-->

Data Publik Bocor Lagi, Ada Apa Ini?

Oleh : Fadhilah Nur Syamsi (Aktivis Muslimah)

Dilansir dari-CNN Indonesia (02/07/2024). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) diduga menjadi korban kebocoran data. Sejumlah data kementerian, mulai dari data NIK hingga akun bank diretas dan dijual di situs ‘gelap’ BreachForums.
Unggahan ini menyebut data-data Kominfo periode 2021 hingga 2024 yang didapatkan dari Pusat Data Nasional (PDN) tersebut dijual dengan harga US$121 ribu atau sekitar Rp1,98 miliar. Nominal yang sungguh fantastis bukan?

Bukan hanya pertama kali PDN diretas. Peristiwa yang sama juga pernah terjadi pada data BSI, BPJS, Dukcapil dan data-data yang lainnya. Indonesia kini telah menjadi urutan ke-3 negara dengan  kasus kebocoran data tertinggi. Indonesia menjadi potensi jumlah SDA dan jumlah pendudukan untuk sasaran data cyber.

Data Menjadi Krusial di Masa Serba Digital

Dari peradaban saat ini, pusat data menjadi serangan utama karena menyimpan data-data penting dan berharga. Berbagai aktivitas krusial masyarakat ada dalam kehidupan digital  seperti medsos, marketplace, pembayaran listrik, air, pajak,serta berbagai transaksi lainnya. Untuk itu sudah seharusnya  jaminan keamanan data menjadi tanggungjawab pemerintah yang harus ditangani dengan serius.

Belum ada upaya yang signifikan pemerintah dalam melindungi data, bisa dikatakan sangat minim bahkan hampir tidak ada backup untuk melindungi data. Hal ini menjadi sangat rentan terhadap kebocoran data penting negara. Padahal dampak kejahatan ini tidak main-main. Kejahatan berbasis digital yang marak hari ini, salah satu pintunya adalah kasus kebocoran data.

Tercatat alokasi keuangan APBN terhadap PDNS tidaklah kecil, yakni mencapai Rp700 miliar. Bisa jadi ini merupakan kesalahan dalam pengelolaan dan penggunaan anggaran, serta dalam aspek manajerial. Semua itu merupakan wajah buruk birokrasi yang ada saat ini, termasuk kentalnya tradisi/perilaku koruptif di Indonesia.

Pemanfaatan Teknologi Bagi Korporasi

Negara-negara maju terutama dalam bidang digital memiliki ideologi kapitalis, seperti Amerika dan juga China. Mereka dapat dengan mudah menyebarkan ideologi melalui media yang mereka kuasai. Dengan penguasaan teknologi digital ini, perusahan-perusahan besar menjadikan data pribadi pengguna sebagai komoditas yaitu dengan mengumpulkan data para konsumennya. Maka dari itu dibutuhkan suatu industri khusus dan ini dibebankan kepada departemen industri.

Teknologi tinggi yang dimiliki negara-negara maju akan mudah dalam menguasai pasar. Menyebabkan matinya pedagang-pedagang ritel dalam negeri karena penggunanya sudah di sediakan platform untuk pasar mereka. Ini seperti penjajahan yang memanfaatkan ranah cyber. Negara-negara besar memanfaatkan penambangan data untuk melumpuhkan kekuatan negara lain.

Jaminan Keamanan Data dalam Islam 

Aspek keamanan dan ketahanan data tentu menjadi salah satu yang sangat diperhatikan oleh negara. Khilafah yang menerapkan hukum syariah benar-benar akan memilih strategi dan teknologi yang tepat, bahkan tercanggih untuk pengelolaan dan pengamanan data semata-mata demi kemaslahatan rakyat. Hal ini sudah menjadi tanggungjawab negara dalam mengamankan data-data milik warga negaranya.

Negara Islam mengutamakan kemandirian teknologi dengan melepaskan diri dari hegemoni teknologi digital yang dikuasai korporasi raksasa Amerika dan China. Karena, selama negara yang perlindungan datanya masih memakai teknologi yang dikembangkan oleh negara lain, sudah pasti akan menjadi sasaran kepentingan korporasi. Maka dari itu, ia harus keluar dari hegemoni tersebut agar tidak diketahui informasi-informasinya dari big data.

Dalam islam data yang diamanahkan kepada negara untuk pelayanan prosesnya profesional. Semua perilaku pengguna akan di transfer ke data. Ibaratnya, data-data masyarakat tersebut untuk dititipkan bukan malah dijual karena sangat berbahaya bagi keselamatan umat. Negara Islam memiliki departemen-departemen tertentu, informasi Qodhi dan keamanan dalam negeri berupa polisi cyber atau surtoh keamanan cyber. Negara Islam tegas menegakkan aturan/hukum untuk melindungi data publik dengan menetapkan sanksi yang benar-benar memberikan efek jera bagi pencuri data sehingga setiap celah pelanggaran akan dapat ditutup dengan rapat. Sanksi tersebut berupa takzir yang berat ringannya tergantung dari pada berat ringannya pelanggaran yang dilakukan. 

Wallahualam bishowab. []