-->

Penyediaan Alat Kontrasepsi untuk Remaja, Solusi atau Problem Besar?

Oleh: Syarifah, S.Pd (Komunitas Pena Ideologis Maros)

Baru-baru ini dilansir dari berita TEMPO.CO, Jakarta pada 01/08/2024 Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. 

PP tersebut ternyata mengundang kontroversi. Banyak pihak yang menilai bahwa Presiden Jokowi sudah sangat kebablasan dalam mengeluarkan peraturan tersebut. Ormas islam Persatuan Umat Islam (PUI) telah menyatakan penolakannya terhadap peraturan tersebut. Melalui Ketua DPP PUI Bidang Pendidikan Dr. Wido Supraha, M.Si, PUI menuntut Pemerintah membatalkan PP 28/2024 tersebut. Alasannya, PP tersebut mengandung unsur-unsur pemikiran transnasional terkait seks bebas yang sangat berbahaya.

Sekalipun dengan berbagai alasan, menurut mereka aturan pemberian alat kontrasepsi ini hanya untuk remaja yang usia subur sudah menikah dan ingin menunda kehamilan, jadi bukan untuk semua remaja. 

Namun, pada Pasal 109 ayat 3 diatur bahwa pelayanan kontrasepsi hanya dilakukan terhadap dua kelompok, yakni pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko. Pasangan usia subur pastinya mereka yang sudah menikah. Tetapi, siapa yang dimaksud dengan kelompok yang kedua yakni ”kelompok usia subur yang berisiko”? Hal inilah yang mengundang kecurigaan bahwa bisa saja yang dimaksud adalah para remaja dan pelajar yang belum menikah, tetapi aktif melakukan seks di luar pernikahan. Artinya, hal ini bisa ditafsirkan menurut PP ini mereka juga berhak mendapatkan pelayanan pemberian alat kontrasepsi.

Arus Liberalisme - Sekularisme

Penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia dini dan remaja padahal mereka belum menikah bisa mengakibatkan arus liberalisasi dalam dunia pergaulan remaja semakin marak. Apapun alasannya jika melihat fakta ini seolah memfasilitasi bagi anak untuk melakukan perzinahan. Bukannya menyediakan program untuk mengedukasi anak agar menjauhi pergaulan bebas, malah seolah membiarkan karena memberi fasilitas alat kontrasepsi ini.

Ketika liberalisme-kapitalisme, yakni paham kebebasan berperilaku dan industrialisasi kesehatan masih dijadikan spirit upaya kesehatan sistem reproduksi, yang ada hanyalah makin menguatnya ancaman berbagai penyakit menular seksual, ancaman kepunahan ras, dan meluasnya kerusakan moral di tengah masyarakat.

Fakta mengerikan ini sungguh sangat berbahaya untuk generasi kedepan. Tanpa ada PP seperti ini saja kerusakan remaja sudah sangat banyak terjadi ditengah masyarakat. Sehingga menormalisasi perzinahan ditengah remaja dan dianggap sesuatu yang wajar. Pada Maret lalu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo menyoroti kenaikan persentase remaja 15-19 tahun yang melakukan hubungan seks untuk pertama kali. Ia menyebutkan, remaja perempuan yang melakukan hubungan seksual ada di angka 59 persen, sedangkan pada remaja laki-laki ada di angka 74 persen. “Menikahnya rata-rata pada usia 22 tahun, tetapi hubungan seksnya pada usia 15-19 tahun. Jadi, perzinaan kita meningkat. Ini pekerjaan rumah untuk kita semua,” ucap Hasto.

Karena banyaknya perzinahan diluar nikah, akibatnya munculnya penyakit menular seksual seperti seperti HIV/ AIDS, tingkat aborsi yang terus meningkat tiap tahunnya. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan pada 2022 bahwa kelompok usia 15-19 tahun yang dikategorikan sebagai remaja menjadi kelompok paling banyak terinfeksi HIV/AIDS. Sebanyak 741 remaja atau 3,3 persen terinfeksi HIV.

Solusi Islam

Zina adalah perbuatan keji lagi mungkar. Tidak ada satupun ulama yang berbeda pendapat akan hal ini. Pergaulan bebas yang marak ditengah remaja dianggap sesuatu yang wajar di sistem kapitalisme sekuler saat ini. Arus Liberalisme (paham kebebasan) telah merasuk dalam benak remaja. Penerapan hukum atau sanksi bagi para pelaku zina adalah solusinya. Islam akan memberi sanksi berupa cambuk 100 kali kepada pezina yang belum menikah dan rajam kepada yang telah menikah. Dengan demikian tidak akan ada yang berani melakukan perzinahan. 

Keharaman zina juga telah Allah Swt. tegaskan dalam firman-Nya yang lain, “Janganlah kalian mendekati zina. Sungguh zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’ [17]: 32).

Nabi saw. pun mengingatkan bahwa meluasnya perzinaan menjadi salah satu sebab datangnya azab Allah Swt., “Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung, sungguh mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri.” (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Ath-Thabarani).

Sebagian berdalih penyediaan alat kontrasepsi ini bisa menjadi solusi daripada banyaknya pernikahan dini yang berujung pada perceraian. Ini adalah paham yang sesat dan menyesatkan, islam menganjurkan untuk menikah agar terhindar dari perzinahan. 

Yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar anak-anak teredukasi dan punya ilmu tentang mengurus rumah tangga, menjaga keluarga sehingga terbentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

Tegakkan Syari'at Islam secara Kaffah

Seluruh problem ini hanya bisa terselesaikan dengan adanya penerapan islam secara menyeluruh (kaffah). Sebab islam akan mengatur bagaimana pergaulan dalam islam, menjauhkan diri dari perbuatan campur baur (ikhtilat) antara pria dan wanita, dan sebagainya. 
Wallahu a'lam bishshowwab ...