-->

Berulang Persolan Haji Bukti Gagalnya Riayah Negara


Oleh : Hasna Hanan

Ibadah haji masih baru saja usai dijalankan oleh mereka tamu-tamu Allah di Mekkah Al -mukarrahmah, namun masalah polemik haji juga akan terus memenuhi kanal-kanal media berita, mulai dari dana haji, kuota dingga kasus korupsi. Dan baru-baru ini sedang ramai kabar bahwa menag Yaqut Qholil tersandung KPK terkait penyalahgunaan kuota haji, dimana kuota haji tambahan yang didapat Indonesia hanya untuk haji khusus (non reguler).(Tribunnews.com. Mekkah)
Namun Menag menyanggah akan adanya penyalahgunaan kuota tambahan
"Tidak ada penyalahgunaan kuota tambahan, itu prinsipnya,” ujar Menag Yaqut Cholil Qoumas kepada Media Center Haji Daerah Kerja (Daker) Madinah, Arab Saudi, Jumat (21/6/2024)
Ia mengatakan, nantinya Dirjen Penyelenggaraan Ibadah dan Umrah (PHU) akan menjelaskan dengan rinci.

Sementara itu, Ketua Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR Muhaimin Iskandar menyoroti kebijakan kuota tambahan yang separuhnya diduga diberikan kepada haji khusus.

Cak Imin mengatakan kebijakan itu mencederai rasa keadilan masyarakat yang telah menunggu lama untuk bisa berhaji, dan melanggar undang-undang.

Carut marut Haji Di Sistem Kapitalisme Sekuler 

Ibadah haji adalah rukun Islam ke lima, sebagai bagian dari ibadah yang membutuhkan kesiapan tidak hanya niat, fisik serta pemahaman ilmu hajinya saja tetapi juga terkait dengan persoalan pembiayaan mulai berangkat hingga sampai tiba disana, sehingga para tamu Allah ini akan mengeluarkan berapapun biayanya agar mereka bisa berangkat dan mendapat pahala  karena dorongan keimanan.

Namun dalam sistem kapitalisme kepengurusan haji dari proses daftar tunggu, manasik, pelunasan pembiayaan hingga pemberangkatan selalu menuai persoalan yang tidak tuntas dan berdampak kekecewaan kepada  rakyat terhadap  lembaga yang mengurusi ibadah  haji, dana haji yang sangat besar menjadi magnet yang kuat bagi oknum yang menginginkan pundi-pundi materi mengalir memenuhi kepentingan dan hawa nafsu syetan, ketika tidak sebanding dengan pelayanan yang diberikan kepada setiap individu jamaah haji, belum lagi bila kemudian dana tersebut diduga ada penyalahgunaan dan keberpihakan kuota tambahan bagi mereka yang haji khusus.

Islam Menyelesaikan Persoalan Umat

Kholifah dalam sistem pemerintahan Islam akan memberlakukan semua hal yang terkait persoalan ibadah menjadi fokus utama untuk memberikan fasilitas dan kemudahan dan menjalankannya bukan malah sebaliknya mempersulit dan dengan birokrasi yang rumit serta melelahkan.

Dzalim ketika negara abai terhadap kepengurusan ibadah haji dan menelantarkannya  terkait daftar tunggu yang lama, dan kuota yang disalahgunakan kepentingan untuk segelintir orang demi materi, oleh karenanya dalam sistem Islam persoalan haji  akan diatur dengan mekanisme yang komprehensif 

Kholifah memahami agar seorang jemaah bisa meraih predikat haji mabrur. Maka negara akan menetapkan, para pejabat yang mendapat amanah dalam penyelenggaraan haji yang akan memperhatikan setiap detil wajib, rukun, dan sunnah haji agar semuanya terlaksana secara sempurna sesuai syariat.

Khalifah juga akan mengatur adanya suatu organ pemerintahan untuk mewujudkan kemaslahatan umat dalam penyelenggaraan ibadah haji dengan memberikan kemudahan secara maksimal jemaah dalam menjalankan seluruh tahapan termasuk saat di tanah suci, dengan menyediakan segala sarana dan prasarana.
Sebagaimana pada masa Khilafah Utsmani, yang tidak lain bisa menjadi salah satu model pengurusan haji oleh Khalifah pada masanya. Saat itu, persiapan sarana haji telah dimulai tiga bulan sebelum musim haji. Khilafah Utsmani, di bawah pimpinan Sultan Utsmani, telah memberikan perhatian lebih dan besar pada aktivitas ini. Melalui lajnah khusus, Khalifah memberi amanah berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah haji. Tugas utamanya adalah memonitor dan memperhatikan semua urusan rombongan haji di wilayah-wilayah Islam, serta menginstruksikan kepada wali di wilayah-wilayah itu untuk memenuhi kebutuhan para jemaah haji.

Khalifah juga berupaya membangun sarana dan prasarana yang memudahkan para jemaah dalam melaksanakan ibadah. Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid II pada 1900 M, beliau memerintahkan pembangunan jalur Kereta Api Hijaz (Hejaz Railway) untuk memudahkan jemaah haji menuju Makkah. Kebijakan ini direalisasikan karena sebelumnya para jemaah haji harus melakukan perjalanan selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan jika menunggang unta.

Khalifah juga membangun sejumlah tempat yang berfungsi sebagai rumah singgah sekaligus tempat menambah perbekalan bagi para jemaah. Dengan demikian, para jemaah dapat dengan nyaman melaksanakan rangkaian ibadah haji.

Inilah gambaran sistem Islam dalam menyelesaikan persoalan haji, selain itu 
dalam sistem Islam, seluruh pejabat dan petugas memikul amanah dan tanggung jawab sebagai pengurus dan perisai umat. Mereka memahami bahwa setiap langkah dalam menjalankan amanah akan Allah tuntut pertanggungjawabannya. Konsekuensi dari kesadaran itu adalah menjalankan amanah dengan spirit keimanan, bukan karena adanya asas materi dan manfaat yang mereka peroleh sebagaimana dalam kisruh korupsi penambahan kuota jemaah haji. Wallaahualam bissawab.