-->

Pinjol untuk Pendidikan, Bukti Negara Abai


Oleh: Endang Setyowati

Viral pernyataan Menteri terkait pembayaran kuliah dengan pinjol (Pinjaman Online) seperti yang dikutip oleh CnnIndonesia, 03/7/2024

Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mendukung wacana student loan atau pinjaman online (pinjol) kepada mahasiswa untuk membayar uang kuliah.

Hal itu diungkap merespons dorongan DPR RI kepada Kemendikbudristek RI menggaet BUMN terkait upaya pemberian bantuan dana biaya kuliah untuk membantu mahasiswa meringankan pembayaran.

"Pokoknya semua inisiatif baik untuk membantu kesulitan mahasiswa harus kita dukung gitu termasuk pinjol," kata Muhadjir di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (2/7)

"Asal itu resmi dan bisa dipertanggungjawabkan, transparan dan dipastikan tidak akan merugikan mahasiswa, kenapa tidak?" sambungnya.

Muhadjir menilai fitur pinjol selama ini seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Namun, kata dia, terdapat penyalahgunaan oleh para pengguna.

"Kan pinjol itu sebetulnya kan sistemnya aja kemudian terjadi fraud terjadi penyalahgunaan itu orangnya," jelas dia.

Di sisi lain, Muhadjir juga merespons sejumlah opini yang menilai penggunaan pinjol sebagai bentuk komersialisasi pendidikan.

Ia menyebut opini tersebut tak tepat. Ia mencontohkan praktik kampus terkemuka di Jakarta yang menggunakan pinjol untuk membantu para mahasiswa.

"[Komersialisasi pendidikan] Itu soal penilaian kan bisa macam-macam, wong kemarin saya bilang korban judi online bisa diberi Bansos bisa ditafsirkan penjudi dapat Bansos kok, itu penilaian yang menyesatkan saja. Buktinya itu ada kampus bagus di DKI kan sudah kerjasama untuk memberikan bantuan mahasiswa melalui pinjol kan," jelas dia.

Hal ini membuktikan bahwa polemik UKT belum usai, sehingga berbagai kasus mahasiswa yang mengalami gagal membayar UKT diberbagai kampus negeri. Namun nyatanya belum membuat pemerintah tergerak hatinya untuk membatalkan kenaikan UKT ini untuk selamanya. Karena pembatalan kenaikan UKT ini  hanyalah untuk sementara.

Kenaikan UKT yang terus terjadi di PTN tidak terlepas dari perubahan paradigma sistem pendidikan yang diadopsi pemerintah secara reformasi, sehingga dalam kerangka  PTN BH (Perguruan Tinggi Badan Hukum), perguruan tinggi diberikan kewenangan dalam mengelola urusan dalam internalnya. Termasuk dalam pengaturan akademis sampai pengelolaan keuangan.

Dengan begitu, perguruan tinggi dibebaskan untuk mencari sumber pendanaan tambahan di luar biaya pendidikan mahasiswa. Sehingga universitas tak ubahnya seperti sebuah perusahaan yang mana juga mencari dana sendiri untuk menutupi semua kebutuhannya, termasuk untuk biaya operasioanal, gaji dosen dan staf juga untuk pemeliharaan infrastruktur yang setiap tahun pasti bertambah.

Selain mencari pendanaan sendiri juga diharapkan mendapatkan keuntungan, sementara subsidi dari pemerintah jauh dibawah kebutuhan PTN.

Apalagi PTN juga dituntut mengalokasikan dana yang besar demi pengembangan infrastruktur maupun mendukung kemajuan pendidikan, penelitian, dan pengabdian.

Belum lagi syarat untuk mendapatkan akreditasi dan peringkat yang lebih baik pada level nasional maupun internasional, mendorong pihak universitas mengalokasikan anggaran besar pada berbagai aspek.

Begitulah ketika sistem kapitalisme diterapkan saat ini, sehingga  penyelenggara pendidikan mengadopsi prinsip komersial yang bertujuan untuk mencari keuntungan namun sumber dananya dari masyarakat sendiri. Karena nyatanya pemerintah tidak punya rasa empati,  malah justru diarahkan untuk pinjol.

Negara dalam kapitalisme hanya sebagai regulator saja, tidak benar-benar mengurus rakyatnya, mereka menyediakan barang dan jasa namun nyatanya dengan harga yang mahal sehingga hanya masyarakat kalangan atas saja yang bisa menjangkaunya. Berbeda dengan masyarakat kalangan bawah, mereka harus berusaha lebih keras ketika ingin masuk perguruan tinggi dengan mencari beasiswa bahkan banyak yang tidak masuk perguruan tinggi karena faktor biaya.

Berbeda ketika menerapkan sistem Islam, maka negara akan menjamin seluruh kebutuhan rakyatnya termasuk di dalamnya kebutuhan pokok yang mencangkup sandang, pangan, papan juga kebutuhan akan pendidikan kesehatan dan keamanan. Semua dengan biaya yang murah bahkan gratis. Sehingga setiap rakyatnya berhak mendapatkan layanan pendidikan secara gratis pada seluruh jenjang pendidikan formal yang disediakan oleh negara.

Selain itu, kaum Muslim juga dibiarkan untuk mengikuti pendidikan informal di masjid, kelompok, media massa ataupun di rumah tanpa harus mengikuti sistem dan peraturan pendidikan.

Rasulullah saw bersabda:

“Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” [HR. Bukhari dan Muslim].

Khalifah akan memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya akan pendidikan dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi dengan biaya yang murah bahkan gratis, dengan fasilitas yang sama dan memadai serta menunjang dalam pendidikan semisal adanya fasilitas laboratorium penelitian maupun fasilitas yang menunjang lainnya.

Dalam buku Strategi Pendidikan Negara Khilafah disebutkan bahwa sistem pendidikan di dalam Islam bertujuan untuk mengembangkan kepribadian Islam serta menciptakan keterampilan dan kemampuan pada warganya yang sesuai sehingga mampu membawa negara Islam menjadi negara terdepan dan paling maju secara teknis di dunia.

Oleh sebab itu tsqofah Islam harus diajarkan pada semua jenjang pendidikan dan cabang berbagai ilmu Islam harus dialokasikan kepada jenjang yang lebih tinggi.

Sedangkan pendanaan di dalam Islam di dapat dari berbagai pihak yakni  dari individu warga secara mandiri, infak/wakaf/donasi dari umat untuk keperluan pendidikan, namun sebagian besar justru pembiayaan pendidikan di dapat dari negara.

Negara mendapatkan dana dari sejumlah pos pemasukan baitulmal yang terdapat pada kepemilikan umum seperti tambang migas dan minerba juga dari fai, kharaj, jizyah.

Beginilah ketika Islam diterapkan, maka semua masyarakat akan mendapatkan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi dengan biaya murah bahkan gratis.