Deflasi, Pukulan Bagi Perekonomian Negara dan Rakyat
Oleh : Fatimatuz Zahrah (Aliansi Penulis Rindu Islam)
Ekonomi Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan serius yang ditandai dengan fenomena deflasi alias fenomena penurunan harga yang ada di dalam suatu wilayah. Namun, deflasi kali ini terjadi karena efek dari penurunan harga yang dipengaruhi dari sisi penawaran atau supply, utamanya pangan. Ekonomi Indonesia resmi mengalami deflasi sejak September tahun 2024 (BPS).
Fenomena deflasi yang menggejala di Indonesia mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak. Menurut Sri Mulyani, 3 bulan deflasi merupakan hal yang tidak begitu negatif karena pada aspek volatile food (harga pangan) masih tetap berada di level stabil rendah. Itu baik untuk konsumen di Indonesia terutama bagi kalangan menengah ke bawah yang mana mayoritas belanjanya adalah untuk makanan (metrotvnews.com/10/10/24).
Menurut ketua kebijakan publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantoro, deflasi yang terjadi akibat penurunan daya beli masyarakat dapat mengakibatkan turunnya permintaan barang dan jasa. Turunnya permintaan barang dan jasa berbanding lurus dengan pengurangan karyawan atau buruh. Artinya, PHK masal akan menghantui rakyat indonesia, terutama bagi kalangan ekonomi menengah ke bawah (detikfinance.com/3/10/24). Padahal Selama ini kinerja perekonomian Indonesia disokong mayoritas oleh konsumsi rumah tangga (BPS). Pada kuartal – II 2023 sektor konsumsi juga berkontribusi 2,77% dari total pertumbuhan ekonomi secara umum sebesar 51,7% (YoY).
Fenomena deflasi ini mendapatkan tanggapan dari presiden dan wakil presiden 2024 mendatang, Prabowo-Gibran. Penasihat ekonomi tim Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo akan mengkaji ulang kebijakan-kebijakan yang bisa mengganggu konsumsi kelas menengah misalnya penerapan PPN 12%. Selain itu, Prabowo-Gibran akan menambah training untuk vocational skills bagi anak-anak muda. Baik untuk pekerjaan-pekerjaan industri, mekanik hingga berbagai jasa, dan standarisasi kualitas untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja guna menghadapi deflasi.
Ancaman Deflasi Spiral: Indonesia di Ambang Resesi dan Dampaknya pada Kesejahteraan Rumah Tangga
Sesungguhnya, kondisi perekonomian Indonesia tidak sedang baik-baik saja alias bagaikan telur di ujung tanduk. Bagaimana tidak, deflasi jika dibiarkan tanpa ada solusi yang solutif bisa berlanjut masuk ke tahap resesi ekonomi. Tanda negara yang sedang mengalami resesi adalah deflasi, banyak pemutusan hubungan kerja dan pengangguran meningkat. Ketiga hal ini sudah terjadi dan menggejala di Indonesia.
Dikarenakan ekonomi Indonesia bertumpu pada rumah tangga, maka deflasi menandakan konsumsi rumah tangga mengalami penurunan daya beli secara signifikan yang diakibatkan oleh pendapatan minim. Rumah tangga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan belanja barang dan jasa, sehingga mereka menahan daya belinya. Jika daya beli sektor rumah tangga terus menurun, maka dampak secara langsung adalah pada kesejahteraan anggota keluarga termasuk ibu dan anak, mengingat sebagian besar anggaran rumah tangga saat ini diketahui dikeluarkan untuk biaya pendidikan dan kesehatan. Jika untuk biaya belanja kebutuhan pokok (cabai, daging ayam, tomat dan telur) saja rumah tangga sudah mengurangi konsumsinya, apalagi untuk mengeluarkan biaya pendidikan dan kesehatan yang lebih mahal.
Deflasi yang terjadi di Indonesia ini bisa dikatakan sudah memasuki deflasi spiral dikarenakan fenomena ini sudah memberikan efek domino pada pelaku ekonomi di dalam negeri. Deflasi spiral yaitu ketika fenomena daya beli masyarakat menurun menyebabkan transaksi ekonomi sepi. Ketika jualannya sepi, penjual terpaksa menurunkan harga agar dagangannya tetap survive dengan susah payah. Karena sepi, pemilik usaha atau industri merugi. Kerugian ini memaksa pemilik usaha atau industri untuk menekan pengeluaran, yaitu dengan PHK massal yang berakibat pada bertambahnya pengangguran.
Puncak dari deflasi spiral adalah jika turunnya harga sudah mempengaruhi produksi kebutuhan makanan pokok. Harga jual produk terlalu murah, bahkan petani membiarkan hasil panen membusuk karena ongkos panen dan transportasi terlampau murah dan tidak bisa menutupi ongkos selama menanam padi. Jika ini dibiarkan terus-menerus maka akan berujung pada wabah kelaparan secara merata se-Indonesia raya, terutama bagi kalangan rumah tangga yang hasil pendapatannya termasuk kategori menengah ke bawah. Fenomena ini bahkan pernah terjadi pada negara adidaya AS pada tahun 1930. Deflasi spiral ini berbuntut bisa memasuki ke tahap resesi ekonomi.
Ada dua penyebab resesi. Pertama, asas utama yang menggerakkan perekonomian negara masih menggunakan asas kapitalisme. Asas kapitalisme ini bersandar pada sektor nonriil, yaitu ekonomi yang bergerak oleh bunga, utang, uang kertas dan spekulasi.
Kedua, sistem mata uang kertas yang tidak dijamin oleh komoditas berharga (fiat money) pasti akan mengakibatkan krisis karena adanya permainan spekulasi mata uang yang ada. Fiat money diduga menjadi biang kerok lenyapnya kekayaan karena nilai dari fiat money ini terkikis oleh inflasi. Dari sini lah mata uang rupiah dikontrol penuh oleh dolar AS yang mana mata uang dolar ini memiliki nilai yang lebih tinggi dari rupiah, sehingga nilai rupiah menjadi tidak stabil. Jika AS dan negara-negara besar pemberi hutang meningkatkan suku bunga, resesi tidak akan bisa dihindari lagi. Artinya, mereka memberikan dampak yang sangat besar bagi negeri kecil dan berkembang seperti Indonesia. Deflasi yang sedang terjadi di Indonesia juga hasil dari keterlibatan AS dan negeri-negeri besar lainnya, terlebih perekonomian di Indonesia sebagian besar ditopang oleh rumah tangga dan industri UMKM kecil yang jelas akan tersapu bersih tak tersisa oleh tsunami ekonomi adidaya pasar global.
Jika sudah begini, visi misi Indonesia emas 2045 akan susah diwujudkan jika negara masih menggunakan sistem ekonomi kapitalisme dan membebek pada negara adidaya kapitalis seperti AS dan kroni-kroninya. Alih-alih ekonomi positif maju, sangat mungkin rakyat ke depan akan dikorbankan mengingat rendahnya kemampuan daya beli rumah tangga dan tingginya biaya jasa pendidikan dan kesehatan. Akibatnya bukan tidak mungkin generasi akan mengalami penurunan kualitas kesehatan dan kualitas pendidikannya.
Solusi Islam atas Deflasi: Membangun Ulang Ekonomi Berbasis Syariat
Deflasi, tingkat pengangguran tinggi, PHK massal dan resesi selalu mereproduksi ulang ketika sistem perekonomian masih menggunakan ribawi, standar uang fiat, dan masih kecanduan dengan pengembangan sektor nonriil. Upaya menunda penerapan PPN 12%, menambah training untuk vocational skills bagi anak-anak muda, standarisasi kualitas untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, mencetak uang bagi sektor yang produktif, maupun menaikkan upah minimum bukanlah solusi yang solutif karena big problem nya adalah rusaknya sistem ekonomi kapitalisme hasil dari pemikiran manusia yang sifatnya lemah dan terbatas.
Islam memiliki solusi yang solutif. Islam bukanlah sekedar agama ritual semata, tetapi agama ideologis yang punya pandangan hidup untuk mengatur way of life manusia. Islam mempunyai seperangkat sistem yang komplit, salah satunya adalah aspek perekonomian. Landasannya dengan akidah Islam. Islam menggunakan emas dan perak sebagai standar mata uang, dan kepemilikan (individu, umum dan negara) diatur ketat.
Islam akan merubah total kebijakan makro ekonomi dengan berikut:
1. Membongkar total sistem keuangan yang lama dengan sistem APBN berbasis syariat, yaitu baitulmal dan memusnahkan semua pungutan pajak yang bersifat permanen. Baitulmal adalah pos untuk penyimpanan dan mengatur berbagai kekayaan yang mana negara akan menyimpannya sebagai sumber penerimaan. Sumber baitulmal ada tiga, yaitu fai dan kharaj, kepemilikan umum, dan sedekah. Sistem ekonomi Islam menetapkan sumber-sumber pemasukan negara, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyat, tanpa menggantungkan pada utang dan pajak. Dari baitulmal inilah Islam bisa menyerahkan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga dan rumah tangga. Layanan pendidikan dan kesehatan dijamin negara untuk setiap individu. Penetapan sistem Islam secara kaffah akan berpotensi terlaksananya kesejahteraan rakyat individu per individu.
2. Membongkar total sistem moneter lama dengan sistem moneter Islam, yaitu menggunakan dinar dan dirham. Dinar dan dirham berfungsi sebagai penyimpan nilai (store of value) yang melebihi dari uang kertas yang kini dipakai oleh sistem kapitalisme. Karena itulah dinar dan dirham aman dari gerusan inflasi dan krisis moneter.
Dalam sisen Islam, riba benar-benar “dilabeli“ haram total tanpa kompromi, meskipun hanya sedikit sejumput garam pun Islam akan tetap melarang riba karena riba selamanya tetap haram, sebagaimana tercantum di dalam Al Qur’an :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ (279)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertobat (dari pengambilan riba), maka bagi kalian pokok harta kalian; kalian tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
(QS Al Baqarah: 278-279).
3. Membabat habis problematika deflasi hingga resesi bisa dilakukan dengan menerapkan kembali sistem Islam secara menyeluruh. Menerapkan sistem Islam tidak bisa dengan mencampurnya dengan sistem kapitalisme, melainkan dengan menegakkan kembali Daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahualam bissawab.
Posting Komentar