-->

Otak-Atik Dana Pendidikan: Hak Rakyat yang Terus Dipertanyakan

Oleh : Henise

Isu mengenai pengelolaan anggaran pendidikan kembali mencuat ketika usulan untuk mengubah alokasi 20% anggaran pendidikan dari APBN diperdebatkan di parlemen. Usulan tersebut menuai penolakan dari berbagai pihak, termasuk DPR, yang menilai bahwa permasalahan utama dalam pendidikan Indonesia bukan terletak pada besaran anggaran, tetapi pada implementasi yang tidak tepat sasaran. Ini menunjukkan betapa hak rakyat atas pendidikan masih terus disoal, bahkan ketika undang-undang telah menjamin alokasi anggaran yang besar.

Sejak lama, sistem pendidikan di Indonesia menghadapi tantangan dalam pengelolaan anggaran yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga. Misalnya, meskipun alokasi 20% dari APBN telah ditetapkan untuk pendidikan, kenyataannya anggaran tersebut sering kali tidak seluruhnya digunakan untuk fungsi pendidikan. Beberapa dana dialokasikan ke sektor lain, seperti pembangunan infrastruktur yang secara tidak langsung berkaitan dengan pendidikan, namun tidak menyentuh kebutuhan esensial pendidikan, seperti kualitas pengajaran dan akses yang merata.

Pemerintah daerah juga memegang tanggung jawab besar dalam mengelola anggaran pendidikan, tetapi masalah sering muncul karena interpretasi yang berbeda-beda mengenai penggunaan dana tersebut. Beberapa pemda, misalnya, menggunakan anggaran pendidikan untuk pembangunan jalan menuju sekolah, yang walaupun penting, bukanlah inti dari peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri. Inilah yang menyebabkan permasalahan berlarut-larut dalam dunia pendidikan di Indonesia, dan pada akhirnya, rakyat yang menjadi korban karena tidak mendapatkan hak pendidikan yang layak.

Paradigma Pendidikan dalam Sistem Kapitalisme

Salah satu penyebab utama masalah pendidikan di Indonesia adalah pendekatan kapitalisme yang mendominasi kebijakan publik. Di bawah sistem ini, pendidikan sering kali dianggap sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan. Sektor pendidikan dipandang sebagai salah satu peluang bisnis, sehingga keuntungan menjadi tujuan utama, bukan pemenuhan hak dasar warga negara. Hal ini terlihat dari tingginya biaya pendidikan di berbagai tingkat, yang menjadikan pendidikan semakin tidak terjangkau bagi sebagian besar rakyat.

Dalam sistem kapitalisme, pendidikan bukan hanya menjadi mahal, tetapi juga sering kali tidak terfokus pada pengembangan moral dan intelektual yang berlandaskan nilai-nilai agama. Padahal, pendidikan seharusnya menjadi sarana untuk membentuk karakter dan moral bangsa, bukan hanya alat untuk mencapai keuntungan ekonomi.

Solusi Islam untuk Pendidikan

Islam menawarkan solusi yang berbeda dalam menangani masalah pendidikan. Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara tanpa memperhitungkan aspek komersial. Negara Islam diwajibkan menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi seluruh warga negara, karena pendidikan dipandang sebagai tanggung jawab negara yang penting dalam membangun peradaban.

Sejarah menunjukkan bagaimana sistem Islam mampu mencetak generasi yang unggul di bidang ilmu pengetahuan. Pada masa kejayaan Islam, negara membiayai pendidikan melalui pengelolaan sumber daya alam dan Baitul Mal (lembaga keuangan negara). Dana yang diperoleh tidak hanya digunakan untuk infrastruktur, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas guru, menyediakan fasilitas belajar, dan mendukung penelitian ilmiah. Sistem ini menjamin bahwa pendidikan dapat diakses oleh siapa saja tanpa memandang status ekonomi.

Dengan demikian, solusi untuk masalah pendidikan di Indonesia tidak hanya terletak pada besaran anggaran, tetapi juga pada paradigma pengelolaan yang berpihak pada kepentingan rakyat. Dalam sistem Islam, pendidikan dipandang sebagai jalan untuk membangun moral dan intelektual generasi muda, bukan sebagai komoditas yang diperjualbelikan. Negara harus berperan aktif dalam memastikan pendidikan berkualitas dapat diakses oleh seluruh rakyat, dan tidak lagi menyerahkan tanggung jawab tersebut kepada mekanisme pasar.

Wallahu a'lam bish-shawab.