-->

Peringatan Darurat: Saatnya Membangun Visi Perubahan yang Shahih

Oleh : Bella Lutfiyya, Aktivis Muslimah

Peringatan darurat, seruan yang akhirnya menyebabkan ribuan massa menggelar aksi demonstrasi di depan kompleks Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat (DPR/MPR). Seperti diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 20 Agustus 2024 mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sehari setelahnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mendadak menggelar rapat dan dalam sehari menyepakati revisi UU Pilkada untuk disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang rencananya digelar pada Kamis, 22 Agustus 2024 (voaindonesia.com, Agustus 2024). 
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) Arjuna Putra Aldino, menilai revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh Baleg DPR cacat hukum atau inkonstitusional (nasional.tempo.co, Agustus 2024).

Sejumlah massa yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari buruh, mahasiswa hingga komika melakukan aksi ujuk rasa/demo menuntut pemerintah dan wakil rakyat. Sineas Joko Anwar mengatakan alasannya mengikuti demo karena sudah muak dengan para penguasa yang selama ini menggunakan instrumen hukum untuk melenggangkan apa yang mereka mau. Berdasarkan pantauan dari laporan sejumlah media, rapat paripurna pada Kamis (22/8) yang sedianya akan mengesahkan revisi UU Pilkada belum bisa dilaksanakan karena jumlah peserta rapat tidak memenuhi kuorum. Rapat sempat mengalami penundaan dua kali, tetapi tetap tidak memenuhi kuorum.

Meski rapat paripurna batal, belum jelas apakah para anggota DPR akan melanjutkan pengesahan revisi UU Pilkada, sehingga sampai saat ini, tagar #KawalSampaiTuntas dengan tagline "Jangan mudah percaya" masih digaungkan oleh masyarakat saat perwakilan DPR mengaku 'tak ada pengesahan revisi UU Pilkada' kepada demonstran di depan Kompleks DPR/MPR. 

Unjuk rasa yang dilakukan masyarakat sepertinya dianggap angin lalu saja oleh para pimpinan. Bahkan, ada yang dengan santainya bepergian ke luar negeri di tengah huru-hara yang terjadi dengan perlakuan khusus dari negara. Bukankah sudah merupakan hak bagi rakyat untuk menyerukan aspirasi dan keresahan kepada para pimpinan? Lalu yang terjadi justru bentrok disertai kekerasan dan penculikkan oleh aparat. Mana yang katanya “Demokrasi dari rakyat untuk rakyat?”

Sikap culas pemerintah akibat dari penerapan demokrasi. Sesungguhnya ini adalah wajah asli demokrasi. Demokrasi bukan wadah untuk menampung aspirasi dan kepentingan rakyat, namun wadah bagi penguasa zalim untuk menindas rakyatnya. Hukum dibuat untuk kepentingan pribadi dan golongan tertentu saja, sementara keresahan umat diacuhkan karena tidak menguntungkan bagi dirinya.

Sejak awal, penerapan demokrasi adalah salah. Sistem ini berasaskan pada hukum buatan manusia. Manusia adalah makhluk yang lemah, punya keterbatasan, mempunyai nafsu dan ego, apalagi dikaitkan dengan kekuasaan dan kemegahan yang akan dengan mudahnya menggonta-ganti aturan yang berlaku untuk kepentingan sendiri, sehingga demokrasi adalah batil.

Rakyat pada dasarnya sudah menyadari ada banyak permasalahan di negeri ini. Namun, bergeraknya umat belum berlandaskan pada pemahaman yang benar atas akar masalah dan solusi. Rakyat masih bersandar pada demokrasi, yang sejatinya menjadi penyebab segala kerusakan. Untuk itu, Peingatan darurat, saatnya membangun visi perubahan yang shahih pada semua kalangan, yaitu penerapan syariat Islam kaffah (menyeluruh).

Sementara itu, Islam mempunyai hukum yang jelas. Sumber hukumnya berasal dari Sang Maha Pencipta, Allah SWT yang tiada kurang, bersifat kekal, tidak ada kekeliruan lagi karena hukum yang diterapkan berasal dari pencipta manusia. Dalam surah an-Nahl disebutkan, “(Ingatlah) hari (ketika) Kami menghadirkan seorang saksi (rasul) kepada setiap umat dari (kalangan) mereka sendiri dan Kami mendatangkan engkau (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang Muslim” (QS an-Nahl Ayat 89).

Nabi Muhammad SAW telah memberikan contoh kepemimpinannya yang berdasar pada hukum-hukum syara. Semua permasalahan umat, seperti ekonomi, pendidikan, hubungan internasional diterapkan sesuai syariat Islam. Lihatlah bagaimana jayanya Islam pada saat itu. Para pemimpin dalam sistem Islam sangat bertanggung-jawab terhadap amanah yang diberikan. Sebab, menjadi seorang pemimpin adalah tugas yang berat, sehingga ganjaran yang didapatkan pun tidak main-main. Kepemimpinan itu berangkat dari pemahaman kewajiban atas pelayanannya terhadap rakyat dan tanggung jawab atas semua tindakan. Bukan hanya dipertanggungjawabkan di hadapan manusia semata, akan tetapi juga dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Masyarakat sudah sadar dengan kebobrokan sistem demokrasi ini, namun belum sampai kepada mereka bahwa Islam satu-satunya agama yang mampu menyelesaikan segala permasalahan. Sebab Islam punya syariat dalam mengatur semua urusan manusia di dunia. Oleh karenanya, umat memerlukan hadirnya kelompok dakwah ideologis, yang siap membina umat menuju pemahaman yang benar dan mengajak umat untuk berjuang menegakkan syariat Allah di muka bumi ini.[]