-->

WNA Ingin Jadi WNI, Akankah Menjadi Ancaman Bagi Pribumi?


Oleh : Maulli Azzura

Pertumbuhan industri yang cukup pesat di Kabupaten Gresik membuat banyak orang berdatangan. Tak terkecuali orang asing. Selama Juli 2024, ada puluhan orang asing yang mengajukan Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT).

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Gresik Hari Syawaludin mengatakan untuk bulan Juli 2024 pihaknya mengeluarkan 63 Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT). (radargresik.jawapos.com 14/08/2024)

Siapa yang tidak tertarik dengan negeri kita nan kaya raya.Letak geografis Indonesia yang dilintasi garis khatulistiwa ,sungguh membuat negeri ini kaya akan sumber daya alamnya, sehingga menjadi incaran para imperialis. Selain itu sebagian wilayah negeri ini adalah perairan maka tak heran jika potensi lalu lintas laut menjadikan negeri ini menjadi jalur lintas international yang startegis.

Indonesia merupakan negara berkembang namun dalam kenyataannya artikulasi berkembang menurut kapitalis barat hanyalah sebatas sematan kata saja. Kenyataan pahit negeri ini terus dijajah secara ekonomi dan politis. Terbukti ekonomi negeri ini dicengkeram oleh barat  dan china dengan segudang tipu daya mereka.

Begitu beredar kabar mencuat ke publik terkait semakin banyaknya warga asing menginginkan pengakuan sebagai WNI tentunya juga tak lepas dari sebuah konspirasi ekonomi. Mereka melirik potensi besar hegemoni perekonomian yang berpeluang untuk berkuasa. Hal ini tentunya membuat kekhawatiran warga lokal sebagai ancaman dan eksistensinya di negerinya sendiri. 

Harusnya negara memberikan rasa aman kepada rakyatnya dari segala ancaman dunia luar. Sistem keamanan yang sangat rapuh ditambah penguasa yang memberi pintu pasar bebas pada negara asing memudahkan keluar masuknya para imperialis dinegeri ini.Jika didiamkan bukan tidak mungkin negeri ini akan sepenuhnya akan dikuasai oleh asing.

Sangat mudahnya penguasa memberikan jalan bagi para penjajah untuk menguasai negeri ini. Harusnya sebuah negara melakukan sebuah kebijakan tentang kerjasama, kepemilikan serta ijin tinggal secara ketat dan susah untuk dikuasai. Namun penguasa justru melenggangkan undang-undang kepemilikan, investasi yang sejatinya dari situlah pintu penjajahan di negeri ini dilemahkan dan dihancurkan.

Bahkan regulasi kependudukan serta peraturan keimigrasian yang dijalankan dinegeri ini sangat lemah. Aparat yang menjadikan perijinan keimigrasian dan kependudukan justru menjadikannya sebagai bisnis yang menjanjikan. Semakin maraknya WNA bebas berkeliaran bahkan menjalankan bisnisnya salah satu fakta yang tak terbantahkan. Minimnya sanksi tegas , denda dan sejenisnya adalah kelemahan penguasa dalam melakukan pengamanan negaranya.

Berbeda halnya dalam konteks Darul Islam bahwa sebuah negara yang didalamnya terdapat interaksi, baik dengan sesama muslim maupun dengan orang kafir. Negara tidak lepas dari pengaturan interaksi rakyatnya baik dalam maupun luar negeri. Jika ada orang dari luar Darul Islam ingin menjadi warga negara tentunya orang tersebut harus taat  pada hukum syara' yang dijalankan didalam Darul Islam tersebut.

Disini yang kami maksudkan adalah kalangan orang kafir yang ingin menjadi warga negara baik  kafir harbi, musta’min, dan ahl- adz-dzimmah sebagaimana yang dijelaskan oleh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya, Asy-Syakhshiyah al-lslamiyyah, jilid II. Tentunya ketiganya mempunyai konskwensi hukum yang berbeda. Misalnya musta’min atau orang yang masuk ke dalam negara lain dengan izin masuk (al-amân), negara telah menentukan syarat dan regulasinya dengan merujuk pada hukum syara'. Musta'min dari kalangan  kafir harbi yang masuk ke negeri Islam, dia tidak boleh tinggal di sana selama satu tahun. Jadi, izin masuk (al-aman) hanya diberikan— misalnya—untuk satu bulan, dua bulan, atau lebih di bawah satu tahun. Hal ini karena seorang harbi dibolehkan tinggal di Darul Islam tanpa ditarik jizyah.

Padahal  jizyah dipungut satu tahun sekali. Artinya, maksimal harbi boleh tinggal tanpa jizyah selama satu tahun. Jika dia tinggal lebih dari satu tahun, dia diberi pilihan: akan tinggal secara tetap dan membayar jizyah atau keluar dari Darul Islam. Jika dia membayar jizyah, berarti dia menjadi ahl adz-dzimah atau warga negara Khilafah. Jika dia keluar menjelang akhir tahun, dia tidak wajib membayar jizyah.

Inilah yang seharusnya diterapkan oleh seorang penguasa negeri terhadap orang-orang diluar negara yang ingin tinggal di wilayah negaranya. Sehingga keamanan warganya tidak terusik
aman dan kondusif. Namun apakah bisa seorang penguasa di negeri ini memberikan jaminan 100% kepada rakyatnya terhadap ancaman kejahatan atas orang-orang asing yang masuk ke dalam negaranya? 

Sebagaimana seorang Muslim boleh masuk ke Darul Harb, seorang kafir harbi juga boleh masuk ke dalam Daulah Islamiyah. Rasulullah saw. telah memberikan jaminan keamanan kepada kaum kafir pada saat Fath Makkah. Rasulullah saw. bersabda (yang artinya, “Siapa saja yang menutup pintu rumahnya, maka berarti dia aman.” 
(HR. Muslim).

Sebagaimana seorang Muslim boleh masuk ke Darul Harb, seorang kafir harbi juga boteh masuk ke dalam Daulah Islamiyah. Rasulullah saw. telah memberikan jaminan keamanan kepada kaum kafir pada saat Fath Makkah. Rasulullah saw. bersabda (yang artinya, “Siapa saja yang menutup pintu rumahnya, maka berarti dia aman.” (HR. Muslim).

Penguasa wajib memberikan keadilan pertolongan bagi siapa saja yang tinggal di wilayahnya kecuali mereka (orang asing tersebut) mempunyai motive atau tujuan kejahatan. Maka negara wajib mengusir mereka keluar dari negaranya seperti halnya Rasulullah mengusir Bani Qoinuqa' yang telah melanggar perrjanjian. 

Wallahu a'lam bish showwab