-->

Kontrasepsi Untuk Anak Sekolah dan Remaja, Solutif kah?

Oleh : Lihna Novia

Berbagai persoalan yang dihadapi oleh remaja semakin hari semakin membuat sesak dada. Akibat perilaku bebas muda-mudi yang tanpa batas, free sex merajalela. Pacaran dianggap lumrah. Berciuman, berpelukan, meraba pacar, termasuk berzina dengan lawan jenis tidak dianggap tabu dan terlarang. 

Perilaku zina sudah dianggap bagian dari pergaulan remaja zaman sekarang. Asal suka sama suka, perbuatan zina tidak bisa dipidanakan. Akhirnya aborsi dan penyakit menular seksual marak menjangkiti remaja. 

Mirisnya, di tengah sengkarut banyaknya masalah yang ditimbulkan oleh pergaulan bebas remaja, pemerintah justru menetapkan kebijakan yang melegalkan aktivitas tersebut.

Kebijakan Yang Kebablasan

Menjelang beberapa bulan berakhirnya masa jabatan presiden, Jokowi resmi meneken PP nomor 28 tahun 2024 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan (UU kesehatan) tanggal 26 Juli 2024 yg lalu.

PP ini pun menuai kontroversi dan kritik dari berbagai kalangan. Banyak pihak yang menilai presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan yang "gila" dan kebablasan dengan ditekennya PP tersebut. 

Salah satunya, kritik dari alim ulama dan ahli Fiqih Ustadz Siddiq Al Jawi (USAJ). Beliau menyoroti beberapa pasal kontroversial dalam PP nomor 28 tahun 2024. Diantaranya ada pasal yang pro seks bebas (zina) dan melegalkan lgbt. 

Dalam PP no. 28 tahun 2024, pasal yg pro sex bebas, diantara nya ada pada pasal 103. 
Pasal 103 ayat (1 ) yang berbunyi : upaya kesehatan *sistem reproduksi usia sekolah dan remaja* paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan kesehatan reproduksi.

Beliau mengomentari pasal 103 ayat (1) PP ini, berfokus pada persoalan *sistem reproduksi (baca aspek seksual)* dan sasarannya adalah anak-anak usia sekolah dan remaja, misalnya anak SD, SMP, SMA. Jadi pasal ini bukan dikhususkan untuk pasutri dewasa yang sudah menikah. 

Pasal 103 ayat (2) berbunyi : pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi setidaknya berkaitan dengan sistem fungsi dan proses reproduksi menjaga kesehatan alat reproduksi; *perilaku seksual beresiko dan akibatnya ; keluarga berencana (KB);* melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual serta pemilihan media hiburan sesuai usia anak.

Menurut USAJ, jadi, pada anak-anak usia sekolah dan remaja sudah ada aturan mengenai perilaku seksual yang beresiko. *Berarti ada perilaku seksual yang tidak beresiko seks. Juga sudah diatur KB* untuk kalangan usia sekolah dan remaja.

Kemudian pada pasal 103 ayat (5) yang berbunyi : konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilaksanakan dengan memperhatikan privasi dan kerahasiaan serta dilakukan oleh tenaga medis tenaga kesehatan konselor *dan/atau konseler sebaya* yang mempunyai kompetensi sesuai dengan kewenangannya.

Menurut komentar USAJ, konselor sebaya seperti apa yang sudah memiliki kompetensi untuk usia semuda itu? Apakah maksudnya teman seumuran tapi sudah berpengetahuan luas dan berpengalaman dalam praktek zina yang aman secara kesehatan? 

Berikutnya beliau juga menyoroti pasal yang melegalkan LGBT. Perhatikan pasal 104 ayat (3) huruf e mengenai kesehatan reproduksi dewasa disebutkan bahwa : 
"Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa : a. Deteksi dini penyakit atau skrining;
b. Pengobatan;
c. Rehabilitasi ; 
d. Konseling ;
e. Penyediaan alat kontrasepsi bagi pasangan usia subur *dan kelompok yang beresiko"*

USAJ mengkritik ada nya penggunaan frase *"dan kelompok yang beresiko"* untuk orang-orang yang mendapatkan penyediaan alat kontrasepsi. Menurutnya bukankah sudah cukup dengan frase "pasangan usia subur"?
Lalu siapa yang dimaksud dengan frase "dan kelompok yang beresiko" kalau bukan kelompok-kelompok durjana, manusia-manusia terkutuk perilaku LGBT (lesbian gay biseksual dan transgender)? Siapa lagi kalau bukan mereka? Jadi pasal 104 ayat 3 huruf e merupakan pasal yang memberi legitimasi kelompok lgbt.

Kemudian pasal 107 ayat (2) : Setiap orang berhak memperoleh akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan kesehatan reproduksi. 

Menurut USAJ, ini mungkin pasal yang paling berbahaya di PP ini. Karena frase "setiap orang" dalam pasal ini berarti mencakup anak-anak usia sekolah dan remaja. Jadi jika ada anak SD, SMP, atau SMA membeli kondom di apotek misalnya. Atau minta layanan kontrasepsi ke klinik, misal mau pasang IUD (spiral), atau ada kasus kehamilan di luar nikah yang mau periksa ke rumah sakit atau dokter, harus dilayani sesuai dengan pasal ini. GILA!!

Dilihat dengan perspektif Islam, USAJ mengatakan bahwa setidaknya ada beberapa poin kritik, terhadap PP No 28 tahun 2024. Pertama, bahwasanya dengan PP tsb menghalalkan zina dan murtad. Dimana dgn Pengesahan PP tsb, berarti sdh melegalkan dan menghalalkan sesuatu yg diharamkan oleh Allah. Dengan demikian, bisa mengeluarkan seseorang dari keislaman nya (murtad). Kedua,PP tersebut haram dilaksanakan. 
Ketiga, PP tersebut membuktikan bahwa Indonesia itu adalah negara sekuler.
Keempat, Dengan PP tersebut juga bukti bejatnya moral penyelenggaraan negara. 

Begitu kritik yang disampaikan USAJ pada kajian ngaji subuh hari Kamis tanggal 8 Agustus 2024 di channel Ngaji Subuh. (https://youtube.com/live/1jPp4LGa-L4?feature=share).

Kontrasepsi Untuk Anak Sekolah dan Remaja Perkuat Liberalisasi Perilaku

Sudah menjadi kewajiban negara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di negeri ini. Termasuk menyelesaikan persoalan yang terjadi pada remaja. Tetapi, menyediakan layanan kesehatan reproduksi, salah satunya dengan menyediakan kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja atas nama seks aman bukanlah solusi yang tepat. 

Kebijakan ini justru akan mengantarkan pada liberalisasi perilaku yang akan membawa kerusakan pada masyarakat. Meski diklaim aman dari persoalan kesehatan, namun akan menghantarkan kepada perzinahan yang hukumnya haram.

Aturan ini meneguhkan Indonesia sebagai negara sekuler yang mengabaikan aturan agama. Kerusakan perilaku akan makin marak dan membahayakan masyarakat dan peradaban manusia, terlebih negara juga menerapkan sistem pendidikan sekuler, yang menjadikan kepuasan jasmani sebagai tujuan.  

Islam Solusi Hakiki

Jadi jelas, bahwa akar persoalan yang menyebabkan terjadinya berbagai masalah remaja saat ini, karena negara ini mencampakkan peran agama dalam berbagai aturan kehidupannya (sekuler). Sehingga solusi yang ditawarkan pun tidak solutif, tambal sulam, dan semakin memperkuat liberalisasi perilaku generasi.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam sebagai dien yang sempurna memiliki solusi mengatasi problematika kehidupan manusia. Termasuk solusi untuk menyelesaikan masalah remaja.
Islam mewajibkan negara membangun kepribadian Islam pada setiap individu. Untuk mewujudkannya, negara akan menerapkan sistem Islam secara kaffah, termasuk dalam sistem pendidikan dan edukasi melalui berbagai sarana khususnya media. Sistem pendidikan Islam akan membentuk generasi yang memiliki syaksyiyyah Islamiyyah yang tinggi. Menjadikan iman taqwa dan rasa takut kepada Allah sebagai filter yang bisa menyaring berbagai pemikiran dan budaya barat yang rusak. 

Begitu juga dengan penerapan sistem sosial dan interaksi dengan lawan jenis (Nizhomul Ijtima'i) dengan didukung oleh sistem sanksi (Nizhomul Uqubat) secara tegas akan mencegah perilaku liberal di kalangan remaja. 
Dengan penerapan sistem Islam yang menyeluruh dalam semua aspek kehidupan, berbagai persoalan hidup bisa diselesaikan dengan sempurna.