Indonesia Parah, Banyak Bocil Cuci Darah
Oleh: Sri Azzah Labibah
Baru saja Indonesia memperingati Hari anak Nasional ke 40, namun ditengah tengah memperingati hari itu kondisi menyedihkan menyeruak dari rumah sakit Cipto Mangun Kusumo atau RSCM. Viral berita banyak sekali anak kecil harus menjalani cuci darah akibat gagal ginjal, penyakit yang biasanya diderita orang dewasa. Bagaimana bisa hal ini terjadi?
Konsultan neurologi anak dari RSCM Dr Eka Laksmi Hidayati Spak mengomentari berita viral ramainya anak-anak ke RSCM untuk cuci darah. Katanya tidak terjadi lonjakan kasus anak ke RSCM yang menjalani cuci darah. Memang saat ini ada sekitar 60 anak yang menjalani terapi pengganti ginjal di RSCM. Sekitar 30 anak di antaranya melakukan terapi dialisis atau cuci darah sementara. Sisanya menjalani dialisis mandiri yang datang sebulan sekali ke rumah sakit (www.health.detik.com,27-7-2024) (1).
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mensurvei ditemukan kondisi hematuria dan proteinuria pada urin anak-anak, yakni adanya darah dan protein dalam air kencing mereka. Ketua umum IDAI dr. Piprim Basarah Yanuarso mengatakan bahwa kondisi ini tanda awal kerusakan ginjal. Penyebabnya adalah pola makan dan minum anak-anak yang saat ini kurang baik. Mereka lebih suka memakan makanan dan minuman yang manis (www.detik.id, 24-7-2024) (2).
Sungguh mengkhwatirkan tren pola makan saat ini. Makanan instan, makanan siap saji, minuman dan makanan dengan kadar gula tinggi, makanan bergluten tinggi, belum lagi makanan yang rasanya sudah dimodifikasi dengan bahan kimia, makanan berpengawet dan sudah dikemas; sudah menjadi makanan sehari-hari yang dikonsumsi masyarakat, termasuk anak-anak. Kebanyakan anak saat ini tidak menyukai makanan real food (makanan asli, seperti memakan pisang apa adanya dari pada makan bolu pisang, makan buah strawberry asli daripada strawberry cheese cake, dan lain-lain). Orang tua pada umumnya akan memberikan makanan kesukaan si anak sekalipun itu tidak bergizi. Yang terpenting si anak mau makan.
Kebiasaan hidup konsumtif dan serba instan di sistem sekulerisme kapitalisme adalah akar dari masalah ini. Sehingga membuat masyarakat tidak memperhatikan pola konsumsi dan cenderung hanya memperturutkan hawa nafsunya, mengikuti tren yang ada. Jika dia seorang muslim, maka standar konsumsinya tidak sesuai syariat; tidak memperhatikan halal dan thayyib (baik untuk kesehatan). Sementara para produsen makanan juga hanya memikirkan keuntungan tanpa mempedulikan nilai gizinya bagi masyarakat. Negara pun tidak peduli halal haram produksi makanan dan minim edukasi tentang konsumsi yang sehat. Dampaknya anak-anak yang menjadi korban makanan tidak sehat.
Dalam Islam yang diterapkan oleh negara Khilafah. Islam sebagai sistem yang sempurna, pasti akan banyak keberkahan saat diterapkan secara sempurna oleh Khilafah; karena berasal dari Allah Yang Maha Tahu yang terbaik untuk hamba-Nya, sehingga syariatnya pasti baik untuk manusia. Khilafah mengatur konsumsi masyarakat, khususnya untuk anak-anak, sesuai aturan Islam. Khilafah tidak membiarkan masalah konsumsi makan dipenuhi hanya sesuai keinginan manusia, namun harus dipenuhi sesuai syariah.
Islam telah menetapkan standar bahwa makanan apa pun yang dikonsumsi harus halal dan thayib. Allah SWT berfirman : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari yang Allah telah rizkikan padamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman padanya” (Al-Maidah : 88).
Kategori makanan halal dan thayib ini bukan sebagai anjuran, namun wajib dijalankan; baik itu oleh individu, masyarakat, bahkan negara. Makanan halal harus terbebas dari hal-hal yang diharamkan, seperti bangkai darah, daging babi, binatang bertaring, binatang menjijikkan, dan yang disembelih tidak dengan menyebut nama Allah. Thayib itu harus bagus, sehat, dan lezat. Tidak boleh merusak akal dan tubuh manusia.
Agar syariat makanan yang harus halal dan thayib menjadi standar di tengah-tengah masyarakat, Khilafah akan menetapkan kebijakan sebagai berikut :
Pertama. Khilafah akan mengedukasi masyarakat melalui sistem pendidikan berdasar akidah Islam di semua lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal. Masyarakat dididik agar memiliki kepribadian Islam, sehingga pola pikir dan pola sikapnya sesuai Islam. Dengan begitu mereka akan senantiasa mengaitkan semua aktivitas mereka dengan hukum Islam, termasuk dalam hal memakan makanan.
Kedua. Saat masyarakat yang telah terdidik dengan akidah Islam ini menjadi produsen atau konsumen, mereka akan memastikan makanan yang diproduksi ataupun yang dikonsumsi sesuai syariah. Makanan harus halal dan thayib. Tidak boleh ada zat yang berbahaya di dalamnya. Ketika produsen ataupun konsumen memahami standar makanan sesuai Syariah, maka di sinilah upaya preventif bisa dilakukan agar masyarakat ( termasuk di dalamnya anak-anak) terhindar dari pola makan yang salah.
Ketiga. Khilafah pun akan mengontrol dengan ketat produk makanan yang beredar di tengah masyarakat agar memenuhi standar halal dan thayib ini. Khilafah akan memberi sanksi tegas kepada siapapun yang melanggar aturan syariat terkait makanan. Makanan instan, makanan siap saji, minuman dan makanan dengan kadar gula tinggi, makanan bergluten tinggi, belum lagi makanan yang rasanya sudah dimodifikasi dengan bahan kimia, makanan berpengawet dan sudah dikemas; tidak akan lulus uji Khilafah untuk diproduksi dan diedarkan di tengah masyarakat; karena dampaknya berbahaya. Khilafah akan menggalakkan produksi pertanian dan mengupayakan hasil maksimal dari pertanian, baik sayur, buah, umbi-umbian, biji-bijian, juga ikan dan daging ayam serta sapi juga telur ayam; bisa membanjiri pasar dan bisa dikonsumsi dalam bentuk “real food” di tengah masyarakat; sehingga mereka masih merasakan gizi dan vitaminnya. Jadi Khilafah akan fokus mengemas hasil pertanian agar bisa tetap segar sampai di tangan rakyat.
Keempat. Selain itu dengan pendidikan Islam masyarakat juga akan diberi pemahaman bahwa tujuan konsumsi untuk membuat badan sehat dan terpenuhi gizinya sehingga mereka akan optimal dalam beribadah. Melalui pendidikan Islam pula, Khilafah akan menjaga agar rakyatnya, termasuk anak-anak, agar terjaga dari pola konsumsi yang konsumtif dan hanya sekedar mengikuti tren. Pada masa Khalifah Umar Bin Khattab, beliau pernah menegur rakyatnya yang memiliki perut buncit beliau memerintahkan agar dia membenahi pola makannya.
Kelima. Khilafah akan menetapkan undang-undang terkait produksi makanan berdasarkan surah Almaidah ayat 88 dan dalil Syariah lainnya terkait makanan. Dalam buku fikih ekonomi, tergambar jelas bagaimana Khalifah Umar mengatur dan memastikan bahwa rakyatnya terhindar dari produksi dan pola konsumsi yang menyimpang. Pada masa Khilafah Utsmaniyah, memberlakukan konun bursa yang mengatur standarisasi toko roti dalam memenuhi hak konsumen.
Melalui beberapa mekanisme ini, Khilafah mampu memastikan masyarakatnya termasuk anak-anak terhindar dari pola konsumsi yang salah. Dengan demikian anak-anak, juga masyarakat secara umum, bisa terhindar dari penyakit gagal ginjal diabetes dan penyakit degeneratif lainnya akibat pola makan yang salah lainnya.
Wallahualam Bisawab.
Posting Komentar