-->

Prostitusi Anak Kian Marak, Dimana Peran Negara?

Oleh: Nur Faktul (Aktivis dakwah Islam)

Belakangan ini berita terkait prostitusi sepertinya memang layak untuk mendapatkan perhatian. Apalagi, pelaku bukan lagi orang dewasa melainkan usia remaja. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, ada lebih dari 130.000 transaksi terkait prostitusi dan pornografi anak. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan bahwa berdasarkan praktik tersebut melibatkan lebih dari 24.000 anak berusia 10 tahun hingga 18 tahun. 

Dijelaskan pula oleh Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Dani Kustoni, bahwa melalui aplikasi X dan juga telegram sindikat menjual serta mempekerjakan sampai menawarkan pekerjaan seks komersial. Dan parahnya hal ini pun disinyalir telah diketahui oleh sebagian orang tua namun mereka lebih memilih membiarkan anaknya terlibat bisnis tersebut, tak sedikit pula orang tua yang ternyata juga menjadi mucikari bagi anaknya. Meski masih dalam penyelidikan lebih lanjut, problem seperti ini harusnya membuat masyarakat lebih sadar bahwa kebebasan berperilaku akan senantiasa membawa petaka (i.news.id Kamis 25/7/2024).

Penyebab Adanya Prostitusi online 

Adanya prostitusi yang menjamur baik dikalangan orang dewasa maupun usia remaja tentu bukan sekedar main-main atau merupakan keinginan dari setiap individu pelaku. Seringkali pemicu bisnis syahwat ini dilakukan karena himpitan ekonomi yang membuat para pelaku tergiur akan nominal. Faktanya, kebutuhan ekonomi saat ini memang serba mahal sehingga banyak keluarga yang tak mampu memenuhinya. Namun sayangnya masalah  ini tak pernah muncul ke permukaan sehingga tak terlihat oleh pemangku kebijakan. Hal ini pada akhirnya membuat para orang tua pasrah ketika mendapati anak-anaknya terlibat dalam bisnis haram tersebut. Meski selaku orang tua mereka tahu, mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena merasa tidak mampu mencukupi kebutuhan anaknya. Sulitnya lapangan pekerjaan bagi para pencari nafkah justru semakin memaksa mereka berbuat demikian. 

Selain itu, gaya hidup yang konsumtif juga menjadi salah satu faktor penyebabnya. Banyak masyarakat yang mendefinisikan kebahagiaan adalah dengan memiliki banyak harta serta terpenuhinya semua keinginan. Sehingga jalan pintas pun akhirnya diterjang. Kehidupan hedonis yang dipamerkan baik di media sosial bahkan di grup chat keluarga, acap kali menjadi standar hidup bagi para orang tua maupun remaja. Ditengah getirnya kehidupan adanya tawaran bisnis haram tersebut seolah menjadi solusi bagi mereka. Sungguh ini merupakan kebejatan yang luar biasa, keluarga terutama orang tua yang seharusnya menjadi benteng pertahanan menjaga iffah seorang anak namun mereka hanya mampu diam. Tak peduli lagi halal-haram bagi mereka yang terpenting adalah uang.

Gaya Hidup Sekuler Merusak

Rusaknya sistem sosial di masyarakat juga merupakan salah satu faktor penting terciptanya bisnis haram ini. Gaya hidup bebas yang tanpa aturan agama, melahirkan pergaulan yang rusak antara laki-laki dan perempuan. Banyak masyarakat yang tak paham bagaimana menempatkan diri ketika hasrat syahwat menghampiri. Sehingga kebebasan berperilaku pun membuat mereka merasa wajar saja saat menikmati adanya bisnis tersebut. Terlebih lagi hal ini didukung media yang memudahkan baik pelaku maupun penikmat memperluas jaringan bisnis ini. 

Meskipun di sisi lain, pemerintah sering mengeluarkan kebijakan untuk menggerebek serta menutup bisnis ini namun faktanya hingga detik ini bisnis haram tersebut tidak benar-benar hilang, melainkan memakai banyak cara untuk melancarkan bisnisnya. Kompleksnya problem hari ini tentunya negara harus segera menyelesaikan dari akar masalahnya bukan hanya menutup satu celah saja namun membiarkan celah lain tetap menganga. Menutup bisnis prostitusi namun tak memberi solusi terbaik untuk ekonomi di masyarakat.

Solusi Masalah Prostitusi

Di dalam islam halal-haram wajib menjadi patokan dasar ketika melakukan suatu perbuatan. Standar kebahagiaan yang islam ajarkan adalah apa yang Allah ridho bukan atas banyaknya harta yang dimiliki sebagaimana hari ini. Agar hal ini mampu dilakukan oleh masyarakat tentu harus ada dukungan dari negara untuk mewujudkan suasana keimanan dalam kehidupan sosial. Tak hanya itu, dalam islam negara juga bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan memberlakukan mekanisme pemenuhan yang berstandar syariat. Jika seorang pencari nafkah tidak mampu menafkahi yang menjadi tanggungannya karena sakit atau hal mendesak lainnya maka negara wajib menggantikannya untuk memenuhi kebutuhannya. 

Di dalam islam negara juga akan mengedukasi para penanggung nafkah untuk bekerja semaksimal mungkin dan tentunya negara juga berkewajiban membuka lowongan pekerjaan dan memudahkan prosedurnya untuk mereka. Selain itu, negara juga harus menciptakan tata sosial yang sesuai syariat. Mengontrol interaksi antara laki-laki dan perempuan agar senantiasa berada di wilayah yang dibenarkan syariat, yaitu pendidikan, kesehatan, dan muamalah syar'i. 

Negara juga akan menindak tegas setiap tayangan ataupun visualisasi berbentuk gambar maupun suara yang berpotensi membangkitkan syahwat. Menerapkan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan bagi pelaku maksiat. Suasana keimanan yang telah diterapkan negara tentu akan membentuk banyak individu bertakwa yang takut akan perilaku menyimpang dan merusak tatanan pergaulan. Sudah saatnya negeri ini berbenah, bahwa sistem sekuler justru menjadi akar dari semua masalah hari ini. Bahwa kesejahteraan dan keberkahan hidup hanya mampu diwujudkan oleh sistem islam dalam bingkai Khilafah. Wallahu a'lam bi shawab.[]