-->

DPR, Wakil Rakyat atau Beban Rakyat?

Oleh : Dinda Kusuma W T

Lagi, Dewan Perwakilan Rakyat tak henti-hentinya membuat masyarakat geram. Sentimen negatif yang beredar di tengah masyarakat tidak membuat mereka mawas diri. Sentimen bahwa DPR senang berfoya-foya menghabiskan uang rakyat dengan pelesiran dan berbagai fasilitas mewah, tidak produktif, sering tidur saat sidang dan lain-lain. Tanpa malu-malu, DPR periode 2024-2029 yang baru dilantik awal Oktober 2024 lalu, membuat rencana anggaran tunjangan rumah dinas dengan nominal fantastis, mencapai 50 juta rupiah perbulan.

Wacana mengganti fasilitas rumah dinas anggota DPR dengan uang kompensasi atau tunjangan sebetulnya sudah bergulir sejak 2018 silam. Dalihnya, biaya perawatan rumah dinas semakin tinggi ditambah banyak rumah tidak layak huni. Kini, Sekjen DPR Indra Iskandar mengatakan besaran tunjangan perumahan bakal disesuaikan dengan biaya sewa rumah di sekitaran Senayan, Semanggi, dan Kebayoran Baru. Soal berapa nominalnya, dia mengeklaim masih dalam proses survei. Tapi sebelumnya Indra sempat menyebut kisaran tunjangannya antara Rp30 juta sampai Rp50 juta per bulan (bbc.com, 05/10/2024).

Tunjangan rumah dinas anggota DPR menambah panjang daftar fasilitas yang diterima anggota dewan. Sekali lagi memunculkan anggapan bahwa jabatan DPR hanyalah jabatan yang dicari demi cuan, bukan demi kebaikan rakyat. Pantaslah banyak orang berebut menjadi anggota DPR, beberapa diantara mereka rela mengeluarkan biaya hingga ratusan juta rupiah. Banyak juga yang akhirnya depresi ketika gagal menjadi anggota dewan.

Beberapa tunjangan yang didapat anggota DPR selain tunjangan rumah dinas diantaranya, tunjangan istri/suami, tunjangan anak, uang sidang/paket, tunjangan jabatan, tunjangan beras, tunjangan PPh, tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, bantuan listrik dan telepon, serta tunjangan asisten anggota. Apabila dinominalkan, tunjangan-tunjangan tersebut mencapai lebih dari 50 juta rupiah per orang. Siapapun pasti merasa takjub melihat banyaknya tunjangan yang diperoleh anggota DPR. Takjub betapa mereka bisa menikmati segala kemewahan ditengan masih banyaknya rakyat miskin dan sengsara. 

Kendati sebagian berpendapat bahwa tunjangan adalah demi memudahkan peran anggota dewan sebagai wakil rakyat dalam menjalankan tugasnya, namun melihat realita yang sudah-sudah, tingginya gaji dan tunjangan DPR sangat tidak sebanding dengan produktivitas mereka. Siapapun yang berpihak kepada rakyat pasti mengakui bahwa tunjangan DPR hanyalah bentuk pemborosan dan membebani rakyat. Seharusnya, anggota dewan yang menyatakan diri sebagai wakil rakyat, segan mengambil sepeserpun uang rakyat, apalagi bermegah-megahan.

Disisi lain, Ketika para pejabat mendapat banyak tambahan pendapatan dengan dalih tunjangan, rakyat justru diperas sedemikian rupa. Berbagai pajak diberlakukan tanpa melihat kemampuan ekonomi rakyat. Untuk memiliki rumah saja, rakyat diwacanakan akan diberlakukan iuran tapera (Tabungan perumahan rakyat). Pajak berkedok iuran perumahan. Padahal, tugas negara adalah menjamin kebutuhan pokok rakyatnya, salah satunya tempat tinggal.

Demokrasi Kapitalis Akar Seluruh Persoalan

DPR sendiri lahir dari sebuah sistem pemerintahan republik demokrasi. Sebagai Lembaga legislatif, salah satu dari tiga pilar demokrasi, legislatif, eksekutif dan yudikatif, tugasnya adalah merancang dan menetapkan undang-undang. DPR akan selalu dibutuhkan dalam sistem ini, karena aturan dibuat oleh manusia secara pragmatis. Hukum terus berubah-ubah sesuai kebutuhan manusia dan perkembangan jaman.

Padahal, DPR sebagai pembuat hukum juga adalah sekelompok manusia. Logisnya, manusia jika diberi kekuatan untuk membuat aturan, pasti akan membuat aturan yang tidak menyulitkan dirinya, atau malah menguntungkan bagi diri dan golongannya pribadi. Demokrasi akan selalu bersanding dengan kapitalisme, sebab demokrasi butuh ongkos besar dan yang mampu menopangnya adalah kaum kapitalis atau pemilik modal besar. Praktis, dalam sistem ini rakyat makin sengsara. Kesejahteraan umum hanya omong kosong yang tidak mungkin terwujud.

Sistem Islam Solusi Hakiki

Islam adalah agama ideologi yang memuat aturan lengkap. Dalam sistem islam tidak diperlukan adanya DPR sebab hukum yang diberlakukan adalah syariat islam yang bersumber dari Al qur’an dan sunnah. Tidak ada celah bagi manusia untuk mengambil keuntungan pribadi. Dalam Islam, ada Majelis Ummah yang merupakan wakil rakyat, namun berbeda peran dan fungsi dengan anggota dewan dalam sistem demokrasi. Anggota majelis ummat murni mewakili umat, atas dasar iman dan kesadaran utuh sebagai wakil rakyat yang bertugas untuk menjadi penyambung lidah rakyat. Kesadaran ini menjadikan mereka fokus pada fungsi yang harus diwujudkan karena merupakan amanah yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Sungguh apabila islam diterapkan secara utuh, pasti akan menjadi solusi hakiki semua persoalan dan mewujudkan kesejahteraan seluruh umat manusia. 

Wallahu a’lam bis shawab.