-->

Banjir Produk Murah China, Berbahaya


Oleh: Hamnah B. Lin

Dilansir oleh Sindonews.com tanggal 28/07/2024, Menteri Keuangan atau Menkeu AS, Janet Yellen mengatakan, bahwa pasar negara berkembang , termasuk beberapa negara G20, berbagi keprihatinannya tentang kelebihan kapasitas industri China. Yellen juga mendorong, untuk memberikan tekanan kepada Beijing agar mengubah model ekonominya.

Yellen mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara, bahwa ada kekhawatiran tentang China yang berinvestasi berlebihan di pabrik dan membanjiri dunia dengan barang-barang murah yang terus meluas. Bahkan menurutnya apa yang dilakukan China sudah jauh melewati batas dan G7 telah menaikkan tarif pada baja dan kendaraan listrik China.

Diungkapkan juga oleh Yellen, apabila China tidak menerima sara dari negara lain dan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menghidupkan kembali ekonominya dengan langkah-langkah yakni meningkatkan belanja konsumen dan permintaan akan jasa. Namun yang terjadi justru hal sebaliknya, dimana Beijing menyalurkan terlalu banyak PDB-nya ke dalam investasi di manufaktur maju yang membanjiri dunia dengan barang- barang China murah. Yellen menambahkan, bahwa ekonomi China sekarang terlalu besar untuk tumbuh melalui model itu.

Kondisi ini membuat Indonesia kebanjiran produk murah China sehingga menekan daya saing produk lokal termasuk UMKM. Imbasnya PHK hingga ancaman penutupan pabrik Indonesia semakin besar (CNBC Indonesia, 15/07/2024).

Akar Masalah
Adalah ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) yang ditandatangani pada 12 November 2017 dan diimplementasikan sejak 1 Agustus 2019. ACFTA merupakan kesepakatan antara negara-negara ASEAN dengan Cina untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang, baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA (FTA Center, Kemendag, 1-8-2019).

ACFTA berdampak buruk pada produk dalam negeri karena produk Cina leluasa masuk ke pasar Indonesia dengan harga yang lebih murah. Masyarakat Indonesia yang tingkat kemiskinannya tinggi dan memiliki literasi finansial yang rendah tentu lebih memilih untuk membeli produk Cina yang murah daripada produk lokal. Akibatnya, industri dalam negeri tumbang yang berujung PHK, meningkatnya pengangguran dan kemiskinan, serta turunnya perekonomian.

Perekonomian yang kian memburuk membawa dampak turunan yang luar biasa membahayakan. Mulai dari tingkat kriminalitas semkin tinggi, hancurnya bangunan keluarga, terancamnya generasi hingga kesehatan yang tak kunjung terselesaikan seperti masalah stunting, busung lapar hingga gizi buruk. 

Kondisi ini karena pemerintahan Indonesia adalah kapitalis sekuler. Dimana seluruh aspek aturan diatur dengan aturan buatan manusia, menjauhkan aturan Sang Pencipta sejauh- jauhnya mulai dari ranah individu, masyarakat hingga dalam mengatur negara. Korupsi yang kian menggila, hanya memperkaya diri, kroninya hingga para pengusaha. Hingga penguasa dan pengusaha adalah dua sejoli yang saling mendukung dan menguntungkan. Tak peduli rakyat menjerit kelaparan hingga titik kematian di depan mata. Namun mereka bungkam seribu bahasa. Inilah profil negara kapitalis yang hanya memikirkan keuntungan pribadi dan abai dalam mengurusi kemaslahatan rakyatnya. Ini tentu berbeda dengan pemerintahan negara Islam.

Solusi Islam
Seluruh aturan dalam Islam adalah berasal dari Sang Pencipta, Allah SWT. Termasuk aturan mu'amalah, yakni aturan yang mengatur manusia dengan manusia. Adalah negara Islam (Khilafah) menjalankan hubungan luar negeri, termasuk perdagangan, berdasarkan dua hal, yaitu sesuai syariat (termasuk agenda dakwah dan jihad) dan kemaslahatan rakyat. Khilafah akan menjalin hubungan luar negeri dengan cermat dan mengutamakan kepentingan rakyat dan negara.

Di dalam kitab Muqaddimah ad-Dustûr Pasal 161 disebutkan, “Perdagangan luar negeri berlaku menurut kewarganegaraan pedagang, bukan berdasarkan tempat asal barang dagangan. Pedagang yang berasal dari negara yang sedang berperang (at-tujjar al-harbiyyun) dilarang mengadakan aktivitas perdagangan di negeri kita, kecuali dengan izin khusus untuk pedagangnya ataupun barang dagangannya. Pedagang yang berasal dari negara yang terikat perjanjian (at-tujjar al-mu’ahidun) diperlakukan sesuai dengan teks perjanjian antara kita dan mereka. Para pedagang yang berasal dari warga negara (Khilafah) dilarang mengekspor bahan-bahan yang diperlukan negara (Khilafah), termasuk bahan-bahan yang akan memperkuat militer, industri, dan perekonomian musuh. Para pedagang yang berasal dari warga negara (Khilafah) tidak dilarang mengimpor barang yang hendak mereka miliki. Dikecualikan dari hukum-hukum ini, negara yang antara kita dan penduduknya terjadi peperangan secara langsung, seperti Israel, maka ia diperlakukan sebagai negara kafir harbi fi’lan pada semua hubungan dengan negara tersebut, baik hubungan perdagangan maupun nonperdagangan.”

Berdasarkan pasal tersebut, Khilafah dalam melakukan hubungan luar negeri akan melihat status negara tersebut. Jika negara tersebut terkategori kafir harbi fi’lan seperti AS dan Israel yang memerangi Palestina, Cina yang melakukan genosida terhadap muslim Uighur, dan Myanmar yang melakukan genosida terhadap muslim Rohingya, Khilafah tidak akan melakukan perdagangan luar negeri dengan negara-negara tersebut.

Adapun terhadap kafir harbi hukman (tidak memerangi umat Islam) dan mu’ahidun (terikat perjanjian damai), Khilafah boleh melakukan perdagangan luar negeri. Namun, ada catatannya. Khilafah tidak akan mengimpor produk yang haram, misalnya khamar, narkoba, dan aneka produk yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

Terkait produk yang boleh diimpor, Khilafah tidak akan serta-merta melakukan impor. Untuk produk strategis seperti makanan pokok (beras, jagung, gandum, kedelai, daging, ikan, minyak, gula), sandang (tekstil dan produk tekstil), dan alutsista, Khilafah akan mewujudkan kemandirian pangan di dalam negeri sehingga tidak tergantung pada impor yang bisa membahayakan kedaulatan negara.

Sedangkan pada produk lainnya seperti aksesori, alas kaki, mebel, dan perabotan, Khilafah memang boleh melakukan impor, tetapi Khilafah tetap akan mengutamakan perlindungan industri industri dalam negeri sehingga tidak akan mudah melakukan impor. Khilafah akan menjamin iklim usaha yang kondusif dan aman untuk rakyat agar industri dalam negeri memiliki daya saing yang tinggi.

Terkait bea masuk atau cukai, Khilafah akan menerapkan cukai atas dagangan yang masuk ke Negara Islam sebesar cukai yang mereka ambil dari pedagang Islam. Jika mereka menghapuskan cukai, Khilafah juga akan melakukan hal yang sama.

Untuk mencegah masuknya barang yang membahayakan industri dalam negeri, Khilafah akan menempatkan polisi dan militer untuk melakukan penjagaan di perbatasan, yaitu pelabuhan dan bandara. Selain itu, akan ada sanksi tegas bagi pelaku impor yang membahayakan. Demikian cara strategis negara khilafah mengatur industri perdagangan. Dengan dasar bahwa negara berfungsi sebagai rain (pengurus urusan rakyat), seluruh amanah dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab kepada Allah SWT.
Allahu a'lam.