-->

Pornografi Menjadi Pemicu Maraknya Kejahatan "Anak"


Oleh: Hamnah B. Lin

Empat remaja di bawah umur di Sukarami, Palembang, Sumatera Selatan, memperkosa dan membunuh seorang siswi SMP berinisial AA (13). Kapolrestabes Palembang Kombes Haryo Sugihhartono menyebut jasad korban ditinggalkan keempat pelaku di sebuah kuburan Cina, pada Minggu (1/9) sekitar pukul 13.00 WIB ( CNNIndonesia, 6/9/2024).

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto menyebut Indonesia masuk peringkat keempat sebagai negara dengan kasus pornografi anak terbanyak. Data tersebut diungkap oleh National center for missing exploited children (NCMEC). Korbannya tidak tanggung-tanggung, yakni dari disabilitas, anak-anak SD, SMP, dan SMA, bahkan PAUD. (Liputan 6).

Seakan menjadi bisnis yang tidak pernah padam, industri pornografi memang menjanjikan perputaran uang. Parahnya, konten yang kerap dilabeli sebagai konten dewasa itu kini menjadikan anak sebagai objek visualisasi. Di lapangan,  pornografi juga berdampak pada mahalnya perlindungan sosial bagi anak.

Betapa banyak kasus pemerkosaan maupun pelecehan seksual pada anak. Menyedihkannya, tidak sedikit pelaku kasus asusila ini adalah orang terdekat korban. Ada ayah kandung, kakak kandung, kakek, paman, maupun teman dekat. Orang terdekat yang seharusnya menjadi pelindung, justru menjadi singa yang menerkam anak sendiri. Pemicu tindakan tersebut beragam. Mulai dari pengaruh pergaulan bebas, minuman keras, konten pornografi yang mereka akses, hingga tuntutan ekonomi. Tentu realitas ini membuat kita miris.

Jika kita cermati, maraknya kasus video syur dan konten pornografi di negeri ini tidak lepas dari penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan manfaat sebagai tolok ukur terhadap segala sesuatu, tanpa peduli halal dan haram. 

Pornografi hakikatnya adalah buah peradaban rusak kapitalisme. Peradaban yang lahir dari paham sekularisme ini begitu menjunjung kebebasan dan kepuasan materi belaka. Maka selama sesuatu menghasilkan keuntungan, kemudian ada pasar yang menginginkan maka sah saja dikembangkan dalam masyarakat kapitalisme. Walaupun sesuatu itu membuahkan kerusakan, yang penting cuan. Mengingat besarnya perputaran uang pada Industri pornografi bahkan dikatakan industri ini masuk kategori shadow economy yang cukup menopang perputaran uang dalam masyarakat, nampaknya akan sulit diberantas selama peradaban ini ada.

Karena kembali pada prinsip kapitalisme, selama sesuatu itu menguntungkan dan ada pasar yang 'membutuhkan' maka hal itu legal. Jadi kapitalisme inilah yang merupakan akar masalah sesungguhnya dari merebaknya pornografi. 

Islam sebagai ideologi jelas memiliki seperangkat aturan yang tak hanya mengatur masalah ibadah. Namun Islam memiliki seperangkat aturan yang juga mengatur masalah sosial masyarakat. Semisal aturan ekonomi dan pergaulan pria wanita. Termasuk aturan terkait menonton atau melihat pornografi. 

Islam melarang dan mengharamkan pornografi. Sekalipun yang dilihat hanyalah gambar. Bukan tubuh secara langsung. 

Pada kasus pornografi berlaku kaidah syara' 

اَلْوَسِيْلَةُ إِلَى اْلحَرَامِ حَرَامٌ

“Sarana yang menghantarkan kepada perbuatan haram adalah haram.”

Maka dari itu, tidak boleh untuk menonton, dan melihatnya. Bukankah selama ini kita sering menyaksikan kasus pemerkosaan, pelecehan terjadi karena diawali menonton adegan porno. Hal ini adalah bukti dugaan kuat dampak atas konsumsi pornografi. 

Maka untuk mengurai masalah pornografi, Islam memiliki konsep khas. Setidaknya ada dua hal penting untuk mengurai pornografi. Pertama, menerapkan syariat yang melindungi sistem tata sosial. Kedua, menerapkan politik media yang melindungi masyarakat dari konten pornografi.

Dalam Islam, sistem tata sosial (ijtima’iy) diatur dengan seperangkat syariat mengenai interaksi manusia. Islam mengatur tentang cara perempuan dan laki-laki menjaga aurat. Secara umum, juga memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menjaga interaksi, tidak berdua-duaan, tidak bercampur baur dan berinteraksi (kecuali dalam perkara muamalat, pendidikan, dan kesehatan). Islam pun mengatur agar laki-laki dan perempuan sama-sama menjaga kemuliaan dan kehormatan demi terwujudnya tata sosial yang sehat.

Negara juga berperan melindungi masyarakat dari informasi dan visualisasi media yang mengacaukan sistem sosial masyarakat. Negara tidak boleh berkompromi dengan industri pornografi dengan alasan prinsip kebebasan. Negaralah yang justru akan menjadi perisai dan melindungi siapa pun dari paparan konten pornografi.

Penelaahan terhadap syariat tidak akan memunculkan perdebatan panjang mengenai definisi pornografi. Dalam Islam, batasan aurat perempuan maupun laki-laki sudah sedemikian gamblang. Juga konten yang hadir di masyarakat melalui media, negaralah yang berperan besar menyelesaikannya.

Tidak kalah pentingnya adalah sanksi yang negara terapkan, harus memberi efek jera agar kasus serupa tidak terulang lagi. Kasus pornografi terkategori kasus takzir dalam syariat Islam. Khalifah berwenang menjatuhkan sanksi kepada pelaku. Jenis hukuman bisa dalam bentuk pemenjaraan hingga hukuman mati sesuai hasil ijtihad khalifah. Pada kasus pornografi yang berkaitan dengan perzinaan, maka akan ditegakkan had zina sebagai sanksi bagi para pelaku. Bagi ghayru muhsan 100 kali cambuk, sedangkan muhsan berupa hukuman rajam.

Demikian Islam tegas melarang adanya hal - hal yang menghantarkan kepada perbuatan haram adalah haram. Menjadi bukti Islam serius dalam memandang permasalahan maraknya pornografi hari ini. Maka Islam lah solusi yang tepat untuk bisa memberantas maraknya pornografi yang menjadi pemicu kejahatan yang dilakukan oleh anak - anak.
Wallahu a'lam.