahannya agar segala elemen tidak mengotak-atik bidak yang dimainkan agar mampu memberontak dan beralih dari sistem yang mengasuhnya.

Kemiskinan sebagai akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis, disfungsi keluarga sebagai akibat dilanggengkannya kehidupan liberal, demikian juga implementasi hukum yang lemah akibat demokrasi dsb, seakan enggan untuk ditinggal oleh para pendukungnya.
Oleh karena itu butuh sistem yang sangat berpihak pada anak, dan memberikan penjagaan secara sempurna kepada anak, jika memang hendak mewujudkan generasi yang diharapkan bisa mewujudkan tujuan Indonesia Maju yang ditargetkan. Karena saat ini berbagai persoalan anak pada dasarnya penyebabnya adalah penerapan sistem yang rusak, sistem yang hanya melahirkan kerusakan dan kebobrokan di semua lini kehidupan. Sistem ini harus segera diganti dengan sistem yang mampu mewujudkan generasi hebat.

Sistem Islam Wujudkan Perlindungan Anak

Dalam sistem Islam, negara akan menjamin penghapusan semua persoalan anak secara sempurna Dan paripurna. Di dalamnya tidak hanya mengatur aspek ritual semata, namun pengaturan kehidupan pun secara menyeluruh diterapkan secara adil dan hakiki.

Mekanisme tertentu diwujudkan untuk melindungi anak secara total, dari tumbuh kembang fisik, kepribadian, dan kesejahteraannya bukan hanya sekadar konsep namun riil dapat diterapkan. Islam memberikan hak kepada anak untuk diasuh ibu dengan sebaik-baiknya pengasuhan. Dinafkahi Ayah dengan sebaik-baiknya penafkahan keluarga. Peran Ayah dan Ibu sesuai dengan fitrahnya sehingga tidak ada kelalalaian di dalamnya dan tidak terjadi peristiwa berkebalikan antara ayah dan ibu.

Dalam sistem Islam, negara yang menerapkan sistem Islam secara utuh sangat mampu menyelesaikan masalah-masalah anak secara tuntas, bukan solusi parsial yang memunculkan berbagai persoalan baru. Penerapan sistem ini hanya bisa dilakukan dalam institusi negara Islam, yaitu Khilafah Islamiyyah yang akan menerapkannya secara sempurna tanpa diskriminasi, baik orang dewasa atau anak-anak, muslim atau nonmuslim, laki-laki atau perempuan, semua mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara.

Seluruh permasalahan dapat diselesaikan Islam secara paripurna jika naungannya pun tegak sempurna. Oleh karena itu penyadaran umat terkait urgensi tegaknya naungan Islam yang sempurna sangatlah penting. Butuh effort yang luar biasa untuk merealisasikannya. Dan butuh sekelompok orang yang mukhlis al-khalis untuk memperjuangkannya. Jika tidak, cita-cita agung ini tak segera berlangsung. Nasib anak pun akan terus terkatung-katung.

Wallaahu a’laam bisshawaab.