-->

Meneladani Secara Total Rasulullah saw, Bukti Cinta Sejati



Oleh: Hamnah B. Lin

Berbagai perhelatan diselenggarakan dengan tajuk cinta Rasulullah saw., sungguh patut diapresiasi giroh kaum muslim sungguh luar biasa menggema. Namun patut disayangkan, di saat yang sama ada banyak kaum muslim, mulai dari rakyat biasa, penguasa hingga para alim ulama yang melecehkan Islam dan Sunnah Rasulullah saw..

Di tengah kehidupan kapitalisme sekulerisme yang memisahkan kehidupan dengan aturan Islam, ada banyak Sunnah Rasulullah saw yang ditinggalkan demi relevansi dengan sistem hari ini. Namun sebagai muslim yang senantiasa menyatakan cinta Rasul, maka sudah seharusnya memperhatikan apa - apa yang juga dicintai oleh Rasulullah saw. Butuh perjuangan kuat agar bisa konsiten meneladaninya. Butuh sebuah dakwah untuk membertahukan kepada khalayak kaum muslim agar paham dan mengikutinya.

Pembuktian cinta kepada Rasulullah itu meliputi beberapa hal: Pertama, membenarkan seluruh berita Rasulullah Saw. Apapun yang diberitakan oleh Rasul Saw, masuk akal atau tidak, bisa disaksikan indra atau tidak, wajib diyakini kebenarannya. Sebab, ucapan Rasulullah Saw adalah wahyu dari Allah Swt.

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ (*) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. an- Najm: 3-4)

Kedua, menaati Rasulullah Saw dengan mengamalkan perintahnya dan meninggalkan larangannya. Wajib bagi umat manusia menaati Rasulullah Saw. Banyak ayat al-Qur’an yang menegaskan kewajiban ini. Allah Swt berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul, dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” (QS. Muhammad: 33)

Rasulullah Saw juga bersabda bahwa taat kepada beliau menyebabkan seseorang masuk jannah Allah Swt,

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى، قَالُوا:يَا رَسُولَ اللَّهِ وَ مَنْ يَأْبَى؟ قَالَ :مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
“Setiap umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan.” Mereka bertanya, “Siapa yang enggan, wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Siapa yang taat kepadaku, akan masuk surga, dan siapa yang tidak taat kepadaku, dialah yang enggan.” (HR. al-Bukhari)

Ketiga, menjadikan Rasulullah Saw sebagai hakim dan pasrah pada keputusannya. Menelaah bahasan Imam Ibnu Atha’illah dalam Kitab At-Tanwir fi Isqath at-Tadbir hlm. 31-32 memberikan penjelasan keharusan pasrah pada semua ketentuan Allah dan rasulNya.  Allah Swt berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa: 65)

Beberapa poin penting dari QS. An-Nisa ayat 65 adalah sebagai berikut: (1) Wajibnya berhukum (bertahkim) kepada Rasulullah dalam perkara yang diperselisihkan; (2) Wajibnya melenyapkan keberatan (haraj) dalam hati, artinya ada kesiapan bertahkim kepada Rasulullah lahir dan batin; (3)Berserah diri (taslim) secara total pada semua perkara, bukan hanya pada perkara yang sedang diperselisihkan saja.

Jadi tidak ada ruang lagi bagi manusia untuk menentang ketetapan dan hukum Allah dan RasulNya yang ditetapkan kepada manusia. Jangankan menentang, ada keberatan saja tidak boleh. Jangankan keberatan, tidak pasrah pada semua urusan saja tidak boleh.

Selain itu wajib juga bagi kaum muslim untuk meneladani dan mengikuti Sunnah Rasulullah saw dalam hal politik dan pemerintahan. Salah satu hadits yang mengandung pesan penting terkait membuktikan kecintaan terhadap Rasulullah Saw adalah hadits dari Anas bin Malik ra, Rasulullah bersabda,

مَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي، وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ
 “Barangsiapa yang menghidupkan sunnahku, maka sungguh ia telah mencintaiku, dan siapa saja yang mencintaiku, maka ia bersamaku menjadi penghuni surga.” (HR. Al-Tirmidzi, al-Thabarani)

Kata “sunnah” pada hadits di atas bermakna jalan hidup Rasul atau manhaj kenabian. Sunnah Rasulullah mencakup semua ajarannya; mulai perkara ibadah, hingga perkara politik pemerintahan. Dimana Rasulullah berwasiat bahwa sistem pemerintahan yang harus diikuti adalah yang merujuk pada sunnah Rasulullah dan contoh para khalifah pengganti beliau dari al-khulafa’ ar-rasyidun. Dalam sebuah riwayat disebutkan dari Abu Najih Al Irbadh bin Sariah ra. dia berkata: “Rasulullah Saw memberikan kami nasihat yang membuat hati kami bergetar dan air mata kami bercucuran. Maka kami berkata: “Ya Rasulullah, seakan-akan ini merupakan nasihat perpisahan, maka berilah kami wasiat.” Rasulullah Saw bersabda,

أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.
“Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah Swt, tunduk dan patuh kepada pemimpin kalian meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Karena di antara kalian ada yang hidup (setelah ini) akan menyaksikan banyaknya perselisihan. Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap sunnahku dan sunnah Khulafa’ Rasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari bid’ah, karena semua perkara bid’ah adalah sesat” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Hadits di atas adalah hadits politik yang sangat penting dan agung. Rasulullah berwasiat beberapa hal: (1) bertakwa kepada Allah; (2) patuh dan taat kepada pemimpin dalam pemerintahan Islam, bagaimana pun kondisinya; (3) setelah zaman kenabian akan ada banyak perselisihan; (4) perintah mengikuti sunnah Nabi Muhammad Saw dan sunnah al-Khulafa al-Rasyidun yang mendapat petunjuk (dalam hal penyelenggaraan pemerintahan); (5) perintah berpegang teguh pada sunnah seperti menggigit sesuatu dengan gigi geraham; dan (6) larangan perilaku bid’ah, karena bid’ah adalah kesesatan.

Beliau Saw memerintahkan untuk menaati para pemimpin karena di dalamnya terdapat maslahat yang besar, selama para pemimpin itu berpegang teguh dengan Islam, menyerukan Kitabullah, bagaimanapun kondisi mereka dalam hal diri mereka sendiri, keagamaan dan akhlak mereka, dan tidak dipatahkan tongkat atas mereka. Namun, jika tampak dari mereka kemungkaran maka mereka diperingatkan dan diingatkan.” (Al-Nawawi, Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim, juz 4, hlm. 422)

Selanjutnya adalah penjelasan agar kita mengikuti sunnah al-Khulafa’ al-Rasyidun. Lafazh al-khulafa’ adalah jamak dari kata khalifah, istilah khalifah itu sendiri jelas identik dengan “kepemimpinan siyasah” sedangkan istilah sunnah adalah “metode/manhaj”, menunjukkan adanya sunnah (manhaj) para khalifah (di kalangan shahabat) berkaitan dengan kepemimpinan, yang diperjelas dalam hadits lainnya. Rasulullah Saw dan al-Khulafa’ al-Rasyidun yang menegakkan manhaj pemerintahan dalam Islam, sebagaimana ditunjukkan dalam hadits, “Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR. Ahmad)

Khalifah Umar bin Abdul Aziz menegaskan, “Rasulullah Saw.  dan para ulil amri setelahnya (khulafa’ rasyidin) telah menggariskan adanya sunnah, yakni sikap berpegang teguh pada Kitabullah, dan menyempurnakan keta’atan kepada Allah, menegakkan kekuatan (fondasi kehidupan) di atas Din Allah, tidak boleh ada seorang pun dari makhluk-Nya yang boleh mengubahnya, tidak boleh pula menggantikannya (dengan sunnah selainnya), dan tidak dilihat sedikit pun apapun yang menyelisihi sunnah tersebut, siapa saja yang mengambil petunjuk darinya maka ia menjadi orang yang tertunjuki, siapa saja yang mencari kemenangan dengannya maka ia akan diberikan kemenangan, dan siapa saja yang meninggalkannya dengan mengikuti selain jalan orang-orang beriman, maka Allah akan menyerahkan dirinya pada apa ia jadikan tempat bergantung (selain Allah), dan menyeretnya ke dalam Jahannam, dan ia adalah seburuk-buruknya tempat kembali.” (Al-Ajurri al-Baghdadi, Al-Syari’ah, juz I, hlm. 40)

Inilah yang patut kaum muslim lakukan jika dia mengaku mencintai Rasulullah saw. Tidak akan diambil sebagian lalu meninggalkan sebagian. Karena cinta adalah taat, karena cinta adalah terikat.
Wallahu a'lam.