-->

Berulangnya Praktik Pungli Butuh Sanksi yang Tegas

Oleh : Riani Kusmala Dewi 

Istilah pungli sangat familiar di masyarakat Indonesia. Praktik pungli masih sering terjadi di mana saja, baik itu di jalan, di perusahaan, instansi, maupun pemerintahan. Tindakan pungli yang tercela ini seolah menjadi tren dan budaya dalam sistem kapitalis.

Dilansir dari Tribunnews.com pada 10/09/2024, Kepala Satpol PP Kota Bekasi, Karto, mengakui bahwa salah satu bawahannya terlibat dalam aksi tersebut, meminta uang dari para pedagang kaki lima di kawasan Kalimalang. Satpol PP tersebut menggunakan mobil dengan nomor polisi B 9052 KTA. Mobil itu ditumpangi oleh tiga orang.

Tian (27), seorang warga Bekasi, mengungkapkan bahwa dirinya mengalami pungutan liar (pungli) saat mengurus pajak di Samsat Bekasi pada Selasa, 3/09/2024. Tian kemudian membagikan pengalamannya melalui akun TikTok miliknya, @Ichrist_tiani. Ia menceritakan bahwa saat sedang mengurus administrasi kendaraan bermotor di Samsat Kota Bekasi, dirinya dimintai uang sebesar Rp550.000 agar urusannya diproses dengan cepat dalam pengurusan balik nama dan pembayaran pajak kendaraan bermotor. Tian langsung melaporkan praktik pungli yang dialaminya kepada polisi. Namun sayangnya, setelah Tian melapor, ada oknum polisi yang mendatangi rumahnya tanpa membawa surat panggilan resmi.

Pungli yang sering terjadi di berbagai wilayah negeri ini adalah tindakan tercela. Ada beberapa faktor yang menyebabkan praktik pungli kerap terjadi di negeri ini. Pertama, prosedur pelayanan yang tidak jelas. Kedua, adanya penyalahgunaan wewenang. Ketiga, keterbatasan informasi layanan kepada pengguna yang sulit diakses. Keempat, kurangnya integritas pelayanan. Kelima, kurangnya pengawasan dari atasan dan internal. Keenam, adanya pelaksanaan dan penggunaan layanan yang tidak transparan.

Pungutan liar dilakukan dengan cara meminta uang kepada seseorang, lembaga, atau perusahaan tanpa aturan yang jelas. Praktik ini bisa berupa pemerasan dan penipuan. Pelaku pungli, seperti halnya koruptor, harus ditindak tegas dan diberikan sanksi yang mampu memberikan efek jera.

Pungli adalah perbuatan tercela yang sering dilakukan, terutama oleh pegawai negeri atau pejabat negara, dengan cara meminta bayaran uang yang tidak sesuai dengan peraturan. Pungutan liar adalah komisi yang didapatkan oleh pegawai pemerintah atau pejabat. Pungli sudah menjadi tren sejak dikeluarkannya Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (pungli), dan saat ini istilah pungli semakin populer di masyarakat.

Meskipun pemerintah telah membuat Perpres Nomor 87 Tahun 2016, faktanya praktik pungli belum bisa dihilangkan dari negeri ini. Pemerintah kesulitan menghilangkan praktik pungli karena aturan yang diterapkan bukan berasal dari syariat Islam, melainkan dari sistem kapitalis sekuler. Dalam sistem kapitalis-sekuler, para pejabat negara tidak menggunakan syariat Islam sebagai tolak ukur perbuatan. Agama hanya dijadikan identitas semata, dan halal-haram tidak lagi menjadi patokan dalam hidup. Akibatnya, sistem saat ini gagal menghilangkan praktik pungli.

Hukuman yang diterapkan oleh negara terhadap pelaku pungli tidak tegas dan tidak memberikan efek jera. Bahkan dengan adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, para pelaku tetap nekat melakukan aksinya. Pungli justru semakin marak. Aparat negara seharusnya menjalankan tugasnya untuk melayani masyarakat dengan profesional dan penuh tanggung jawab, bukan memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi.

Merebaknya pungli tidak bisa dipisahkan dari sistem yang diterapkan oleh pemerintah. Tidak ada lagi standar halal-haram sebagai landasan perbuatan. Akibatnya, mereka melakukan segala cara hanya untuk memperkaya diri sendiri. Sebagaimana kita ketahui, sistem kapitalis-sekuler yang berlaku tidak mampu memberikan efek jera sehingga orang-orang terus melakukan kesalahan yang sama. Sistem saat ini telah gagal mewujudkan negara yang bebas pungli atau korupsi. Apalagi, pelaku korupsi sering mendapatkan revisi hukuman (diskon hukuman). Belum lagi para penegak hukum di negeri ini juga bisa disuap. Jelas bahwa sistem pemerintahan demokrasi yang berasaskan sekularisme-kapitalisme hanya akan menghasilkan para pejabat negara yang suka memperkaya diri, bukan melakukan kewajiban sebagaimana mestinya.

Pungli adalah masalah sistemik yang harus diselesaikan dengan cara sistemik. Sebelum adanya praktik pungli, sistem Islam memberikan pencegahan kepada masyarakat, individu, dan negara dengan cara membangun nilai-nilai spiritual, sehingga individu, masyarakat, dan negara memahami kepribadian Islam. Mereka melakukan segala perbuatan dengan standar halal-haram karena memahami bahwa perbuatannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT di akhirat. Sehingga, saat syariat Islam diterapkan secara sempurna di level negara, orang akan takut melakukan praktik pungli karena mereka memahami bahwa pungli adalah perbuatan tercela.

Saat syariat Islam diterapkan secara sempurna, maka akan tercipta amal ma’ruf nahi mungkar dalam masyarakat. Secara alami, masyarakat akan selalu mengawasi dan mengoreksi perbuatan pejabat negara. Dengan demikian, tidak ada celah bagi pejabat negara untuk melakukan pungli, korupsi, pemerasan, penipuan, dan lain-lain.

Tanpa peran negara, praktik pungli tidak dapat dicegah. Namun, dalam Islam, kesejahteraan pejabat negara dijamin. Selain itu, Islam memiliki hukuman yang mampu memberikan efek jera karena sistem hukum yang berlaku tegas dan tidak memihak, sehingga masyarakat tidak akan melakukan kesalahan yang serupa. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ

Artinya: “Tidak akan masuk surga orang yang memungut pungutan liar.” (HR. Abu Dawud)

Ketika syariat Islam diterapkan secara sempurna, individu, masyarakat, dan pejabat negara akan memiliki kepribadian Islam, sehingga mereka akan menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak akan melakukan praktik pungli sebagaimana yang terjadi saat ini.

Dalam sistem Islam, terdapat lembaga tersendiri yang bertugas melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap kekayaan para pejabat, agar mereka tidak melakukan kecurangan. Pengawasan tersebut dilakukan oleh Badan Pengawasan/Periksa Keuangan. Hal ini pernah dipraktikkan oleh Khalifah Umar bin Khattab r.a., yang saat itu mengangkat Muhammad bin Maslamah sebagai pengawas keuangan untuk mengawasi kekayaan para pejabat negara.

Begitulah cara Islam menghilangkan praktik pungli atau korupsi. Syariat Islam yang diterapkan secara sempurna mampu mengatasi masalah pungli atau korupsi, karena ada hukum yang tegas dan mampu memberikan efek jera. Tak ada cara lain selain menerapkan syariat Islam secara sempurna untuk mengatasi masalah pungli yang telah populer sejak tahun 2016 lalu.