-->

Banyaknya Aborsi, Negara Gagal Selamatkan Generasi

Oleh : Siti Mariah

Satreskrim Polresta Palangka Raya berhasil mengungkap kasus dugaan aborsi yang dilakukan oleh seorang mahasiswi berinisial MS (22) bersama mahasiswa berinisial KAD (21) di Kota Palangka Raya.

Tersangka MS diduga melakukan aborsi karena tidak ingin kehamilannya diketahui orang lain.

Kasatreskrim Polresta Palangka Raya, Kompol Ronny Marthius Nababan, mengungkapkan bahwa MS mengonsumsi 3 butir obat penggugur kandungan merek Protecd Misoprostol, pada Senin, 26 Agustus 2024, sekitar pukul 00.00 WIB. Ia juga memasukkan 2 butir obat yang sama ke dalam vaginanya. Keesokan harinya, Selasa, 27 Agustus 2024, sekitar pukul 09.00 WIB, MS kembali mengonsumsi tiga butir obat tersebut dan memasukkan dua butir lagi ke dalam vaginanya. Dua jam kemudian, MS mengalami kontraksi, demam, sakit perut, dan kram.

Pada Rabu, 28 Agustus 2024, sekitar pukul 03.30 WIB, MS merasakan sakit perut yang hebat dan pergi ke kamar mandi. Ia dibantu oleh tersangka lain, seorang mahasiswa berinisial KAD (21), untuk keluar dari kamar mandi dan dibaringkan di lantai dekat kasur.

“Tak lama kemudian, MS melahirkan seorang bayi perempuan. Bayi tersebut menangis, namun KAD dengan cepat menutup mulut bayi dengan kain dan menggunakan gunting untuk memotong tali pusarnya. Bayi tersebut kemudian meninggal dunia,” katanya pada Jumat, 30 Agustus 2024. (www.borneonews.co.id)

Maraknya Aborsi

Maraknya aborsi adalah dampak dari pergaulan bebas. Ada banyak faktor yang terkait, di antaranya adalah rusaknya tata pergaulan. Saat ini, interaksi antara laki-laki dan perempuan tidak memiliki batasan. Akibatnya, mereka merasa bebas berteman dengan siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, sehingga berujung pada pergaulan bebas.

Gagalnya sistem pendidikan juga berkontribusi. Sistem pendidikan saat ini tidak mencetak generasi yang cerdas dan beradab, melainkan generasi yang memikirkan materi dan dunia. Mereka dididik untuk belajar tinggi-tinggi agar bisa bekerja dan memperoleh materi sebanyak mungkin. Nilai-nilai moral atau akhlak hanya sedikit dipelajari dibandingkan pelajaran umum. Akibatnya, ketika generasi bersikap, mereka tidak peduli apakah hal tersebut baik atau buruk sesuai tuntunan agama.

Di samping itu, kebijakan negara yang memfasilitasi pergaulan bebas memperburuk keadaan. Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang kesehatan, khususnya di kalangan remaja, menunjukkan banyak kasus penyakit menular seksual akibat perzinahan. Namun, alih-alih melarang perzinahan, negara malah membuat aturan terkait penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar.

Negara juga gagal memberikan sanksi yang dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku aborsi. Mereka hanya dihukum penjara, yang tidak memiliki efek jera. Negara bertindak hanya setelah kejadian terjadi, tanpa ada upaya pencegahan. Pelaku tidak dihukum atas perbuatannya karena melakukan perzinahan dan aborsi.

Maraknya tayangan yang menjerumuskan juga turut berkontribusi. Tayangan video yang mengumbar aurat dan adegan pemicu syahwat dapat ditemukan dalam video, bacaan, game, atau komik yang berseliweran di media. Semua itu dapat diakses dengan mudah oleh semua kalangan.

Karena tidak adanya filter atau penghalang, tayangan semacam itu lama kelamaan menjadi hal yang biasa di mata masyarakat. Padahal, tontonan-tontonan yang demikian bisa merusak otak dan justru memperburuk pergaulan bebas.

Semua ini adalah buah dari penerapan sistem sekulerisme-kapitalisme. Ideologi ini memandang bahwa agama harus dipisahkan dari kehidupan dan bahwa kebahagiaan adalah memperoleh kesenangan jasmani sebanyak mungkin.

Ideologi sekulerisme-kapitalisme inilah yang diterapkan oleh dunia saat ini. Maka, tidak heran jika umat Muslim menjadi rusak karena hidup tidak mengikuti aturan Allah.

Aborsi Dalam Kacamata Islam

Islam mengharamkan perzinahan. Dalilnya terdapat dalam Surat Al-Isra ayat 32. Segala sesuatu yang mendekati zina, seperti pergaulan bebas, juga diharamkan. Negara harus berusaha menutup semua celah melalui berbagai aspek. Karena negara adalah ra'in (pengurus) dan pelindung bagi rakyatnya, negara harus bersungguh-sungguh menjaga rakyatnya dari perzinahan dan aborsi.

Salah satu caranya adalah dengan menerapkan sistem pergaulan Islam. Laki-laki dan perempuan memiliki kehidupan yang terpisah dan hanya berinteraksi seperlunya saja sesuai dengan syariat. Di ruang publik, negara akan menerapkan larangan ikhtilat (bercampur baur laki-laki dan perempuan), berkhalwat (berdua-duaan), dan gadhul basar (menundukkan pandangan).

Negara juga akan menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam. Masyarakat akan memiliki kepribadian Islam, pola pikir Islam, dan pola sikap Islam. Dengan demikian, pergaulan bebas tidak lagi dianggap biasa, tetapi sebagai kemaksiatan.

Negara akan memberikan sanksi atau hukuman yang setimpal, bukan sekadar penjara. Bagi pezina yang sudah menikah, mereka akan dirajam. Sementara itu, bagi yang belum menikah, mereka akan dicambuk dan diasingkan dari desanya selama satu tahun.

Jika aturan ini diterapkan, masyarakat akan enggan melakukan pergaulan bebas atau zina, karena aturan ini akan memberi efek jera. Itulah aturan dari Allah, bukan aturan manusia.

Negara juga akan menata media agar menginformasikan kebaikan dan ketakwaan. Tontonan-tontonan yang merusak akan dihapus dan diganti dengan tontonan yang mengedukasi dan menambah ketakwaan kepada Allah, sehingga masyarakat dapat terjaga keimanannya.

Aturan seperti ini hanya dapat diterapkan dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah (menyeluruh), yaitu Khilafah Islamiyah. Islam memiliki tiga pilar yang akan menjaga umat untuk tetap dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya: individu yang bertakwa kepada Allah, masyarakat yang saling mengingatkan kebaikan, dan negara Islam atau Khilafah yang menerapkan aturan Islam. Tiga pilar ini akan bekerja sama dalam kebaikan dan ketaatan berdasarkan keimanan kepada Allah.

Wallahu'alam.