Anak Dalam Jerat Kapitalisme
Oleh : Mutia Syarif
(Blitar, Jawa Timur)
Anak merupakan harapan sebuah keluarga. Anak pun menjadi tumpuan dan masa depan sebuah bangsa. Bonus demografi merupakan anugerah bagi sebuah negara, jika diriayah dengan benar. Namun yang terjadi dalam sistem kapitalisme seperti sekarang, ada sebagian masyarakat yang menganggap anak merupakan sebuah beban finansial. Karena itu banyak pasangan menikah yang memutuskan untuk tidak memiliki anak.
Kerusakan kapitalisme, sangat berdampak pada anak sebagai generasi penerus bangsa. Fakta yang ada, anak-anak masih ada yang menjadi korban bahkan pelaku kekerasan. Stunting masih menjadi persoalan genting yang tidak berujung. Bahkan lebih parah lagi, anak-anak juga termasuk kedalam pelaku judi online.
Belum lama ini, acara peringatan hari anak nasional digelar. Panitia Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) melibatkan sebanyak 7.000 anak pada acara puncak HAN yang akan berlangsung di Istora Papua Bangkit, Kabupaten Jayapura, Papua pada 23 Juli 2024. Ketua Panitia Daerah Christian Sohilait di Jayapura, Sabtu, mengatakan sebanyak 6.000 anak akan ditempatkan di dalam Gedung Istora Papua Bangkit sementara 1.000 anak lainnya dipersiapkan menyambut kedatangan Presiden RI Joko Widodo bersama rombongan di luar gedung. (antaranews.com 20/07/2024)
Peringatan seremonial yang tiap tahun digelar, namun apakah kemudian dapat merubah fakta yang ada bahwa anak-anak pun berada dalam jeratan kapitalisme. Lemahnya peran keluarga dalam memberikan pendidikan bagi anak, memberikan dampak signifikan bagi akidah, pola pikir bahkan perkembangan mental sang anak. Juga hilangnya peran ibu sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya karena turut bekerja membantu perekonomian keluarga, menambah kekosongan jiwa sang anak. Diperparah dengan lingkungan sekuler yang rusak dan merusak, yang kemudian membentuk karakter anak yang tidak mengenal agamanya. Jangankan menjadi pribadi yang tangguh, mereka malah menjadi generasi ‘strawbery’, tampak bagus dari luar namun rapuh didalam.
Sistem pendidikan yang sekuler turut andil dalam membentuk generasi yang rapuh ini. Betapa tidak, pendidikan saat ini tidak lagi membangun karakter dan kepribadian kokoh pada sang anak, mereka malah dibebani berbagai macam tugas yang tak jarang memberatkan.
Dalam Islam, anak memiliki peranan penting dalam membangun peradaban. Karena mereka merupakan generasi penerus bangsa. Maka pemerintah dalam sistem islam akan menaruh perhatian penuh dalam periayahan anak-anak. Negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan mereka. Baik kebutuhan gizi bagi tumbuh kembangnya, kebutuhan pendidikan dan juga berbagai aspek yang lain.
Negara dalam sistem Islam akan memastikan terwujudnya fungsi dan peranan keluarga yang optimal dalam mendidik anak. Begitupula sistem pendidikannya hanya akan didasarkan pada sistem pendidikan islam, yang telah terbukti dapat membentuk akidah islam yang kokoh yang akan menjadi bekal serta benteng kuat bagi anak dalam menghadapi derasnya arus perubahan dunia. Hal ini akan terwujud, hanya jika syariat islam diterapkan secara kaffah dan menyeluruh melalui sebuah institusi negara.
Wallahu'alam
Posting Komentar