-->

Alih Kuota Haji Terindikasi Korupsi?

Oleh : Zahra K.R

Beberapa waktu lalu regional.kompas.com (12/08/2024) memberitakan bahwa KPK membuka peluang menyelidiki dugaan korupsi dalam kebijakan pengalihan kuota haji tambahan ke haji khusus oleh Kementerian Agama (Kemenag). Ini adalah laporan dari GAMBU (Gerakan Aktifis Mahasiswa UBK Bersatu) yang menganggap ada indikasi korupsi dari persoalan alih kuota separuh dari 20.000 jamaah haji reguler menjadi haji khusus. Luluk Hamidah, ketua Pansus Angket Haji menyampaikan dugaan tersebut. Pihak KPK juga akan siap memeriksa seluruh berkasnya telah lengkap. 

Sungguh miris melihat kasus Menjadi tamu Allah adalah impian bagi setiap orang yang beriman. Bagi mereka yang diberi kesempatan untuk menunaikannya adalah sebuah anugerah besar karena tak semua orang mampu menggapainya. Sebab itu, mereka berlomba untuk memampukan dirinya agar bisa melengkapi rukun Islam kelima tersebut. 

Namun, Siapa sangka ibadah yang berusaha diraih oleh setiap kaum Muslimin tersebut nyatanya di sistem hari ini tampak dipersulit. Mulai dari pengurusan pendaftaran, keberangkatan hingga saat proses pelaksanaan ibadah masih saja dipersulit. Sungguh kabar ini menyakita hati para jamaah haji reguler yang mereka harus menunggu 15-35 tahun untuk bisa berhaji. Dengan adanya alih kuota ini akan menambah durasi tunggu mereka.

Sebelumnya, Ketua Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR Muhaimin Iskandar telah menyoroti kebijakan kuota tambahan yang diduga separuhnya telah diberikan kepada haji khusus. Cak Imin mengatakan bahwa kebijakan itu telah mencederai rasa keadilan masyarakat yang telah menunggu lama untuk bisa berhaji, dan anggapnya hal itu juga telah melanggar undang-undang. (Dikutip dari Tribunnews.com 22/06/2024)

Tirto.id mengutip dari Majalah.tempo.co menyatakan bahwa para anggota DPR telah diiming-imingi uang pelicin sebesar US$ 1.000-2.000 per-calon anggota jamaah haji khusus. Dan setiap anggota DPR diberi jatah seratus hingga lima ratus anggota jamaah haji khusus. Dengan begitu, setiap anggota Komisi bidang Agama minimal akan mendapat US$ 200 ribu atau sekitar Rp 3,2 miliar. (Tirto.id 29/07/2024)

Sungguh, menggiurkan bukan? Bagi mereka yang tak kuat iman hal itu dianggap kesempatan besar untuk meraih keuntungan, apalagi kesempatan itu akan mereka raih setahun sekali. Padahal aktivitas tersebut jelas tidak halal dalam pandangan syariat Islam. 

Penyelenggaraan ibadah yang sudah seharusnya menjadi tugas negara dalam mengatur dengan sebaik mungkin dan senyaman mungkin untuk umat justru dibuat sulit dan rumit. Tak hanya itu, bahkan di sistem kapitalisme, penyelenggaraan ibadah pun justru rawan dengan kemaksiatan. Mengapa bisa? Karena sistem kapitalisme ini telah menjadikan semua hal termasuk dalam ranah ibadah sebagai ladang untuk mengambil keuntungan atau yang biasa disebut dengan monetisasi.

Ya, salah satu penyebab dari sulitnya melaksanakan ibadah haji di sistem saat ini adalah monetisasi. Dimana didalamnya terjadi proses pengambilan manfaat atau mendapatkan penghasilan melalui sebuah aktivitas. Tak heran jika hal tersebut terjadi, karena tujuan utama sistem kapitalisme memang untuk meraih materi sebanyak-banyaknya.

Berbeda jauh dengan sistem Islam. Islam dengan sepaket aturannya yang sempurna dan paripurna telah mengatur setiap urusan kehidupan manusia mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Aturan yang diberikan pun bukan aturan ala kadarnya atau bahkan aturan yang justru merugikan atau membahayakan banyak orang. Islam akan memberikan aturan terbaiknya demi menciptakan kesejahteraan hidup umat manusia.

Melalui sebuah institusi yang disebut Khilafah, aturan Islam akan diterapkan secara sempurna. Sehingga setiap permasalahan yang terjadi saat ini khususnya dalam ibadah haji mustahil terjadi karena mereka semua baik yang setingkat pejabat negara hingga rakyat akan dibekali pondasi iman yang kuat.

Setiap dari anggota haji merupakan tamu Allah. Seorang Khalifah akan mendukung bahkan mendorong rakyatnya untuk menjadi tamu Allah dengan jaminan kemudahan dalam melaksanakannya. Karena Khilafah akan mengelola penyelenggaraan ibadah haji dengan penuh tanggungjawab serta memudahkan bagi setiap jamaah dalam semua tahapan termasuk saat di tanah suci, kemudahan dalam segala sarana dan prasarana juga memanfaatkan kemajuan teknologi.

Pada masa lalu, tepatnya dibawah kekuasaan Khilafah Utsmaniyah telah berhasil membangun rel kereta api Hijaz yang terbentang mulai dari Damaskus di Syam  hingga ke Madinah di Hijaz yang berjarak 814 kilometer yang perjalanannya hanya memakan waktu 3 hari, padahal sebelum pembangunan rel kereta api tersebut perjalanan dari Damaskus menuju Madinah memerlukan waktu kurang lebih selama 5 pekan lamanya. Pembangunan rel kereta api ini memiliki banyak keuntungan pokok, salah satunya adalah memudahkan perjalanan kaum Muslimin yang akan melakukan ibadah haji. (Republika.co.id 28/02/2017)

Tak hanya itu, Khilafah juga menyediakan rumah singgah untuk membantu jamaah yang kehabisan bekal sehingga kebutuhan mereka selama di tanah suci menjadi terjamin. Alhasil, ibadah pun bisa mereka tunaikan dengan tenang dan khusyuk tanpa harus memikirkan kemungkinan terburuk yang akan mereka hadapi kedepannya karena Khilafah sudah menjaminnya kebutuhan mereka.

Selain itu, semua pejabat maupun petugas yang bertanggung jawab atas mereka adalah seorang individu-individu yang amanah karena hati mereka dipenuhi oleh rasa taqwa dan iman yang kuat dimana setiap dari mereka adalah buah dari diterapkannya sistem pendidikan Islam yang berasaskan aqidah Islam. Tak ayal jika tinta sejarah mencatat jika peradab Islam merupakan peradaban terbesar dan teragung sepanjang sejarah. Dimana pada masa itu peradaban Islam menjadi satu-satunya peradaban yang mampu merubah sejarah dunia dari abad kegelapan menuju abad kejayaan yang cahayanya terang benderang hingga menerangi seluruh penjuru negeri.

Wallahu a'lam bish shawwab