-->

Cara Mencegah Lahirnya Para Pejabat Korup Dan Pengkhianat

Oleh: Dina

Jumlah pejabat dalam 10 tahun terakhir ini yang bermasalah semakin banyak, berbagai kasus hukum dan korupsi diungkap oleh Polri, KPK dan Kejagung, diantaranya melibatkan lima penjabat di era jokowi seperti Mentan SYL dan Mantan Menkominfo Johny G Plate yang menjadi tersangka korupsi. Bahkan Ketua KPK Firli Bahuri, yang seharusnya menjadi teladan justru terjerat kasus suap. Ada pula pelanggaran etika yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. Tak ketinggalan, yang terbaru adalah kasus asusila yang menjerat Ketua KPU Hasyim Asy’ari. (Nasional.tempo.co tanggal 5 Juli 2024)

Korupsi sendiri menurut KBBI adalah bentuk penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain, sehingga korupsi dalam pandangan sosial dianggap sebagai perbuatan buruk. Dalam Islampun prilaku korupsi secara tegas telah dilarang, karena melanggar syariat. Sebagaimana Hadist Nabi SAW yang di riwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. Rasulullah SAW bersabda :   "Tidak akan masuk surga tubuh yang diberi makan dengan yang haram".

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah : 188

"Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui".

Adapun penyebab dari penyimpangan yang dilakukan para penjabat negara, diantaranya disebabkan oleh faktor personal dan sistemik, yaitu adanya kerakusan dan ketamakan terhadap harta, moral yang lemah, tidak amanah, serta pola hidup yang hedonisme sehingga mendorong seseorang untuk memiliki kekayaan dengan cara yang instan, kemudian karena adanya sistem rusak merusak yang berasal dari sistem dekomrasi. Di dalam sistem ini hukum bersifat lemah, tidak jelas aturannya dan ada kecenderungan hukum dibuat untuk segelintir orang tertentu, sehingga sanksi yang diberikan tidak sepadan dengan pelaku korupsi dan pelaku pidana lainnya, alasan inilah yang mebuat mereka tidak jera untuk korupsi, mereka malah semakin berani dalam penyalahgunaan kekuasaan, bahkan dalam pembuatan UU, pemerintah lebih banyak berpihak kepada oligarki daripada rakyat.

Namun Islam dalam hal ini mempunyai solusi untuk mengatasi dua penyebab permasalahan tersebut. Pertama, yaitu dengan memilih penguasa negara yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat, sebab dengan iman dan takwa seorang pemimpin akan menjalankan tugas dengan penuh amanah, bukan berdasarkan pada hawa nafsu, mereka juga akan menyadari betapa beratnya tanggung jawab dalam sebuah kepemimpinan, sehingga dalam mengemban amanah mereka akan selalu bersikap hati-hati, karena mereka yang beriman dan bertakwa menyadari segala hal akan dimintai pertanggung jawaban termasuk dalam sebuah kepemimpinan.

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya”.(HR. Bukhari Muslim).

Namun miris saat ini dalam memilih seorang pemimpin seringnya karena faktor popularitas ataupun kedekatan, bukan karena faktor keimanan dan ketakwaan seperti yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw dulu sebagai kepala Negara Islam.

Kedua, yaitu dengan mengganti sistem saat ini yang berkiblat pada paham sekulerisme dengan sistem yang didalamnya diterapkan syariat Islam secara kaffah, yaitu dengan mendirikan negara Islam, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Selain keimanan, ketakwaan dan adanya kebaikan sistem dalam sistem Islam, keteladanaan dari para pemimpin yang selalu berprilaku sederhana dan anti nepotisme sangat diperlukan. Keteladanan seperti ini akan kita dapati pada diri Rasulullah saw dan para sahabat, seperti khalifah Abu bakar ra dan Umar ra. Selain itu ketegasan Hukum bagi para pelaku pelanggar hukum, seperti korupsi amat diperlukan untuk memberi efek jera. Dalam Islam pelaku korupsi akan memperoleh sanksi hukum berupa Ta'zir - hukuman fisik, harta dan hukuman mati - tergantung efek yang ditimbulkan dari korupsi tersebut. Dari sinilah akan kita dapati betapa pentingnya bagi para penjabat untuk bisa amanah dalam menjalankan tugas kepemimpinannya.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.