-->

Bangun Rumah Sendiri Kena Pajak, Adilkah?

Oleh : Henise

Memiliki rumah pribadi adalah impian banyak orang. Namun, bagi masyarakat Indonesia yang ingin membangun rumah sendiri, mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa kegiatan ini dapat dikenakan pajak. Aturan mengenai pajak ini dikenal dengan istilah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS), di mana pemilik tanah yang mendirikan rumah di atas tanah mereka sendiri diwajibkan membayar pajak dengan tarif sekitar 2,4% dari biaya pembangunan.

Kebijakan Pajak Membangun Sendiri: Bagaimana Mekanismenya?

Menurut peraturan yang berlaku, KMS dikenakan pajak jika memenuhi beberapa kriteria. Pertama, pembangunan harus dilakukan secara bertahap atau sekaligus dalam kurun waktu tertentu, dengan jangka waktu pembangunan tidak boleh melebihi dua tahun. Kedua, besarnya tarif PPN adalah 2,4% dari 20% total pengeluaran biaya pembangunan. Jika tarif PPN umum naik, seperti yang direncanakan menjadi 12%, tarif PPN KMS juga akan mengikuti, meski tetap lebih rendah daripada tarif normal.

Program ini dimaksudkan untuk menambah pendapatan negara, namun kebijakan ini sering kali menimbulkan pertanyaan: apakah adil membebankan pajak kepada masyarakat yang sedang berusaha memiliki rumah sendiri? Sebagian orang melihat kebijakan ini sebagai beban tambahan yang memberatkan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil. 

Kebijakan pajak pembangunan rumah bukanlah satu-satunya instrumen yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Sebelumnya, pajak bumi dan bangunan (PBB) juga telah diberlakukan bagi mereka yang memiliki properti. Dengan adanya pajak KMS, masyarakat yang ingin membangun rumah dari hasil jerih payahnya harus menghadapi beban pajak ganda: satu untuk kepemilikan tanah dan properti, dan yang lain untuk pembangunan rumah itu sendiri.

Dampak Pajak Terhadap Masyarakat

Dalam beberapa kasus, kebijakan ini dianggap menghambat keinginan masyarakat kelas menengah dan bawah untuk memiliki hunian layak. Banyak keluarga yang berusaha menabung bertahun-tahun untuk membangun rumah, namun dengan adanya pajak ini, biaya yang harus mereka keluarkan menjadi lebih tinggi. Di sisi lain, pihak pendukung kebijakan berargumen bahwa pajak ini diperlukan untuk menambah pendapatan negara, yang nantinya dapat digunakan untuk membiayai program-program sosial dan pembangunan infrastruktur.

Namun, kenyataannya tidak selalu demikian. Dalam banyak kasus, hasil pajak tidak sepenuhnya kembali ke masyarakat dalam bentuk program yang bermanfaat langsung bagi mereka, melainkan habis untuk membiayai pengeluaran rutin negara. Akibatnya, masyarakat merasa bahwa mereka tidak mendapatkan manfaat yang setimpal dengan pajak yang telah mereka bayar.

Solusi Islam: Keadilan dalam Kepemilikan dan Pembangunan

Dalam Islam, konsep pajak sangat berbeda dengan apa yang diterapkan dalam sistem kapitalisme modern. Islam menekankan pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Dalam pandangan Islam, rumah adalah kebutuhan dasar setiap individu yang harus dijamin oleh negara. Oleh karena itu, membebankan pajak pada masyarakat yang berusaha memenuhi kebutuhan dasar ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip keadilan Islam.

Dalam sistem ekonomi Islam, negara memperoleh pendapatan bukan dari pajak yang memberatkan rakyat, tetapi dari sumber-sumber yang ditetapkan oleh syariah, seperti zakat, jizyah, dan kharaj. Zakat, misalnya, dikenakan kepada individu-individu yang memiliki kelebihan harta, sementara pajak hanya diberlakukan dalam kondisi darurat dan sifatnya sementara. Prinsip ini memastikan bahwa rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka tanpa harus dibebani pajak.

Selain itu, negara dalam sistem Islam bertanggung jawab penuh untuk menyediakan perumahan yang layak bagi rakyatnya. Dalam sejarah Islam, khalifah memastikan bahwa setiap individu memiliki akses terhadap tanah dan hunian tanpa harus dibebani oleh pungutan yang memberatkan. Sebagai contoh, Khalifah Umar bin Khattab pernah membebaskan pajak tanah bagi masyarakat miskin agar mereka dapat memanfaatkan tanah tersebut untuk bertani atau membangun rumah tanpa beban pajak.

Kesimpulan

Kebijakan pajak atas pembangunan rumah sendiri nyata menjadi beban bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang berjuang untuk memiliki hunian layak. Dalam perspektif Islam, pajak seperti ini tidak adil karena rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dijamin oleh negara. Sistem Islam menawarkan solusi yang lebih adil dan berkelanjutan, di mana negara bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyat tanpa membebani mereka dengan pajak.

Wallahu a'lam.