-->

Pinjol untuk Pendidikan, Layakkah?


Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,  Muhadjir Effendy, menilai adopsi sistem pinjaman online (pinjol) melalui perusahaan P2P lending di lingkungan akademik merupakan bentuk inovasi teknologi (tirto.id, 3/7/2024). Sebelumnya, ada pernyataan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, kuliah merupakan kebutuhan tersier ( kemewahan). Pendapat yang tidak mencerminkan sosok kepemimpinan serta nir empati atas nasib rakyatnya. 

Paradigma Sekuler

Pernyataan pejabat pinjol solusi UKT mahal, indikasi krisis kepemimpinan pemangku kekuasaan.  Cara pandang sekuler penyebabnya. Penguasa berfungsi sebagai regulator yang umumnya memihak pengusaha.  Relasi yang dibangun antara penguasa dan rakyat adalah hubungan bisnis, bukan pelayanan. Maka layanan publik bisa diprivatisasi, bahkan dikapitalisasi. Pendidikan  yang merupakan kebutuhan dasar rakyat kian mahal. Tidak semua rakyat bisa mengaksesnya. Bahkan kuliah dianggap sebagai kebutuhan tersier, artinya hanya orang kaya saja yang bisa memperolehnya, miris.

Indonesia termasuk negara dengan biaya pendidikan termahal, menduduki peringkat ke-13. Hasil Survei Sosiekonomi Nasional (Susenas) 2023 oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan  hanya 10,15 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas yang mengenyam pendidikan tinggi. Anggaran APBN untuk pendidikan  cukup besar, 20 % dari total anggaran. Bahkan pada 2024 naik dari Rp503,8 trilliun menjadi Rp 665,02 trilliun (katadata.co.id, 17/5/2024).

Namun tidak semua anggaran pendidikan dikelola Kemendikbud Ristek. Sebagian besar ditransfer ke daerah dan dana desa yaitu sekitar Rp 346 trilliun, untuk pengeluaran pembiayaan Rp77 triliun, Kemenag Rp 62 trilliun, Kementerian atau lembaga lain Rp12 triliun,  dan anggaran pendidikan pada belanja non kementerian/lembaga Rp 47 triliun. Totalnya Rp550 triliun sedang Kemendikbud Ristek hanya mengelola 5% yaitu sebesar Rp 98,9 triliun.

Pendidikan tinggi hanya memperoleh Rp 38 triliun saja, termasuk di dalamnya untuk tunjangan dosen, Kartu Indonesia Pintar (KIP), penelitian, dan pengembangan sarana prasarana. Jumlah yang sangat minim, jauh dari cukup untuk pembiayaan pendidikan tinggi. Sementara perguruan tinggi terus didorong memberikan layanan pendidikan berkualitas dunia. Untuk itu pemerintah mengeluarkan Permendikbud Ristek No 2 Tahun 2024, yang memberikan kewenangan kepada setiap PTN menentukan tarif Uang Kuliah Tunggal (UKT), masing-masing  ditetapkan setiap Program Studi. Banyak calon mahasiswa terpaksa harus mengubur mimpi karena tidak sanggup membayar kuliah.

Mahalnya biaya pendidikan dikeluhkan banyak pihak. Pungutan rakyat juga sudah banyak, dari bpjs, bermacam pajak,  ditambah naiknya harga kebutuhan pokok. Ditengah himpitan ekonomi, pinjol jadi alternatif paling mudah bagi rakyat yang pragmatis. Namun, ketika pinjol jadi solusi mahalnya biaya pendidikan, dan diucapkan pejabat, indikasi negara gagal meningkatkan kesejahteraan rakyat. Negara juga  berlepas tangan dari tanggung jawab mengurus rakyat, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pinjol selama ini menyimpan sejuta masalah. Kredit macet pinjol tidak sedikit. Kelompok mahasiswa dan pekerja  memiliki nilai akumulasi gagal bayar utang sebesar Rp 602,69 miliar, atau sekitar 39,38% dari total kredit macet pinjol nasional (katadata.co.id, 24/10/2023). 

Pernyataan pinjol sebagai solusi indikasi penguasa kehilangan rasa welas asih pada rakyat, sekaligus dukungan penguasa pada pengusaha pinjol, padahal keberadaan  pinjol selama ini sudah sangat meresahkan masyarakat. Jerat pinjol menyebabkan pelaku depresi, mencuri, membunuh, bahkan bunuh diri. 

Mindset rakyat dan pejabat dalam sistem sekuler tidak berbeda, ketika ada masalah, mencari solusi pragmatis tidak  berpikir halal dan haram. Padahal pinjol salah satu praktek  riba yang diharamkan Islam. Inilah realitas kehidupan sekuler. Aturan yang rusak dan merusak kehidupan masyarakat. Masihkah sistem yang fasad  ini terus dipertahankan?

 Pendidikan adalah Kewajiban

Islam memandang menuntut ilmu adalah kewajiban dari Allah SWT, sehingga pendidikan merupakan kebutuhan dasar komunal yang harus diurus penguasa. Semua rakyat, miskin kaya, muslim dan non muslim bisa memperoleh dengan gratis tanpa diskriminasi, dengan kualitas layanan terbaik.

 Negara wajib menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan, dari gedung, laboratorium, aula, perpustakaan, asrama hingga biaya untuk menggaji tenaga pengajar dan kebutuhan siswanya.

Sistem Islam mampu memberi pelayanan pendidikan dengan kualitas terbaik ditopang pendanaan dari baitul mal. Sumber pemasukan baitul mal cukup banyak, baik dari kepemilikan umum seperti bahan tambang, minerba, migas, sumber daya laut, kehutanan, dan sebagainya, juga dari kepemilikan negara seperti kharaj, jizyah, ushr, ghaninah, fa'i, harta waris orang meninggal yang tidak punya ahli waris, harta orang murtad, dan sebagainya. Jika kas baitul mal kosong, maka negara bisa menggerakkan wakaf pendidikan  dari individu kaya dan mencintai ilmu dengan dorongan ruhiyah untuk mencari ridha Allah SWT. Alternatif terakhir, memungut pajak  orang yang kaya dan sifatnya temporer. Pada masa Khilafah Abasiyah banyak orang yang mewakafkan hartanya untuk pengembangan ilmu.

Negara tidak mungkin melegalkan pinjol sebagai solusi karena terdapat riba. Islam mengharamkan riba, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 275  yang artinya,

 "Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba'

Tinta emas sejarah mencatat pada masa kegemilangan Islam telah dibangun Universitas tempat pengembangan ilmu dan penopang peradaban, seperti Universitas Al-Qarawiyyin, Madrasah Al-Mustansiriyah Pendidikan gratis dan berkualitas hanya bisa terealisasi dalam Peradaban Islam.

Wallahu a'lam

Ida Nurchayati Kontributor Pena Mabda