Lepas Jilbab demi Paskibra, Sekularisme yang Makin Menggerus Identitas Muslimah
Oleh : Selvi Sri Wahyuni S.Pd.I (Mahasiswi Pascasarjana UIKA Bogor)
Viralnya 18 anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) yang rela melepas jilbab demi memenuhi aturan seragam mengundang reaksi keras dari masyarakat. Insiden ini bukan sekadar tentang pakaian, namun mencerminkan bagaimana sekularisme telah mengikis identitas dan nilai-nilai Islam dalam kehidupan kaum Muslim, terutama para Muslimah.
Dalam Islam, jilbab bukan hanya sekadar penutup kepala, tetapi merupakan perintah Allah yang menjadi identitas bagi setiap Muslimah. Jilbab melambangkan kehormatan, ketaatan, dan komitmen seorang Muslimah terhadap ajaran agamanya. Ketika seorang Muslimah memutuskan untuk memakai jilbab, ia sedang menegaskan identitasnya sebagai hamba Allah yang taat, yang mengikuti aturan-Nya dalam setiap aspek kehidupan.
Namun, sekularisme yang menjadi fondasi bagi sebagian besar kebijakan publik di berbagai negara, termasuk Indonesia, memandang agama sebagai sesuatu yang terpisah dari urusan publik dan kenegaraan. Sekularisme menuntut pemisahan antara agama dan kehidupan sehari-hari, sehingga sering kali aturan agama dianggap tidak relevan dalam konteks sosial, budaya, atau politik.
Paskibra sebagai bagian dari upacara kenegaraan adalah representasi dari nilai-nilai sekuler yang mengutamakan seragam dan keseragaman di atas keyakinan individu. Aturan seragam yang mengharuskan anggota Paskibra untuk melepas jilbab mencerminkan pandangan sekuler yang mendominasi kehidupan publik, di mana identitas keagamaan dianggap sebagai sesuatu yang bisa diabaikan atau dikorbankan demi "kepentingan" negara.
Dalam pandangan Islam, aturan yang memaksa seorang Muslimah untuk melepaskan jilbabnya adalah bentuk pemaksaan yang bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama yang seharusnya dilindungi. Lebih dari itu, ini adalah cermin dari sekularisme yang telah merasuk ke dalam struktur sosial dan hukum, menjauhkan umat Islam dari ajaran dan nilai-nilai agama mereka.
Sekularisme, dengan segala implikasinya, telah menciptakan masyarakat di mana simbol-simbol agama dan identitas keagamaan dianggap kurang penting atau bahkan dipinggirkan dalam ruang publik. Ironisnya, dalam upaya menciptakan keseragaman dan kesetaraan, justru keberagaman dan identitas individu sering kali terabaikan. Dalam kasus ini, hak seorang Muslimah untuk mengekspresikan keyakinannya melalui jilbab telah dikalahkan oleh aturan seragam yang didikte oleh norma sekuler.
Sebagai umat Islam, kita harus kembali merenungkan nilai-nilai yang kita pegang dan mempertanyakan sejauh mana kita membiarkan sekularisme memengaruhi cara hidup kita. Identitas kita sebagai Muslim harus dijaga, bukan hanya dalam ruang pribadi, tetapi juga dalam kehidupan publik. Tindakan seperti memaksa Muslimah untuk melepas jilbab demi aturan seragam adalah bentuk dari pengikisan nilai-nilai Islam yang harus kita lawan dengan dakwah yang mengajak kepada penerapan Islam secara kaffah (menyeluruh).
Kejadian ini seharusnya menjadi pengingat bahwa umat Islam harus terus memperjuangkan hak-haknya dan menolak segala bentuk aturan yang bertentangan dengan ajaran agama. Sekularisme tidak boleh menjadi alasan untuk mengorbankan identitas dan keyakinan kita. Sebaliknya, kita harus terus menguatkan jati diri sebagai Muslim, menjunjung tinggi ajaran Islam dalam setiap aspek kehidupan, dan menyuarakan pentingnya penerapan syariat Islam secara menyeluruh, agar kejadian seperti ini tidak terulang di masa mendatang.
Posting Komentar