-->

Beras Makin Mahal, Sudahkah Petani Sejahtera?

Oleh : Dinda Kusuma WT

Indonesia adalah negeri sejuta ironi. Begitu banyak potensi dan kekuatan yang akhirnya justru menjadi kelemahan. Salah satu ironi terbesar adalah produksi beras, harga semakin mahal namun petani makin sengsara. Padahal, Indonesia berpredikat negara agraris karena luasnya lahan pertanian dan mayoritas rakyatnya adalah petani. Melihat fakta saat ini, masih pantaskah Indonesia menyandang predikat tersebut?

Bank Dunia menyebut harga beras di Indonesia merupakan yang termahal di antara negara-negara anggota ASEAN. Pernyataan ini disampaikan oleh Country Director untuk Indonesia dan Timor-Leste, East Asia dan Pacific World Bank, Carolyn Turk. Dia menyebut, selisih harga beras di Indonesia dengan negara-negara ASEAN bisa mencapai 20 persen (idxchannel.com, 30/09/2024). Menyedihkan, namun inilah kenyataannya. Rakyat Indonesia yang sebagian besar makanan pokoknya adalah nasi, masih harus menghadapi persoalan mahalnya harga beras. Artinya, sebagian besar masyarakat masih kesulitan memenuhi kebutuhan pokok yang paling mendasar.Disisi lain, petani Indonesia jauh dari kata sejahtera. Tingginya harga beras tidak berbanding lurus dengan keuntungan yang diperoleh petani. Akibatnya, banyak petani memilih menjual lahan.

Makin mahalnya harga beras sebenarnya tidak mengejutkan. Tingginya biaya produksi yang harus ditanggung petani adalah persoalan yang dihadapi sejak lama namun tak kunjung tersolusi. Kendala biaya produksi tersebut diantaranya, harga pupuk tinggi dan ketersediaannya sering kali langka, sewa alat mahal, sistem garap yang masih dengan sistem sewa lahan dll. Semua masalah tersebut merugikan para petani. Tak heran jika banyak petani memilih menjual lahan pertanian mereka, sehingga persoalan defisit beras makin bertambah-tambah.

Ketidakseriusan Pemerintah Meningkatkan Produksi Beras

Sebenarnya, masalah produksi beras bukan hal sulit diatasi. Namun, masalah ini menjadi sangat pelik ketika roda perekonomian diatur oleh kaum kapitalis atau pemilik modal besar. Sebagaimana kita ketahui, sistem kehidupan, termasuk perekonomian yang diterapkan saat ini adalah sistem kapitalisme. Artinya, ekonomi dan aspek kehidupan lainnya sangat dipengaruhi dan diatur oleh kaum kapitalis dan oligarki, sedangkan peran negara sebatas regulator saja. Praktis, ekonomi diatur sedemikian rupa agar menguntungkan pengusaha tanpa memikirkan nasib petani dan rakyat jelata. Tak terkecuali masalah produksi dan distribusi beras.

Miris, ketika ketersediaan bahan pangan pokok suatu negeri tidak dijamin oleh pemerintahnya. Distribusi beras malah diberikan pada para cukong yang pastinya mereka berusaha mengatur pasar agar keuntungan besar mengalir terus menerus pada pundi-pundi uang mereka. Kesejahteraan umum tidak akan pernah menjadi tujuan utama dalam sistem kapitalisme.

Berkaca pada negara-negara ASEAN penghasil beras lainnya yang harga berasnya lebih murah, artinya mereka mampu menekan biaya produksi, mengapa Indonesia tidak mampu? Dari segi lahan, jelas indonesia jauh lebih luas dan memadai. Kemudian masalah pupuk, negara harusnya memberikan perhatian serius agar masalah pupuk tidak berlarut-larut. Mengherankan, ketika negara dengan segala potensi, teknologi, dan Sumber Daya Manusia yang sangat memadai tapi tidak sanggup menyelesaikan sekedar persoalan pupuk. Pada dasarnya, pemerintah memang tidak serius meningkatkan produksi beras demi keuntungan cukong dan korporasi. Defisit beras dijadikan alasan agar para pemodal besar bisa tetap menjalankan bisnis impor berasnya. Sangat jauh dari cita-cita bangsa indonesia untuk mencapai swasembada pangan.

Sistem Islam Wujudkan Swasembada Pangan dan Kesejahteraan Petani

Beras murah dan petani sejahtera tidak akan terwujud dalam sistem kapitalisme. Satu-satunya solusi logis dari semua persoalan umat adalah kembali pada sistem Islam. Dalam negara bersistem Islam, kedaulatan pangan adalah unsur utama yang harus diwujudkan. Islam berprinsip bahwa ketahanan pangan merupakan suatu kondisi dimana umat Islam memiliki akses yang aman dan berkelanjutan terhadap pangan yang cukup, bergizi, dan terjangkau. Ketahanan pangan dipandang sebagai salah satu tujuan syariat yaitu menjaga jiwa. Selain itu, kesejahteraan petani sangat diperhatikan supaya mereka tetap produktif dan terus berkembang.

Islam memberi perhatian besar terhadap ketersediaan pangan karena hal tersebut adalah kebutuhan utama seluruh umat. Salah satu metode untuk mencapai hasil pertanian yang tinggi, diantaranya dengan melakukan intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi pertanian secara berkelanjutan, melarang keras impor pangan dari negara asing, serta mencegah monopoli pangan oleh swasta. Lahan-lahan yang terbengkalai lebih dari tiga tahun akan diambil alih oleh pemerintah untuk diserahkan kepada rakyat yang membutuhkan dan mampu mengolah. Tidak akan ada lahan terbengkalai, tidak produktif atau penggunaan lahan yang tidak semestinya. Sementara sistem sewa lahan ditinggalkan, dengan demikian kesejahteraan petani makin terjamin. Demikianlah, hanya dalam sistem Islam kesejahteraan seluruh umat manusia akan terwujud. 

Wallahu a’lam bishsawab.