-->

Kontrasepsi untuk Anak Sekolah dan Remaja Perkuat Liberalisasi Berperilaku

Oleh : Maesa
Ibu Rumah Tangga – Pamoyanan, Bogor Selatan

Belum selesai dengan persoalan prostitusi online pada anak, kini pemerintah mengeluarkan kebijakan yang seakan justru mendukung hal semacam itu. Dilansir tempo.co (01/04/2024), Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.

Sungguh tidak habis pikir, bagaimana sebenarnya cara berpikir pemerintah mencari solusi untuk setiap masalah yang muncul di negara ini termasuk soal prostitusi anak dan remaja.

Keluarnya peraturan tersebut memunculkan kontra. Salah satunya kecaman oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI , Abdul Fikri Faqih. Menurutnya, penyediaan fasilitas alat kontrasepsi bagi siswa sekolah ini sama saja membolehkan budaya seks bebas kepada pelajar (mediaindonesia.com, 04/08/2024).

Dengan dalih menyediakan fasilitas kesehatan merupakan kewajiban negara, memberikan alat kontrasepsi pada anak dan remaja artinya membolehkan bahkan mendukung mereka untuk melakukan seks aman (tidak hamil dan tidak menyebarkan penyakit).

Kebijakan pemberian alat kontrasepsi pada anak dan remaja justru mengantarkan kepada liberalisasi perilaku yang akan membawa kerusakan pada masyarakat. Seks di luar pernikahan adalah zina. Anak sekolah dan remaja umumnya ada di usia belum menikah. Meski diklaim sebagai seks aman dari persoalan kesehatan, zina tetaplah zina. Memberikan alat kontrasepsi pada mereka sama saja dengan mendukung untuk berzina. Sedangkan zina hukumnya haram. 

Dengan adanya aturan ini, dapat dilihat bahwa pemerintah mengabaikan agama dalam menetapkan aturan. Begitu pun dalam dunia pendidikan dan kesehatan, agama tidak dipandang sebagai suatu standar untuk mengambil keputusan.

Adanya aturan ini meneguhkan Indonesia sebagai negara sekuler yang mengabaikan aturan agama dalam kehidupan. Hal ini justru akan mengantarkan manusia pada kemunduran peradaban yang ditunjukkan dengan maraknya kerusakan perilaku. Manusia akan berperilaku liar, sebagaimana hewan berperilaku dalam memenuhi syahwat/nafsu seksualnya. Padahal, manusia merupakan ciptaan Tuhan yang sempurna dan mulia. Maka, harus berperilaku mulia pula.

Usia anak dan remaja merupakan usia yang cukup penting. Bagaimana mereka dididik akan berpengaruh terhadap kehidupan mereka ketika dewasa. Jika pada usia tersebut saja sudah terbiasa dengan seks atau zina, bagaimana dengan masa depan mereka. Sangat mungkin angka pernikahan dan kelahiran akan semakin turun, karena mereka tidak lagi memiliki keinginan untuk menikah. Hal ini sangat bertentangan dengan fitrah manusia, dimana manusia memiliki fitrah untuk memiliki keturunan.

Tidak heran hal seperti itu bisa terjadi, karena sistem sekuler dan liberalisme menjadi penyebabnya. Islam yang seharusnya menjadi pedoman hidup, kini hanya dipandang sebagai agama ibadah ritual saja yang tidak boleh mengatur kehidupan. Faktanya, islam mengatur semua aspek kehidupan baik pendidikan, kesehatan, pemerintahan dan lain-lain. Islam adalah agama yang sempurna, menerapkan islam secara menyeluruh merupakan kewajiban.

Islam mewajibkan negara membangun kepribadian islam pada setiap individu. Setiap individu dibekali dengan prinsip yang kuat agar tidak melakukan perilaku yang bertentangan dengan agama dan fitrahnya sebagai manusia. Terdapat sanksi yang jelas dan penerapan yang tegas bagi para pelanggar hukum. Penerapan sistem sanksi yang sesuai islam akan mencegah terjadinya perilaku liberal. Karena ketakwaan individu dan kontrol masyarakat yang bertakwa terwujud. Tidak ada lagi anak dan remaja bahkan masyarakat yang akan leluasa untuk melakukan maksiat termasuk zina. Yang terjadi bukan kerusakan perilaku, justru kemuliaan perilaku.