Ilusi Keadilan dalam Sistem Demokrasi, Islam sebagai Solusi
Oleh: Binti Masruroh
Keadilan Hukum di negeri ini masih terus dipertanyakan. Ketidakadilan dipertontonkan kepada publik. Sebagaimana dilansir jpnn.com 28/07/2024 pada tanggal 24 Juli 2024 Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Erintuah Damanik memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur terdakwa kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera Afriyanti kekasihnya akhir tahun 2023 lalu. Ronal Tannur dinilai tidak terbukti secara sah dan meyalinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituangkan dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau Pasal 351 ayat (3) KUHP atau Pasal 259 KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP. Padahal barang bukti berupa rekaman CCTV dan hasil visum korban telah dihadirkan di ruang persidangan. Sebelumnya jaksa penuntut umum telah melayangkan tuntutan 12 tahun penjara.
Vonis bebas Robert Tannur menuai polemic berbagai kalangan. Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengaku heran atas keputusan hakim Pengadilan Surabaya tersebut. Telah terang benderang tindak pidana yang dilakukan Ronal Tannur melakukan penganiayaan seorang perempuan yang menyebabkan kematian. Sahroni menilai keputusan vonis bebas ronal keputusan yang memalukan dan hakim yang memvonis bebas harus diperiksa
Berbagai kasus kriminalitas yang terjadi di negeri ini tidak mendapatkan sanksi tegas, sehingga tidak menimbulkan efek jera. Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Praktek suap menyuap di pengadilan biasa dilakukan, hukum seolah bisa diperjual belikan. Sistem hukum jauh dari rasa keadilan dan tidak memberikan efek jera. Keputusan hakim nyata-nyata menimbulkan ketimpangan secara mendalam. Tidak hanya sekali dua kali para pejabat, korporat dan kawannya mudah terbebas dari jerat hukum. Dalam kasus Ronald Tannun yang sebelumnya dituntut 12 tahun ,tiba-tiba dengan mudah mendapatkan vonis bebas di pengadilan.
Menkolhukam Mahfud MD juga pernah mengatakan bahwa penegakan hukum di Indonesia masih mengecewakan karena masih banyak jual beli kasus dan vonis oleh mafia hukum.
Fakta ini menjadi bukti lemahnya hukum dalam sistem demokrasi yang diterapkan negeri ini. Pasalnya asas sistem demokrasi adalah sekuler yakni menjauhkan agama dalam dari kehidupan. Karenanya sistem hukum demokrasi adalah produk akal manusia, padahal manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas, dan sering terjebak pada konflik kepentingan. Ketika membuat aturan atau hukum manusia akan dipengaruhi hawa nafsunya. Karenanya hukum produk akal manusia tidak akan mampu menciptakan keadilan, hukum akan menguntungkan satu kelompok dan merugikan kelompok yang lain. Hukum produk manusia menimbulkan kerusakan, pertentangan, perselisihan. Allah Swt telah menyampaikan dalam Surat Al Maidah ayat 50 yang artinya “Apa hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, maka hukum siapa yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang yang meyakini.”
Sungguh berbeda dengan hukum dalam Sistem islam. Islam mampu menegakkan keadilan dengan berpedoman pada aturan Allah, Dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Adil. Hukum dalam Islam tidak bisa diperjual belikan. Hukum tajam kepada siapapun yang melakukan tindak pidana, tidak peduli pejabat atau rakyat biasa siapapun yang bersalah akan diberi sanksi sesuai ketentuan hukum syara. Rasulullah saw bersabda yang artinya “Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya. (HR. Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688).
Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Seorang yang melakukan pembunuhan dengan sengaja akan dikenai sanksi hukuman mati atau qisas. Namun apabila keluarga memaafkan maka akan dikenai membayar diat atau tebusan sebesar 100 ekor unta.
Prinsip sanksi dalam Islam berfungsi sebagai zawajir dan jawabir. Zawajir maksudnya untuk menimbulkan efek jera, baik bagi pelaku maupun bagi masyarakat secara umum, sehingga dengan ditegakkan sanksi yang tegas tindakan kejahatan tidak terulang lagi. Adapun jawabir maksudnya bahwa sanksi dalam Islam berfungsi sebagai penebus dosa bagi pelakunya.
Hanya dengan menerapkan Syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan maka keadilan, keamanan akan terwujud di tengah-tengah masyarakat. Wallahu a'lam bishowab..
Posting Komentar