-->

Aborsi Kian Subur Dalam Sistem Sekuler Kapitalis


Oleh: Hamnah B. Lin

Dilansir oleh Kompas.com, 30/8/2024, bahwa ada sepasang kekasih berinisial DKZ (23) dan RR (28) telah ditangkap polisi karena melakukan aborsi di Pegadungan Kalideres Jakarta. Mereka melakukan aborsi saat usia kehamilan 8 bulan. Kapolres Kelideres Kompol Abdul Jana menyatakan bahwa tersangka sepakat dengan pacarnya untuk gugurkan kandungannya.

Masih dari Kompas.com, 7/3/2024, Janin bayi yang ditemukan di halaman samping rumah warga di Desa Pule, Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, pada Selasa (5/3/2024), ternyata korban aborsi anak pemilik rumah. Tersangka kasus aborsi itu ada dua orang, yakni pemuda berinisial FDP (21) dan perempuan kekasihnya berinisial SDP (22). Kedua pasangan kekasih yang telah menjalin hubungan sejak 2021 itu menggugurkan kandungan dengan minum obat.

Sekuler Kapitalis Suburkan Aborsi
Seks bebas adalah satu keniscayaan dalam kehidupan yang diatur sistem sekuler kapitalisme seperti yang berlangsung hari ini, yaitu memisahkan aturan agama dari kehidupan. Halal haram tidak dijadikan sebagai pedoman dalam beraktivitas. Semua disandarkan kepada hak asasi manusia, yang bermakna menuruti hawa nafsunya.

Gencarnya kampanye “hak reproduksi” di dunia, termasuk di Indonesia oleh para pejuang hak perempuan jelas makin mendorong siapa saja termasuk remaja untuk melakukan hubungan seksual jika menginginkannya, meski belum terikat dalam tali pernikahan. Nyatalah kampanye dunia ini justru melegalisasi perzinaan.

Bahkan, semakin menjerumuskan remaja dalam jurang kenistaan, yang tidak saja berisiko terjadinya masalah kesehatan—seperti infeksi menular seksual, gangguan organ reproduksi hingga gangguan mental bahkan kematian—, tetapi  juga siksa pedih di akhirat kelak.

Parahnya lagi, kampanye tersebut juga mendorong negara untuk mewujudkan aborsi aman, yaitu aborsi yang memenuhi syarat keamanan prosedur medis yang dilegalkan oleh negara. Mungkin benar, aborsi aman tidak mengakibatkan risiko kesehatan. Namun, tanpa indikasi medis yang jelas, aborsi tetaplah satu kejahatan dalam pandangan Islam.

Sistem pergaulan yang bebas tanpa batas (liberal) ini akhirnya berdampak buruk pada hilangnya nyawa. Janin manusia seolah tiada harga, dibuang begitu saja di saluran pembuangan setelah sebelumnya dihancurkan dengan cairan kimia. 

Fakta miris lainnya, keluarga tidak lagi memiliki profil sahih untuk menyelenggarakan pendidikan berbasis akidah Islam yang disertai koridor keterikatan pada hukum syarak di antara seluruh anggota keluarga. Sistem pendidikan di luar keluarga (sekolah atau lembaga pendidikan lainnya) juga telah gagal melahirkan generasi berakhlak mulia dan berkepribadian Islam.

Pada saat yang sama, pandangan terhadap perempuan diaruskan menurut paradigma sekuler kapitalistik yang memosisikan perempuan sebagai tuas pengungkit sekaligus komoditas ekonomi. Tambahan lagi, sistem pergaulan/interaksi sosial juga minus suasana keimanan. Sedangkan aparat pengayom masyarakat dan penegak hukum hanya menjadi pemalak rakyat melalui praktik kotor jual beli hukum jika terjadi kriminalitas seperti pemerkosaan.

Jika sudah seperti ini, apa lagi yang layak diharapkan dari penguasa negeri kita dalam memberikan jaminan keamanan bagi kaum perempuan?

Islam Menangani Suburnya Aborsi
Islam sangat menjaga nyawa manusia. Tidak boleh ada orang yang menghilangkan nyawa orang lain tanpa hak (izin syar’i). Dengan demikian, orang tidak akan mudah menyakiti orang lain. Jika ada yang demikian, Khalifah akan memberikan sanksi yang tegas.

Allah Taala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah: 178).

Adapun terkait aborsi, para ulama sepakat bahwa aborsi yang dilakukan setelah ditiupkannya roh (120 hari) adalah haram. Pelaku aborsi akan dikenai sanksi berupa membayar diat. Para ulama berbeda pendapat mengenai pelaku aborsi harus membayar kafarat atau tidak. Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang melakukan aborsi, selain harus membayar diat, juga harus membayar kafarat dengan membebaskan budak atau berpuasa dua bulan berturut-turut.

Perihal pergaulan bebas ini, negara harus berupaya maksimal dalam menutup semua celah. Upaya kuratifnya berupa penerapan sanksi hukum yang adil terhadap siapa pun yang melakukan kejahatan, baik untuk kasus aborsi maupun perzinaan. Sedangkan upaya preventifnya adalah sebagai berikut.

Pertama, penerapan sistem pergaulan Islam yang berfungsi menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan syariat Islam. Negara juga akan memberikan edukasi sekaligus memastikan masyarakat paham untuk melaksanakan tata cara pergaulan antarlawan jenis.

Hal ini meliputi perintah atas kewajiban menundukan pandangan (ghadhul bashar), menutup aurat, juga berbagai larangan untuk aktivitas seperti berkhalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis), ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan), bepergian bagi muslimah kecuali dengan mahram, dan tabaruj.

Kedua, pendidikan berbasis akidah Islam. Dalam hal ini, anak-anak harus diajarkan sejak dini tentang tujuan hidup dan memosisikan Islam sebagai pedoman hidup. Pendidikan berbasis akidah Islam juga akan memberikan motivasi ruhiah dan menghindarkan mereka dari pergaulan bebas.

Ketiga, pengaturan media harus disusun dengan baik agar hanya menyiarkan kebaikan serta mendukung peningkatan keimanan dan ketakwaan masyarakat. Media sosial, khususnya, harus digunakan untuk menjaga akidah dan menyebarkan tsaqafah Islam.

Semua upaya kuratif dan preventif ini akan optimal dengan memfungsikan tiga pilar, yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah. Ketiga pilar tersebut tidak hanya untuk menyelesaikan persoalan aborsi akibat pergaulan bebas, tetapi jika dapat berjalan optimal akan membentuk masyarakat yang beriman dan bertakwa.

Maka menjadi tugas kita bersama untuk mewujudkan tiga pilar ini ada dalam naungan khilafah Islamiyah sebagaimana Rasulullah saw. menjadi pemimpin di Madinah yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh.
Wallahu a'lam.