-->

Kunjungan Paus ke Indonesia: Diplomasi Spiritual atau Upaya Menggerus Akidah Islam?

Oleh : Nada Mazaya

Kunjungan Paus Franciscus ke Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, menimbulkan berbagai analisis dari perspektif politik dan ideologi Islam. Di satu sisi, kehadiran pemimpin tertinggi Gereja Katolik ini dipandang sebagai bentuk diplomasi spiritual untuk mempererat hubungan lintas agama. Namun, dari sudut pandang politik Islam, terutama ideologi yang mengedepankan penerapan Islam secara kaffah, kunjungan ini memunculkan pertanyaan: apakah ini murni kunjungan perdamaian, ataukah agenda tersembunyi yang lebih luas untuk mempengaruhi arah politik dan akidah Muslim Indonesia?

Kunjungan pemimpin agama besar seperti Paus selalu dilihat sebagai langkah diplomatik yang memiliki implikasi politis. Paus Franciscus telah lama dikenal sebagai sosok yang mendorong dialog antaragama, serta memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan seperti perdamaian, keadilan sosial, dan kesetaraan. Di mata para pendukungnya, kunjungan ke Indonesia adalah upaya mempererat kerja sama antarumat beragama, terutama di tengah dunia yang kerap dilanda konflik berbasis agama.

Namun, dari perspektif Islam politik, diplomasi agama sering kali digunakan oleh negara-negara Barat untuk mengukuhkan dominasi mereka di wilayah-wilayah yang dianggap strategis, termasuk negara-negara mayoritas Muslim. Kunjungan Paus dapat dilihat sebagai bagian dari upaya halus memperluas pengaruh ideologis Barat di negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Hal ini dapat mengarah pada penetrasi pemikiran sekularisme dan pluralisme yang bertentangan dengan konsep Islam kaffah, yang menolak pemisahan antara agama dan negara.

Agenda Tersembunyi di Balik Dialog Antar Agama?

Islam memandang akidah sebagai elemen yang harus dijaga dan dijalankan secara total dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam pemikiran politik Islam, terutama yang berpijak pada doktrin tauhid, semua upaya yang mengarah pada pencampuradukan agama atau memarginalkan peran Islam dalam kehidupan politik harus diwaspadai. Kunjungan Paus, meskipun di permukaan tampak sebagai bentuk diplomasi lintas agama, tidak bisa dilepaskan dari kemungkinan agenda untuk memperlemah posisi Islam sebagai kekuatan politik dan ideologis.

Dalam hal ini, konsep "dialog antar agama" seringkali dikritik oleh sebagian ulama dan pemikir Islam sebagai upaya mendesak kaum Muslim agar menerima prinsip-prinsip pluralisme dan toleransi yang cenderung melonggarkan batas-batas akidah. Islam menekankan pada konsep al-wala' wal-bara' (loyalitas dan pemutusan hubungan), di mana seorang Muslim harus loyal kepada sesama Muslim dan menolak segala bentuk pengaruh yang dapat menggerus keyakinan Islam.

Penerapan Islam Kaffah vs. Sekularisme Barat

Salah satu tantangan besar dalam politik global hari ini adalah benturan antara penerapan Islam secara kaffah dan nilai-nilai sekularisme yang diusung oleh Barat. Paus Franciscus, sebagai kepala Gereja Katolik, membawa nilai-nilai universalitas yang mencerminkan pendekatan sekuler Barat terhadap agama. Dalam kunjungannya, kemungkinan besar ia akan mendorong konsep "common good" yang mempromosikan koeksistensi dan moderasi, namun sering kali berbenturan dengan ajaran Islam tentang syariat yang mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, dan hukum.

Dari perspektif ideologi Islam, penerimaan terhadap prinsip-prinsip sekularisme Barat, seperti demokrasi liberal dan pluralisme, dianggap sebagai ancaman langsung terhadap penerapan syariat Islam. Di sinilah letak kekhawatiran ideologis terhadap kunjungan Paus: apakah umat Islam Indonesia akan terdorong untuk semakin menjauh dari penerapan Islam kaffah demi kompromi politik yang dikemas dalam wacana dialog dan perdamaian?

Tantangan bagi Umat Islam Indonesia

Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar memiliki tantangan besar dalam mempertahankan identitas dan integritas akidahnya di tengah gempuran ideologi asing. Umat Islam di Indonesia harus lebih kritis dalam menyikapi agenda-agenda diplomasi yang datang dari luar, termasuk dari lembaga-lembaga agama non-Muslim. Kunjungan Paus Franciscus ini, meskipun dibalut dalam retorika perdamaian dan dialog, tidak bisa dipisahkan dari agenda politik global yang sering kali berupaya untuk mendesak penerapan Islam agar lebih "moderat" dan sesuai dengan standar global sekuler.

Bagi mereka yang berpegang teguh pada penerapan Islam secara kaffah, kunjungan ini menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk menegakkan syariat Islam tidak hanya dihadapkan pada tantangan internal, tetapi juga pada tekanan ideologis dari luar. Maka, penting bagi umat Islam Indonesia untuk tetap waspada dan terus memperkuat akidah serta pemahaman politik Islam agar tidak terjebak dalam arus sekularisasi yang dibawa oleh pihak luar.  

Wallahu a’lam bish-shawabi.