-->

Represif Terhadap Demonstrasi, Dimana Demokrasi?



By: Hasna Hanan

Bisnis.com, JAKARTA - Ribuan massa aksi demonstrasi yang menolak RUU Pilkada terlibat bentrokan dengan tim gabungan TNI-POLRI di depan gedung DPR RI, Senayan Jakarta pada Kamis (22/8/2024).

Kericuhan ini dipicu oleh kebijakan negara yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat tetapi justru pada kepentingan elit politik yang akan bermain pada pilkada mendatang, RUU Pilkada yang akan digulirkan jelas-jelas tidak memenuhi aspirasi rakyat sehingga demo itupun terjadi untuk mengoreksi kebijakan yang semena-mena tersebut.

Demonstrasi sebagai bentuk ekspresi rakyat dalam mengoreksi penguasa adakalanya memang dilakukan anarkis kekerasan oleh anggotanya, secara manusiawi hal tersebut akan memberikan reaksi para aparat kepolisian yang bertindak represif untuk mengamankan massa pendemo sehingga tidak terelakkan yang terjadi adalah bentrok kekerasan antara pihak pendemo dan kepolisian, sebagimana dilansir pada laman serambi TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat beberapa kasus tindakan represif aparat keamanan ketika aksi mahasiswa Kawal Putusan MK di beberapa daerah. Ketua YLBHI, Muhammad Isnur mengungkapkan, ada puluhan tindakan represif, intimidasi, sampai kekerasan terhadap massa aksi. Ia juga menyoroti kasus represif pihak kepolisian yang terjadi di Semarang, Makassar, Bandung, dan Jakarta. 

Demonstrasi Tidak Sejalan di Alam Demokrasi 

Sistem demokrasi yang digadang-gadang memberikan ruang terbuka terhadap kebebasan berbicara maka harusnya realisasi aksi demo sebagai salah satu bentuk koreksi terhadap setiap kebijakan bisa menjadi muhasabah penguasa untuk lebih peduli dengan rakyatnya bukan malah tidak peduli karena lebih memperdulikan kepentingan pihak-pihak tertentu baik itu individu maupun kelompok untuk membuat regulasi seenaknya saja terhadap rakyatnya apalagi terkait memilih pemimpin daerah.

Sistem demokrasi dengan azas sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan kaum muslimin telah banyak mengeluarkan kebijakan dzolim yang memaksa kehidupan rakyat berada dibawah tekanan kehidupan dan himpitan ekonomi, oleh karenanya ketika uu pilkada digulirkan untuk memilih penguasa daerah maka sudah pasti rakyat atau sekelompok ormas akan bereaksi memobilisasi massa bergerak melawan kebijakan yang tidak mereka ridhoi. Maka seharusnya negara memberikan keamanan dan jaminan keselamatan terhadap mereka para aksi demo, dan menerima masukan serta kritik dengan jalan diskusi bukan sebaliknya kekerasan untuk membubarkan dan menghalau massa hingga terjadi korban dari aksi tersebut.

Ini semakin menunjukkan bahwa azas demokrasi tidak akan pernah menjadikan rakyat  sebagai pemegang kedaulatan tertinggi tetapi mereka hanya dijadikan alat penguasa mengambil hak rakyat yang tak berdaya untuk melanggengkan kekuasaannya duduk dalam kursi kekuasaan sebagai pelayan  para oligarki yang rakus akan materi duniawi. Nauzubillah 

Islam Dalam Memandang Aksi Demo 

Dalam sistem kehidupan Islam sangat berbeda dengan demokrasi ketika mengatur kehidupan rakyatnya, karena azas dasarnya adalah kedaulatan bukan ditangan rakyat tetapi pada hukum Syara' yaitu aturan Allah Azza wa Jalla sang kholiq sekaligus pengatur kehidupan alam semesta dan manusia di dunia melalui Rosulullah yang membawa Wahyu Al-Qur'an dan SunnahNya, sehingga penguasa atau Kholifah akan menjalankan amanah kekuasaan dari rakyat  hanya untuk menjalankan Riayah kepada rakyat dengan aturan syariat bukan atas hawa nafsu manusia.

Maka ketika terdapat sebuah kesalahan dalam menjalankan amanah tersebut ada mekanisme yang khas  untuk menjaga agar pemerintah sebagai pemegang kekuasaan  tetap berada di jalan Allah yaitu  adanya muhasabah lil hukam, dan  juga lembaga seperti majelis ummah serta Qadli madzalim.

Dalam menjalankan  mekanisme tersebut rakyat bisa dengan datang langsung menemui khalifah di ibu kota. Hal ini sebagaimana yang pernah dilakukan oleh seorang Yahudi tua yang menolak ketika rumah dan tanahnya hendak dibeli oleh ‘Amr bin al-Ash ra. untuk pembangunan masjid. Setelah menemui Umar bin Khaththab ra. di Madinah, orang Yahudi itu pun mendapatkan keputusan yang adil.

Selain itu rakyat juga bisa mengadukan kezaliman penguasa pada Mahkamah Mazalim, yaitu pengadilan yang khusus memutuskan perkara kezaliman penguasa, pejabat, dan aparat negara pada rakyat. Mahkamah Mazalim diketuai oleh Qadhi Qudhat, yaitu kepala pengadilan atau kepala para kadi berdasarkan saksi dan bukti yang ada. Jika terbukti bersalah, penguasa bisa dihukum hingga kehilangan jabatannya. Dengan demikian, khalifah dan para penguasa lainnya bukanlah orang-orang yang kebal hukum.

Aksi demo atau muhasabah Lil hukam adalah bagian dari amar makruf nahi mungkar kepada penguasa oleh karenanya khilafah tidak akan pernah melakukan tindakan represif apalagi anti kritik terhadap kekuasaan yang diamanahkan kepadanya, karena Dengan terjaganya kekuasaan tetap sesuai syariat, akan terwujud negeri yang baik dan dilimpahi ampunan Allah Swt. (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur). Wallahu'alam bisshawab