-->

Adakah Jaminan Keamanan Pangan Untuk Generasi?

Oleh : Bunda Hanif (Pendidik)

Belum lama ini media sosial dihebohkan dengan puluhan anak yang menjalani cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Terdapat sekitar 60 anak yang menjalani terapi pengganti ginjal di RSCM. Sebanyak 30 di antaranya menjalani hemodialisis rutin, sedangkan lainnya datang sebulan sekali. Kasus gagal ginjal pada anak merupakan ancaman. Hal ini dikarenakan pola dan gaya hidup konsumtif terhadap makanan dan minuman tinggi gula. Tentu saja ini sangat mengkhawatirkan, terlebih banyak terjadi pada anak-anak dan generasi muda. 

Fenomena ini perlu mendapat perhatian lebih. Saat ini kita dihadapkan pada gaya hidup serba instan yang mau tidak mau memengaruhi pola makan kita sehari-hari. Banyak sekali produk makanan dan minuman kemasan tinggi gula yang beredar di pasaran. Selain karena kemasannya yang menarik, rasanya yang enak dan manis membuat makanan dan minuman tersebut sangat digandrungi terutama anak-anak. Memang ini semua adalah pilihan, Kita memilih hidup sehat atau sebaliknya. Namun kalau setiap hari yang tersedia di depan kita adalah makanan dan minuman tersebut, siapa yang tidak tergoda?

Tidak bisa kita pungkiri, produk makanan olahan cepat saji telah menjadi solusi praktis bagi para orang tua yang sibuk bekerja. Fast food, junk food dan sejenisnya seakan menjadi penolong bagi mereka yang sangat sibuk namun harus tetap menyiapkan makanan untuk anak tanpa menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Akhirnya makanan cepat saji menjadi menu andalan keluarga bahkan menjadi menu favorit sehari-hari. 

Kebiasaan mengonsumsi makanan olahan cepat saji merupakan hal yang lumrah di kalangan masyarakat saat ini. Padahal produk makanan kemasan banyak mengandung pengawet dan bahan kimia yang membahayakan kesehatan, namun tetap saja diburu oleh masyarakat. Menurut keterangan dari Dokter Eka Laksmi Hidayati, Sp.A.(K), pola hidup tidak sehat telah mendominasi penyebab gagal ginjal. Salah satunya dengan mengonsumsi makanan dan minuman tinggi gula.

Faktor kemiskinan juga tidak bisa kita abaikan. Faktor ini memiliki pengaruh yang cukup besar pada kesehatan masyarakat. Masyarakat yang hidupnya pas-pasan cenderung memilih makanan murah meriah yang penting bisa mengenyangkan. Harga pangan yang mengalami lonjakan membuat masyarakat sulit mendapatkan makanan yang sehat dan bergizi. Ditambah lagi dengan rendahnya pengetahuan dan literasi masyarakat serta cara berpikir pragmatis membuat masyarakat lebih memilih makanan serba instan. 

Generasi saat ini memang lebih menyukai makanan cepat saji meski memiliki sedikit nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Berdasarkan fenomena tersebut, para pelaku industri makanan tentu saja tidak tinggal diam. Mereka memanfaatkan peluang tersebut memproduksi makanan dan minuman yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Bagi pelaku industri, ini merupakan bisnis yang sangat menjanjikan. 

Bisnis makanan dan minuman merupakan salah satu bisnis yang tidak pernah sepi peminat. Jika dilihat dari kacamata kapitalisme, kepentingan profit dan banyaknya cuan yang didapat menjadi prioritas utama pelaku industri. Selama produk makanan dan minuman digemari masyarakat, mereka hanya perlu memproduksi sebanyak-banyaknya meskipun harus abai terhadap aspek kesehatan dan keamanan masyarakat. 

Di negara yang menerapkan sistem kapitalisme, merupakan hal yang biasa terjadi produsen mencari untung sebanyak-banyaknya meskipun harus membuat buntung kesehatan konsumen. Inilah keburukan sistem kapitalisme. Faktor kesehatan dan keamanan bukanlah skala prioritas. Tujuan utama tetaplah mencari profit sebanyak-banyaknya. 

Sebenarnya pemerintah sudah membuat regulasi terkait kecukupan gizi, namun nyatanya tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap pengurangan penyakit yang dialami generasi muda. Perlu ada evaluasi terkait kadar gula dalam makanan dan minuman yang diproduksi pelaku industri. 

Perlu upaya serius dari negara untuk menangani masalah ini. Jangan sampai ketakseriusan pemerintah mengakibatkan penurunan kualitas generasi muda. Bagaimana bisa menjadi negara yang hebat jika generasi muda kita dihantui beragam penyakit dan gangguan kesehatan, seperti diabetes, obesitas, gagal ginjal, kolesterol dan lainnya. Penyakit yang diderita generasi muda tentu saja memengaruhi pertubuhan fisik dan berkurangnya kapasitas intelektual mereka. Negara memiliki peran penting dalam memastikan kesehatan anak-anak dan generasi muda agar kelak mereka bisa menjadi generasi yang sehat dan produktif. 

Bagaimana Islam Memandang Masalah Pangan?

Islam menganjurkan setiap individu memakan makanan yang halal dan tayib. Sebagaimana firma Allah dalam surah Al-Maidah ayat 88 yang artinya, “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepada kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya.”

Dalam ayat tersebut, Allah telah menjelaskan bahwa memakan makanan dalam rangka memenuhi fitrah adalah wajib dan orang yang meninggalkannya atau melalaikannya akan berdosa. Perintah untuk memakan yang ‘halalan thayyiban” dan larangan “mengikuti langkah-langkah setan” di dalam ayat tersebut mengandung banyak kemaslahatan. 

Sebenarnya tanggung jawab siapakah pemenuhan kebutuhan makanan yang sehat lagi baik? Tentu saja ini tanggung jawab orang tua, namun negara juga memiliki peran sentral. Apa yang seharusnya dilakukan negara dalam pemenuhan makanan yang sehat lagi baik bagi warganya?

Pertama, Menjamin kesejahteraan warga dengan kemudahan mengakses kebutuhan pangan yang aman dan sehat. Harga kebutuhan pangan harus terjangkau sehingga setiap individu mampu membelinya. Negara harus mengontrol dan mengawasi pasar dan proses distribusi bahan pangan untuk mencegah terjadinya kecurangan.

Kedua, mengatur regulasi untuk industi makanan dan minuman. Semua pelaku industri makanan dan minuman harus bisa memproduksi makanan yang halal dan tayib, yakni tidak mengandung bahan-bahan berbahaya, halal dan tidak memicu penyakit.

Ketiga, melakukan edukasi melalui lembaga layanan kesehatan, media massa dan berbagai tayangan edukatif agar masyarakat memahami kriteria makanan halal dan tayib.

Keempat, memberikan layanan kesehatan secara gratis kepada seluruh rakyat, penanganan intensif bagi penderita penyakit kronis dan layanan kesehatan lainnya.

Kelima, menindak tegas pelaku industri dan siapa saja yang menyalahi ketentuan peredaran makanan dan minuman yang halal dan tayib. 

Keenam, menerapkan sistem pendidikan yang kolaboratif dan integratif dengan kurikulum berbasis akidah Islam, khususnya materi pola hidup sehat dalam pelajaran penjaskes. 

Demikianlah upaya yang dapat dilakukan oleh negara. Upaya-upaya tersebut harus dilakukan secaara komprehensif dan sistemis. Pola dan gaya hidup berparadigma sekuler, hedonis dan konsumtif digantikan dengan pola dan gaya hidup Islami di segala aspek kehidupan. 

Wallahu a’lam bisshawab