-->

Abaikan Etika Bisnis Dalam Islam, UMKM Gulung Tikar

Oleh : Marina (Pengusaha dan Aktivis Dakwah) 

Lubuklinggau merupakan Kota yang dikenal dengan hasil kreasi tangan masyarakatnya, salah satu hasil kreasi tangan masyarakat yaitu berupa alat memasak seperti Dandang atau alat kukus nasi. Tepatnya di salah Satu kampung di Lubuklinggau yang beralamat di Jl. Teladan RT 1 Kelurahan Bandung Kiri, Kecamatan Lubuklinggau Barat 1, Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan.

Kampung tersebut dikenal dengan kampung dandang, karena mayoritas penduduknya merupakan pengrajin dandang. Namun seiring berjalannya waktu dan modernisasi menyebabkan warga banyak menghentikan produksi dandang. Semenjak sudah banyak alat masak modern membuat eksistensi dandang mulai dilupakan hingga membuat banyak perajin di kampung tersebut gulung tikar. Ditambah bahan baku untuk membuat dandang sendiri juga harganya sudah cukup mahal dan tidak sebanding dengan keuntungan ketika menjual dandang (detiksumbagsel).

Dilansir dari sukoharjo. Com. Pebisnis yang bisnisnya gagal dalam dua Tahun pertama mencapai 25 %, pebisnis yang gagal setelah 5 tahun berjalan sebanyak 45 %, dan pebisnis yang bisnisnya gagal setelah 10 tahun berjalan sebanyak 65 %. Rata rata banyak pebisnis yang bisnisnya tidak bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama. 

Pada era saat ini banyaknya UMKM yang gulung tikar sebenarnya sudah tampak jelas faktor -faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah : 
1. Faktor Digitalisasi 
      Sebagai konsumen mungkin sudah banyak yang sudah go digital tetapi dari segi pebisnis masih banyak sekali yang belum go digitalisasi. Hal ini dikarenakan kurangnya pelatihan digital untuk para pebisnis, kurangnya mentor bisnis, kurangnya pembiayaan, infrastruktur yang tidak memadai, dimana seharusnya hal semacam ini menjadi tugas negara dalam memberikan pelayanan kepada pelaku bisnis UMKM. 
Data dari Kemenkominfo juga menunjukkan, dari 64 juta jumlah UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia, baru hanya sekitar 29 % atau 19 juta unit saja yang sudah digital atau berbisnis secara online.
2. Persaingan dengan Perusahaan Besar
Alasan yang ke dua adalah persaingan UMKM dengan perusahaan besar, dimana perusahaan besar memiliki modal yang besar dan SDM nya terpenuhi. Sehingga bisa mengeluarkan produk-produk yang modern dengan harga yang terjangkau yang akhirnya mematikan usaha UMKM. 
3. Legalitas Usaha
Banyak UMKM yang belum memiliki legalitas Usaha, padahal Legalitas Usaha ini sangat penting dalam menjalankan bisnis karna itu merupakan kepastian hukum dalam bisnis, legalitas Usaha juga bisa membangun kepercayaan masyarakat terhadap bisnis yang sedang dijalani. 

Selain faktor - faktor secara teknologi, sebagai pelaku UMKM dan pebisnis besar lainnya harus dapat menerapkan etika bisnis yang diterapkan didalam islam dimana konsep mekanisme pasar dalam islam dibangun atas beberapa prinsip diantaranya adalah atas dasar Ar Ridho, yakni segala transaksi yang dilakukan atas dasar kerelaan diantara masing- masing pihak. Persaingan yang sehat tanpa adanya monopoli pasar karena setiap barang yang penahanannya akan membahayakan konsumen atau orang banyak. Kejujuran, merupakan pilar yang sangat penting dalam islam, islam melarang keras melakukan kebohongan atau penipuan dalam bentuk apapun karena kejujuran ini akan membawa dampak yang luar biasa kepada para pihak yang melakukan transaksi perdagangan dalam masyarakat luas. Dedikasi yang tinggi, hal ini dapat meningkatkan loyalitas konsumen, meningkatkan kepercayaan pembeli, juga berdampak meningkatkan citra yang baik pada pelaku UMKM sehingga bisa meningkatkan pendapatan pelaku UMKM. 

Menurut Etika bisnis dalam islam bahwa setiap wirausahawan dalam berdagang tidak harus seakan akan dengan tujuan hanya mencari keuntungan saja. Namun mengharapkan Ridho Allah SWT dan mencapai keberkahan rezeki yang telah Allah SWT berikan. 
Didalam Negara islam, negara memiliki peran mutlak dalam mengatur muamalah. Dimana paradigma ekonomi islam terdiri atas tiga pilar yakni :
1. Kepemilikan sesuai syariah ( al-milkiyah) 
2. Pemanfaatan kepemilikan sesuai syariah( tasharruf fi al-milkiyah) 
3. Distribusi kekayaan kepada masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas) 
Negara jelas berperan sebagai raa’in (penanggung jawab) dan junnah (perisai) bagi rakyat yang dipimpinnya, tidak terkecuali dalam rangka memberikan perlindungan terhadap usaha dan aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh rakyatnya.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya imam/Khalifah itu junnah (perisai), orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR Muslim). 
Wujud kebijakan negara (Khilafah) dalam memberikan perlindungan tersebut antara lain: 
Memberikan jaminan modal usaha sebagai pemberian negara kepada rakyatnya, serta memegang kendali penuh terhadap keran produk impor khususnya yang harganya bisa menghancurkan harga pasaran dalam negeri. Terbalik dengan kondisi hari ini dimana produk impor bisa masuk dengan semakin mudah dalam sistem pasar terbuka/bebas.

Terkait harga produk, negara tidak menerbitkan kebijakan pematokan harga. Dalam Islam, Allah Ta'ala telah memberikan hak kepada setiap orang untuk membeli dengan harga yang ia sukai. Allah juga mengharamkan tindakan pemberlakuan harga tertentu barang dagangan untuk memaksa masyarakat agar melakukan transaksi jual beli sesuai harga patokan tersebut. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw :
“Sesungguhnya jual-beli itu (sah karena) sama-sama suka.” (HR Ibnu Majah).

Juga dalam hadist:
“Harga pada masa Rasulullah saw pernah membumbung. Lalu mereka melapor, ‘Ya Rasulullah, seandainya saja harga ini engkau patok (tentu tidak membumbung seperti ini).’ Beliau saw. menjawab, ‘Sesungguhnya Allah lah Maha Pencipta, Maha Penggenggam, Maha Melapangkan, Maha Pemberi Rezeki dan Maha Menentukan Harga. Sesungguhnya aku sangat ingin menghadap ke hadirat Allah, sedangkan tidak ada seorang pun yang menuntut ku karena suatu kezaliman yang aku lakukan kepadanya dalam masalah harta dan darah.’” (HR Ahmad).

Di antara mekanisme dalam mengendalikan persaingan harga di antara sesama produsen adalah dengan tidak melegalisasi fungsi pasar sebagaimana pasar persaingan sempurna, melarang penggunaan aplikasi MARKETPLACE yang fungsinya sebagaimana pasar persaingan sempurna, menggunakan standar mata uang dinar dan dirham sebagai alat tukar resmi, mencegah terjadinya beragam celah penipuan, serta memberikan perlindungan bagi pelaku ekonomi digital maupun pedagang di pasar tradisional/modern dengan segmen pembeli yang jelas. 

Artinya negara benar-benar hadir mengurusi rakyatnya yang sangat berbanding terbalik yang terjadi saat ini dalam dunia kapitalis. Jadi satu-satu solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut hanya dengan diterapkan sistem islam secara kaffah. 

Wallahua'lam.