-->

Harapan Semu, Pemerataan Pembangunan Desa di Sistem Kapitalis

Oleh : Ria Imazya, Aktivis Muslimah

Viralnya sebuah foto anak SD melaksanakan upacara bendera di tengah lapangan berlumpur di Kalimantan Selatan membuat siapa pun yang melihatnya terenyuh (tribunnews.com 04/08/2024). 

Betapa gigih dan semangat meski dalam keadaan terbatas dan jauh dari kata nyaman. Realitas tersebut tak hanya terjadi di satu daerah saja, namun banyak daerah masih memiliki kondisi sekolah yang tak layak. Bukan hanya persoalan lapangan berlumpur saja, kemiskinan, pengangguran, gizi buruk, fasilitas rusak dan masih banyak lagi. Di tengah semaraknya nuansa kemerdekaan yang digaungkan di negeri ini, namun kesejahteraan masih sulit dijangkau.

Itulah yang terjadi. Kesenjangan yang terjadi antara desa dan kota begitu tinggi di Indonesia. Tak bisa dibantah bahwa kemiskinan di desa jauh lebih tinggi dibandingkan kemiskinan di kota. Pada saat yang sama pembangunan desa diklaim bisa menjadi solusi memeratakan pembangunan dan membawa kesejahteraan masyarakat desa dan diimplementasikan salah satunya dengan pengadaan dana desa. 

Namun, dengan adanya pengadaan dana desa pun pembangunan desa masih belum berhasil, dan masih tak mampu mengentaskan kemiskinan. Tak dipungkiri dana desa justru menjadi ladang basah bagi koruptor desa.Tercatat data dari Kemendes PDTT pada 2023, jumlah desa tertinggal masih 7.154 dan desa sangat tertinggal masih 4.850. Sedangkan, dana desa sudah sangat jumbo digelontorkan. Sejak periode 2015-2024 total anggaran desa yang telah disalurkan mencapai Rp609 triliun (cnbcindonesia.com, 02/05/2024).

Harusnya dana tersebut sangat mampu untuk pembangunan desa seperti berbagai macam infrastruktur yang dibutuhkan agar desa tak tertinggal dengan kita dan tercipta masyarakat yang sejahtera. Itulah yang terjadi dalam sistem kapitalis, pemerataan pembagunan desa akan menjadi harapan semu.

Selain itu pembangunan desa yang bercorak kapitalisme mengakibatkan rakyat gigit jari alih-alih dapat keuntungan untuk kesejahteraan malah buntung yang didapat. Konsep kapitalisme  yang bertumpu pada investasi menunjukkan dasar pembangunan di desa untuk keuntungan korporasi. Pembangunan desa wisata yang memanfaatkan potensi alam sekitar agar bisa menyerap tenaga kerja dari desa, nyatanya yang dapat keuntungan adalah pemilik modal yang berinvestasi di sektor wisata tersebut.

Berbeda dengan sudut pandang Islam terhadap pembangunan, yaitu pelayanan oleh penguasa kepada rakyatnya bukan seperti kapitalisme dengan konsep jual beli. Karena negara yang berkewajiban menjamin sandang, pangan dan papan, pendidikan, kesehatan, keamanan dan transportasi. Seperti itulah seharusnya standar pemerataan pembangunan desa ataupun kota. Setiap warganya mendapatkan hak yang sama. 

Selain itu pembangunan desa harus mandiri tanpa campur tangan pihak luar, karena akan menjamin bahwa kemaslahatan hanya untuk rakyat bukan untuk korporasi pemilih modal. Sungguh pemerataan pembangunan desa dengan sudut pandang Islam yang mampu membawa kesejahteraan dan menyelesaikan segala ketimpangan desa dan kota.